“Waktu itu ada Forkot, dan lain-lain. Pokoknya siapa saja yang demo, saya ikut di belakang aja. Saya selalu pake buju putih (dokter), dan mereka (para mahasiswa. Red) tahu, ini Om dokter. Saya datang dengan (mobil) Kijang berwarna merah. Kalo saya datang, mereka sudah tahu. Om dokter datang, buka jalan,” kenangnya sambil tersenyum.
Pekerjaan rumah tangga seperti itu memang tidak besar gajinya. Tidak puas, pada pertengahan tahun 90-an, Ati tergiur untuk ikut bekerja di luar negeri.
“Aku dipukul dan ditelanjangi. Aku malu karena waktu itu ada orang lain di rumah,” kenang Monika.
Mereka yang merasa dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena pilihan hidup dan pola pikirnya yang berbeda dengan yang lain. Julukannya, anak punk.
Dengan keterbatasan jarak dan kondisi kehidupan di kampungnya yang masih tertinggal di Parsorminan, Pangaribuan Tapanuli Utara (sekitar 9 jam berkendaraan dari Medan), dia tetap mampu mewujudkan cita-citanya sebagai dokter kesehatan masyarakat pertama marga Pakpahan dari kampungnya, pada tahun 1966.
Awal April lalu, Patra memulai pelayanannya di kampung tersebut. Ia, bersama seorang rekannya diantar dengan helikopter ke Kampung Oya. Mereka dijadwalkan bertugas selama tiga bulan, hingga Juni, untuk kemudian dijemput kembali kembali ke pusat, dan diganti petugas berikutnya.
Penanganan korban perkosaan membutuhkan sikap bijak dan arif. Sayangnya, pada saat itu pemerintah memperlakukan kasus ini seperti kriminalitas biasa yang menuntut bukti fisik serta testimoni para korban.
Politik identitas membuka ruang bagi gerakan Islam radikal dan konservatif untuk berelasi dan bersinergi, yang mengancam toleransi, pluralisme, dan kebhinnekaan dalam masyarakat Indonesia.
Mayoritas karya Dandhy berkaitan dengan isu lingkungan yang berangkat dari beragam kasus fundamental yang merugikan masyarakat. Sebut saja Asimetris (2018) yang mengungkap fakta mengenai ekspansi perkebunan sawit yang menjadikan warga Kalimantan menderita akibat emisi asap pembakaran hutan. Karyanya yang masih gres, adalah Sexy Killers, dirilis tiga hari menjelang Pemilu 2019.
Punya segudang pekerjaan dan kesibukan membuat orang tak tahan dengan kondidi kemacetan Ibu kota yang tak pernah berubah. Diberkahi dengan uang berlimpah, beberapa orang kaya di Indonesia memilih untuk menaiki helikopter ke lokasi mereka kerja demi menghindari macet dan ketepatan waktu.