Pledoi Juliari Minta Maaf ke Mega & Jokowi, ICW: Harusnya ke Rakyat!

Selasa, 10/08/2021 22:20 WIB
Eks Mensos Juliari Batubara  (pikiran rakyat).

Eks Mensos Juliari Batubara (pikiran rakyat).

Jakarta, law-justice.co - Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara minta maaf terkait kasus korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19 Jabodetabek. Tetapi bukan ke masyarakat, melainkan kepada Presiden Jokowi dan juga Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.


Permintaan maafnya pun bukan karena mengakui kesalahan yang ia buat, tetapi karena membuat gaduh.


Berikut penggalan permintaan maaf Juliari:

Sidang Yang Saya Muliakan, di bagian akhir Pleidoi saya ini secara tulus saya ingin mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Yang Terhormat Presiden RI Bapak Joko Widodo atas kejadian ini. Utamanya permohonan maaf akibat kelalaian saya tidak melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja jajaran di bawah Saya. Perkara ini tentunya membuat perhatian Bapak Presiden sempat tersita dan terganggu. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi Bapak Presiden dan keluarga.


Kepada Yang Terhormat Ibu Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI-Perjuangan beserta jajaran DPP PDI-Perjuangan di mana sejak tahun 2010 Saya dipercaya menjadi pengurus DPP PDI-Perjuangan, Saya harus menyampaikan permohonan maaf secara tulus dan penuh penyesalan. Saya sadar bahwa sejak perkara ini muncul, badai hujatan dan cacian datang silih berganti ditujukan kepada PDI-Perjuangan.

Dalam salinan pleidoi, terlihat tak ada satu pun kalimat permintaan maaf yang disampaikan Juliari kepada masyarakat Indonesia.

Pleidoi ini sontak menjadi sorotan. Salah satunya datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang heran karena permintaan maaf Juliari hanya tertuju kepada dua figur politik tersebut.


"Permohonan maaf yang disampaikan oleh Juliari. Bagi ICW, pihak yang tepat untuk dimintai maaf oleh Juliari adalah seluruh masyarakat Indonesia, bukan Presiden Joko Widodo atau Ketua Umum partai politik," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa (10/8/2021).


"Sebab, pihak yang paling terdampak atas praktik kejahatan Juliari adalah masyarakat," sambungnya.

Selain itu, Kurnia juga bicara soal penderitaan yang dirasakan oleh Juliari tak sebanding dengan korban korupsi bansos. Dalam pleidoi, Juliari memohon kepada hakim untuk mengakhiri penderitaan kepada dia dan keluarga dengan membebaskannya dari semua dakwaan. "Penderitaan yang dirasakan oleh Juliari tidak sebanding dengan korban korupsi bansos. Mulai dari mendapatkan kualitas bansos buruk, kuantitas bansos kurang, bahkan ada pula kalangan masyarakat yang sama sekali tidak mendapatkannya di tengah situasi pandemi COVID-19," kata Kurnia.


Atas dasar tersebut, Kurnia menilai hakim perlu mengabaikan pleidoi Juliari dan memvonis maksimal dengan penjara seumur hidup. "Vonis seumur hidup ini menjadi penting, selain karena praktik kejahatannya, juga berkaitan dengan pemberian efek jera agar ke depan tidak ada lagi pejabat yang memanfaatkan situasi pandemi untuk meraup keuntungan," pungkasnya.


Dalam kasusnya, Juliari dituntut 11 tahun penjara. Ia dinilai terbukti menerima suap melalui dua anak buahnya, yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso oleh jaksa KPK. Mereka dinilai terbukti menerima fee dari para vendor bansos.


Yakni sebesar Rp 1,280 miliar dari Harry van Sidabukke, sebesar Rp 1,950 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta sebesar Rp 29, 252 miliar dari sejumlah vendor bansos lainnya. Total dari suap itu sebesar Rp 32.482.000.000.


Meski suap diterima melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, tapi jaksa meyakini hal itu berdasarkan perintah dari Juliari Batubara.


Suap diyakini sebagai fee Juliari Batubara dan anak buahnya karena menunjuk para vendor sebagai penyedia bansos sembako untuk penanganan pandemi COVID-19. Padahal, sejumlah vendor dinilai tidak layak menjadi penyedia bansos.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar