Kasus Gagal Ginjal Bukan Salah BPOM Karena Ada Impor

Sabtu, 19/11/2022 19:10 WIB
Kasus Gagal Ginjal Bukan Salah BPOM Karena Ada Impor

Kasus Gagal Ginjal Bukan Salah BPOM Karena Ada Impor

law-justice.co -  

Perkembangan terkini beberapa perusahaan ditetapkan sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut. Kasus ini merebak sejak bulan Agustus 2022. Diketahui, sampai dengan tanggal 15 November 2022, ada 324 kasus gagal ginjal akut dengan jumlah pasien meninggal mencapai 199 orang.
 
Menkes Klaim Tidak Ada Penambahan Kasus Gagal Ginjal Akut Dalam Dua Minggu Terakhir

Suasana rapat kerja Komisi IX DPR dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Rabu 2 November lalu memanas. Anggota Fraksi Partai Amanat (PAN) Saleh Partaonan Daulay tak terima dengan pernyataan Kepala BPOM Penny K Lukito.

Saleh menilai BPOM melempar tanggung jawab dalam kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia, yang membuat 323 orang tertular dan sebanyak 190 orang meninggal dunia, berdasarkan data hingga awal November yang dirilis Kementerian Kesehatan.

"Sama seperti formalin, memang boleh Ibu larang formalin beredar? kan tidak, karena dia pengawet mayat, sah untuk digunakan. Tapi tidak boleh digunakan sebagai pengawet makanan," imbuh Saleh.


"Ini kan masalahnya penyalahgunaan fungsi yang etilen glikol (EG) digunakan untuk apa, berarti kan barangnya ada beredar di sini. Kemudian kenapa saling lempar ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Nanti jangan-jangan ujungnya ke presiden," ucap Saleh.

Saleh bahkan sempat menanyakan hal tersebut kepada Kementerian Perdagangan, dan jawaban mereka selama ini zat-zat kimia yang tidak dilarang itu diperbolehkan diimpor dan masuk melalui Kemendag.

Dalam rapat itu, Penny menjelaskan mengapa BPOM tidak memeriksa dan mengawasi bahan baku pelarut propilen glikol yang dalam prosesnya membuat obat sirop tercemar senyawa kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DG).

Penny berdalih, bahan baku obat sirop yang kemudian bermasalah ini masuk ke Indonesia melalui surat keterangan impor (SKI) Kemendag.

"Khusus untuk pelarut PG (propilen glikol) dan PEG (polietilen glikol) ini masuknya tidak melalui SKI BPOM, tapi melalui Kementerian Perdagangan, non larangan dan pembatasan (lartas)," kata Penny dalam pemaparannya di hadapan anggota Komisi IX DPR.


Terbaru, Daftar 294 Obat Sirop Aman Digunakan Menurut BPOM
Selama ini, untuk bahan-bahan kimia dalam kategori pharmaceutical grade dan lartas, dilakukan pengawasan ketat dan wajib mendapatkan izin BPOM. Sedangkan bahan pelarut seperti PG dan PEG, masuk dalam kategori technical grade dan non lartas. Tugas pengawasannya berada di Kementerian Perdagangan.

Penny menambahkan, zat-zat tersebut merupakan pelarut yang biasa dipakai dalam industri cat hingga tekstil. Harganya lebih murah.

"Ada perbedaan sangat besar antara bahan baku dalam bentuk pharmaceutical grade dengan bahan baku yang hanya untuk industri kimia lainnya. Tentunya perbedaan harga ini dapat dimanfaatkan oleh para penjahat itu," kata dia.

BPOM mengusulkan revisi SK importasi 2 bahan berbahaya tersebut

Mengacu pada kejadian ini, Penny mengusulkan revisi SK importasi PG dan PEG, ke depannya harus melalui BPOM.

"BPOM mengusulkan agar terdapat revisi pada skema importasi PG dan PEG dengan menjadi kategori lartas. Sehingga nantinya, importasi kedua senyawa itu harus melalui persetujuan atau SKI BPOM," tukas Penny.

Pengawasan BPOM Dinilai Pasif
Penjelasan yang disampaikan Penny itu dalam penilaian anggota Komisi IX DPR Elva Hartati justru menunjukkan fungsi pengawasan BPOM dilaksanakan secara pasif.


"Disebutkan pemilik izin obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan dan mutu obat selama obat diedarkan dan melaporkan hasil kepada BPOM. Kami melihat bahwa dalam hal ini posisi Badan POM dalam melakukan pengawasan obat secara garis besar bersifat pasif," kata Elva dalam rapat kerja dengan BPOM.

Elva menegaskan, BPOM harus terlibat lebih aktif dalam mengusut pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam industri farmasi, baik terkait dengan kasus yang merebak saat ini maupun pengawasan berkala. Harus ada tindakan tegas melalui jalur hukum bagi industri yang menyalahi aturan.


Kejagung Buka Opsi Gugat Perdata Perusahaan Farmasi Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut
Update, 168 Obat Sirop Dinyatakan Aman Konsumsi oleh BPOM
"Izin edar itu dari mana kalau bukan dari BPOM? Ini harus dikejar dulu, harus ditindak dengan hukum pidana. Ini tetap harus ditelusuri," ujar politisi PDIP asal dapil Bengkulu tersebut.

Pernyataan lebih keras dilontarkan anggota DPR dari Partai Golkar Robert Joppy Kardinal. BPOM tak bisa mengelak dari tanggung jawab pengawasan, dan harus ada pihak yang bertanggung jawab. Dia mendesak pejabat BPOM mundur.

"BPOM dan aparatnya yang ikut bertanggung jawab sebaiknya meletakkan jabatan atas kelalaian mereka. Tidak perlu menunggu dipecat. Ini terjadi karena BPOM tidak bekerja. Karena itu pejabat di BPOM ini sudah layak dipecat dan dituntut pidana," ucap Robert 3 November 2022 lalu.

Sorotan terhadap kinerja BPOM juga disampaikan anggota Komisi IX DPR Suir Syam. Pengawasan yang dilakukan BPOM tidak hanya pada tahap pre market, tapi harus berlanjut pada post market. Termasuk terhadap pabrik farmasi yang nakal karena ditemukannya kandungan EG dan DG yang jauh melampaui batasan dalam obat sirop.


Ini Peran Dua Perusahaan Farmasi Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut
"Ini suatu kejahatan kemanusiaan oleh pabrik farmasi. Aparat berwajib tentunya perlu melakukan tindak lanjut," tegasnya ketika dihubungi merdeka.com pekan lalu.

Politisi Gerindra itu menduga ada pihak-pihak yang ingin menyebabkan ratusan jiwa anak melayang karena menggunakan bahan pelarut obat dengan biaya yang lebih murah. Meski begitu, dia memaklumi jika BPOM tidak bisa melakukan pengawasan terus menerus terhadap industri farmasi.

"Jadi saya minta juga BPOM untuk meneruskan kasus ini ke penyelidikan untuk lebih lanjut," ujarnya.


Rincian umur pada penderita gangguan ginjal akut pada anak sejauh ini, yaitu:

- Di bawah 1 tahun: 26 kasus
- 1-5 tahun: 153 kasus
- 6-10 tahun: 37 kasus
- 11-18 tahun: 25 kasus

 

(Patia\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar