Mantri Patra, Meninggal Tragis Saat Melayani Warga Oya

Selasa, 25/06/2019 18:12 WIB
Prosesi pemakaman mantri Patra Kevin Marina Jauhari (Antara)

Prosesi pemakaman mantri Patra Kevin Marina Jauhari (Antara)

law-justice.co - Patra Kevin Marina Jauhari, adalah seorang petugas medis dari Dinas Kesehatan Teluk Wondama, Papua Barat. Pemuda ini biasa dipanggil Mantri Patra oleh masyarakat Wondama.

Kecintaannya pada pekerjaannya, dan panggilan hatinya untuk menolong penduduk di daerah terpecil, membuatnya rela untuk meninggalkan keluarganya agar bisa melayani para penduduk di Kampung Oya, Distrik Naikere.

Awal April lalu, Patra memulai pelayanannya di kampung tersebut. Ia, bersama seorang rekannya diantar dengan helikopter ke Kampung Oya. Mereka dijadwalkan bertugas selama tiga bulan, hingga Juni, untuk kemudian dijemput kembali  kembali ke pusat, dan diganti petugas berikutnya.

Oya merupakan salah satu kampung di pedalaman distrik Naikere yang masih terpencil dan terisolir. Tidak ada akses jalan darat apalagi sarana telekomunikasi. Wilayah di perbatasan Teluk Wondama dengan Kabupaten Kaimana ini hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau menggunakan helikopter.

Untuk mencapai pusat distrik di Naikere, warga setempat biasanya berjalan kaki selama tiga hingga empat  hari. Jalanan yang dilewati masih berupa jalan setapak menyusuri gunung dan lembah di tengah hutan belantara.

Selama berdinas, Patra berbaur dengan penduduk setempat. Untuk mengisi hari selepas bertugas, bujangan kelahiran 1988 ini selalu berinteraksi dengan warga setempat. Mulai dari berkunjung ke rumah warga, bermain bersama pemuda setempat hingga ikut berkebun bersama warga.

“Tiap sore dia pergi dengan anak-anak, menyanyi-menyanyi, “ kisah seorang warga Oya melalui Kepala Puskesmas Naikere Tomas Waropen di Wasior, Sabtu (22/6).

Tidak terasa, tiga bulan berlalu. Seharusnya sudah ada helikopter yang datang menjemput Patra dan rekannya. Namun, tunggu punya tunggu, hingga pertengahan Juni, helikopter tidak kunjung datang. Padahal, persediaan makan seperti beras, minyak goreng dan bahan makanan lainnya sudah lama habis. Demikian juga dengan persediaan obat-obatan, tidak ada lagi yang tersisa.

Tidak tahan dengan kondisi itu, rekan Patra memutuskan untuk turun ke Kota Wasior dengan berjalan kaki. Namun Patra memilih untuk bertahan di pedalaman. Ia terus memberi pelayanan medis, dengan kondisi apa adanya.

Meski dalam hatinya memendam rasa kecewa terhadap instansti tempatnya bekerja, Patra masih tetap menjalankan tugasnya. Sayang, daya tahan tubuh manusia ada batasnya. Akibat tidak mendapat asupan makanan yang wajar, pemuda kelahiran Palopo, Sulawesi Selatan ini, akhirnya jatuh sakit.

Ia tidak bisa meminta pertolongan ke kota, karena tidak berfungsinya alat komunikasi di daerah itu. Hari berganti, kondisi fisiknya kian lemah. Melihat kesehatannya kian memburuk,  seorang warga kampung Oya memutuskan berjalan kaki, untuk melaporkan sang Mantri kepada Kepala Puskesmas Naikere. Meski pun begitu, bantuan tetap saja nihil. Tidak ada helikopter yang datang mengevakuasinya ke kota guna mendapat perawatan medis.

Pada 18 Juni 2019, perjuangan Patra berakhir. Ia menghembuskan nafas di tempat tugasnya di Oya. Dia meninggal dalam kesendirian, tanpa ada keluarga, teman maupun kerabat yang mendampingi. Jenazah Patra baru dievakuasi pada 22 Juni 2019 menggunakan helikopter yang disewa Pemda dari Nabire atau empat hari setelah dia meninggal dunia.

Kematian Patra yang tragis menjadi keprihatinan banyak pihak. Tomas Waropen, Kepala Puskesmas Naikere menyatakan nyawa Patra mungkin bisa tertolong jika pihak dinas kesehatan maupun instansi terkait lainnya cepat merespon laporannya terkait kondisi Patra dan meminta segera dikirim helikopter.

“Kami sudah rapat sampai tiga kali dengan Dinas Kesehatan, Kesra dan Pak Sekda tapi tetap tidak ada jalan. Sampai akhirnya dia sudah meninggal baru helikopter bisa naik,” ujar Waropen.

Bagi Waropen, Patra adalah pahlawan kemanusiaan. Dia rela mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan menuntut. Tindakan mulia yang justru selalu dihindari banyak para petugas medis.

Dilansir dari Kabartimur.com

 

(Liesl Sutrisno\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar