Alat Tes Corona Tak Bisa Diandalkan Inggris Minta Cina Kembalikan Uang

Selasa, 07/04/2020 21:31 WIB
Ilustrasi (Euro Weekly News Spain)

Ilustrasi (Euro Weekly News Spain)

law-justice.co - Pemerintah Inggris akan meminta pengembalian uang untuk jutaan alat uji virus corona yang dibeli dari Cina. Pasalnya, setelah dilakukan penelitian, alat tersebut ternyata tidak dapat diandalkan atau kualitasnya diragukan. 

Profesor John Bell, koordinator pengujian virus corona untuk lembaga Kesehatan Masyarakat Inggris, Senin (6/4) mengatakan bahwa alat tes itu tidak dapat diandalkan ketika digunakan pada pasien yang tidak memenuhi kriteria sakit parah. 

Seorang akademisi Universitas Oxford menjelaskan, “Sayangnya, tes yang kami lihat sampai saat ini belum berjalan dengan baik." Dia menambahkan, "Kami melihat banyak negatif palsu dan kami juga melihat positif palsu. Ini bukanlah alat pengujian yang baik."

Pemerintah Inggris telah memesan 3,5 juta alat tes antibodi, sebagian besar dari China, bulan lalu. Pesanan sementara 17,5 juta unit ditempatkan di sembilan perusahaan di Inggris, Daily Telegraph mencatat. Tetapi Bell mengatakan tidak ada yang cukup andal untuk dipakai dalam pengujian massal.

Sharon Peacock dari lembaga Kesehatan Masyarakat Inggris sebelumnya menggembar-gemborkan alat tes darah dengan jari itu sebagai "game-changer." Diharapkan bahwa alat tersebut akan memungkinkan pemerintah untuk mengkonfirmasi siapa yang telah membangun kekebalan terhadap virus, memungkinkan mereka lepas dari karantina, dan kembali bekerja. 

Peacock awalnya mengatakan tes akan diluncurkan dalam beberapa hari, namun karena kegagalan memberikan hasil yang akurat, warga Inggris terpaksa menunggu lebih lama untuk bisa mendapatkan tes.Namun, Kepala Penasihat Medis Pemerintah Chris Whitty mengatakan, ia yakin tes yang sukses pada akhirnya akan dikembangkan.

Pemerintah sekarang akan meminta pengembalian uang untuk peralatan yang tidak memadai, menurut The Telegraph.

Inggris saat ini sedang berjuang menekan infeksi COVID-19, dengan memerintahkan warga untuk tinggal di rumah dengan beberapa pengecualian. Sementara itu, Perdana Menteri Boris Johnson - yang dites positif terkena virus bulan lalu - telah dirawat di unit perawatan intensif rumah sakit London setelah kondisinya memburuk pada hari Senin.

Perdana menteri harus diberikan oksigen tetapi belum sampai memakai ventilator, kata pejabat rumah sakit. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Dominic Raab memimpin pemerintahan sementara menggantikan Johnson. Inggris  sejauh ini telah mengkonfirmasi 52.279 kasus COVID-19 dengan 5.385 kematian dan 287 pemulihan, menurut Universitas Johns Hopkins.

Inggris adalah negara Eropa yang baru saja mengeluh tentang kemanjuran pasokan medis yang bersumber dari Tiongkok. Beijing — yang tampaknya telah mengendalikan wabah nasionalnya — kini berputar untuk membantu negara-negara lain di seluruh dunia yang berjuang melawan virus itu. Pemerintah telah mengirim dokter dan berton-ton peralatan ke negara-negara di Eropa, Amerika Utara dan di tempat lain. 

Tetapi negara-negara termasuk Spanyol, Belanda dan Republik Ceko telah lebih dulu menolak ribuan barang peralatan medis yang dikirim oleh perusahaan-perusahaan Cina karena salah atau tidak akurat. (Newsweek)

 

(Liesl Sutrisno\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar