Tiga Prinsip yang Dilanggar JPU Dalam Penuntutan Kasus Novel Baswedan

Minggu, 14/06/2020 17:30 WIB
Novel Baswedan  Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi

Novel Baswedan Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi

law-justice.co - Setelah tiga tahun penanganan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya menuntut salah seorang terdakwa dengan hukuman ringan, yakni hanya 1 tahun penjara. Badan pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mengatakan, JPU telah melanggar 3 prinsip dalam penegakan hukum.

"Proses hukum kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan minus keadilan bagi korban, surplus kepentingan pelaku, dan mengancam upaya pemberantasan korupsi," kata Sekretaris Jendral PBHI Julius Ibrani, dalam siaran pers yang diterima redaksi, Minggu (14/6/2020).

Berdasarkan analisis PBHI, tiga prinsip yang dilanggar JPU dalam dakwaan yang dibacakan pada Kamis (11/6/2020) lalu, adalah:

Pertama, tuntutan JPU minus kepentingan keadilan bagi korban. Tidak terlihat fakta dan bukti signifikan yang merepresentasikan keadilan bagi korban. Dampak kebutaan, pengobatan tahunan, tidak dapat berkegiatan secara normal, seolah tidak dipertimbangkan sebagai indikator dalam menentukan tuntutan.

Kedua, JPU justru terlihat seolah-olah seperti pengacara Terdakwa. Pembuktian JPU, justru seolah ingin menegaskan bahwa perbuatan para Terdakwa tidak direncanakan, termasuk dampaknya. Hal ini justru jadi indikator tuntutan yang meringankan para Terdakwa. Nyaris tidak ada pembuktian yang diarahkan pada fakta sebenarnya bahwa ada perencanaan dan perbuatan yang sesuai rencana.

Ketiga, JPU menghilangkan dampak lebih luas, yakni gangguan terhadap pemberantasan korupsi. Fakta bahwa Novel Baswedan adalah aparat penegak hukum yang berprestasi dalam mengungkap kasus mega korupsi tidak jadi pertimbangan. Tuntutan JPU mengancam pemberantasan korupsi karena tidak mencerminkan jaminan keadilan bagi aparat penegak hukum pemberantasan korupsi.

"Karena itu, kami meminta Presiden mengevaluasi secara menyeluruh aparat Kepolisian dan Kejaksaan, serta penanganan dan proses hukum kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, baik dari penyelidikan hingga penuntutan," ujar Julius.

PBHI juga mendesak agar DPR RI terlibat aktif untuk mendesak pemerintah melakukan perbaikan dalam tata kelola sistem peradilan pidana. Hal itu dianggap penting demi menjamin rasa keadilan bagi korban.

"Kami berharap, Majelis Hakim mengesampingkan tuntutan JPU. Mempertimbangkan fakta sebenarnya, memperhatikan dampak bagi korban dan nasib pemberantasan korupsi, sehingga dapat menjatuhkan hukuman yang maksimal," imbuh Julius.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar