Nama Pejabat Kejagung dan MA Masuk dalam Action Plan Jaksa Pinangki

Rabu, 23/09/2020 22:44 WIB
Tersangka Jaksa Pinangki. (Antara)

Tersangka Jaksa Pinangki. (Antara)

Jakarta, law-justice.co - Nama sejumlah pejabat dalam action plan atau semacam proposal untuk kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung dimasukkan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020), terungkap adanya 10 poin dalam action plan tersebut.

Poin pertama adalah penandatangan security deposit atau akta kuasa jual yang akan dilaksanakan pada 13-23 Februari 2020 dengan Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya sebagai penanggung jawab.

"Action yang kesatu adalah penandatangan security deposit atau akta kuasa jual, yang dimaksudkan oleh Terdakwa sebagai jaminan apabila security deposit yang dijanjikan Joko Soegiarto Tjandra tidak terealisasi," ujar jaksa, dikutip dari Kompas.com, Rabu (23/9/2020).

Poin kedua adalah pengiriman surat dari pengacara kepada pejabat Kejagung bernama Burhanuddin. Diketahui, Jaksa Agung saat ini bernama Sanitiar (ST) Burhanuddin.

"Action yang kedua adalah pengiriman surat dari pengacara kepada BR (Burhanuddin/pejabat Kejaksaan Agung)," tuturnya.

Surat yang dimaksud adalah permohonan fatwa dari pengacara kepada Kejagung agar diteruskan kepada MA. Langkah kedua ini rencananya dilakukan pada 24-25 Februari 2020 dengan penanggung jawab Andi Irfan serta Anita Kolopaking.

Fatwa itu menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sehingga ia dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara di kasus itu. Kemudian, Pinangki memasukkan nama mantan Ketua MA Hatta Ali dalam poin ketiga.

"Action yang ketiga adalah BR (Burhanuddin/pejabat Kejagung) mengirimkan surat kepada HA (Hatta Ali/pejabat MA)," kata jaksa. Menurut jaksa, poin ketiga yang dimaksud Pinangki adalah tindak lanjut dari surat pengacara yang sebelumnya dikirim terkait permohonan fatwa di MA. Poin ini menjadi pertanggungjawaban Pinangki serta Andi Irfan Jaya dan rencananya dilakukan pada 26 Februari-1 Maret 2020.

Poin keempat, pembayaran tahap I atas kekurangan consultant fee sebesar 250.000 dollar AS kepada Pinangki dari Djoko Tjandra yang direncanakan pada 1-5 Maret 2020. Ini merupakan pembayaran lanjutan setelah Djoko Tjandra memberi uang muka sebesar 500.000 dollar AS atau 50 persen dari total imbalan yang dijanjikan.

Poin kelima, pembayaran biaya media konsultan dari Djoko Tjandra kepada Andi Irfan Jaya sebesar 500.000 dollar AS. Pembayaran yang dimaksud untuk mengkondisikan media itu direncanakan pada 1-5 Maret 2020. Lalu, nama Burhanuddin dan Hatta Ali kembali muncul pada poin keenam. "Action keenam adalah HA (Hatta Ali/pejabat MA) menjawab surat BR (Burhanuddin/pejabat Kejagung), yang dimaksudkan oleh Terdakwa adalah jawaban surat MA atas surat Kejaksaan tentang permohonan fatwa," kata jaksa.

Penanggung jawab dalam langkah keenam ini adalah Hatta Ali, Anita Kolopaking, dan seseorang berinisial DK yang belum diketahui namanya. Poin ketujuh berisikan bahwa Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat Hatta Ali agar jajaran Kejagung melaksanakan fatwa MA. Langkah ketujuh yang direncanakan dilakukan pada 16-26 Maret 2020 ini menjadi tanggung jawab Pinangki serta seseorang berinisial IF yang belum diketahui identitasnya. Selanjutnya, poin kedelapan adalah Djoko Tjandra membayarkan security deposit senilai 10 juta dollar AS apabila poin nomor 2, 3, 6, dan 7 berhasil dilaksanakan.

Poin kesembilan menyatakan Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa perlu menjalani hukuman di kasus Bank Bali yang rencananya terlaksana pada April-Mei 2020. Poin terakhir adalah pelunasan biaya kepada Pinangki sebesar 250.000 dollar Amerika Serikat dari total 1 juta dollar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra. Akan tetapi, meski Djoko Tjandra sudah memberikan uang muka melalui perantara kepada Pinangki, tidak ada satu poin pun dalam action plan yang terlaksana.

Djoko Tjandra kemudian membatalkan kerja sama mereka pada Desember 2019 dengan cara menulis tangan "NO" pada kolom catatan dari action plan. "Kecuali pada action yang ke-7 dengan tulisan tangan ‘Bayar Nomor 4, 5’, yaitu apabila action ke-4 dan 5 berhasil dilaksanakan,” tuturnya. "Serta action ke-9 dengan tulisan tangan ‘Bayar 10 M’ yaitu bonus kepada Terdakwa apabila action ke-9 berhasil dilaksanakan," ucap dia.

Bantahan

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin membantah menerima uang terkait kasus Pinangki atau Djoko Tjandra. Selain itu, Mahkamah Agung juga sudah pernah membantah ada permohonan fatwa hukum terkait Djoko Tjandra.

Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang sebesar 500.000 dollar AS dari Djoko Tjandra terkait kepengurusan fatwa di MA tersebut. Atas perbuatannya itu, Pinangki dijerat Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 11 UU Tipikor.

Pinangki juga dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Terakhir, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat dan dijerat Pasal 15 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar