PTTUN Menangkan Wali Kota Depok soal Polemik SDN Pondok Cina 1

Selasa, 23/01/2024 18:37 WIB
PTTUN DKI Jakarta (Dok.PTTUN DKI Jakarta)

PTTUN DKI Jakarta (Dok.PTTUN DKI Jakarta)

Jakarta, law-justice.co - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta memutuskan memenangkan Wali Kota Depok M. Idris atas gugatan 11 wali murid atau orang tua murid di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Cina 1.

Majelis hakim PTTUN Jakarta menguatkan putusan PTUN Bandung.

"Mengadili, menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor: 44/G/TF/2023/PTUN.BDG tanggal 11 September 2023 yang dimohonkan banding," demikian bunyi amar putusan perkara nomor: 314/B/TF/2023/PT.TUN.JKT dikutip Selasa 23 Januari 2024.

Perkara tersebut diadili oleh ketua majelis hakim Santer Sitorus dengan hakim anggota yaitu Arif Nurdua dan Ariyanto. Putusan diucapkan dalam persidangan yang dibuka untuk umum secara elektronik melalui Sistem Informasi Pengadilan pada Selasa, 9 Januari 2024.

Menurut majelis hakim, gugatan para pembanding atau semula para penggugat masih prematur karena para pembanding atau semula para penggugat belum menempuh upaya administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan jo Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif.

Surat keberatan para pembanding atau semula para penggugat tertanggal 9 Januari 2023 (bukti P-34), menurut majelis hakim, tidak menyebut secara jelas dan tegas objek sengketa.

"Menghukum para pembanding atau semula para penggugat untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat peradilan, yang untuk
tingkat banding ditetapkan sejumlah Rp250.000,00," jelas hakim dalam amar putusannya.

Kasasi

Tim Advokasi SDN Pondok Cina 1 yang bertindak sebagai penasihat hukum dari wali murid atau orang tua murid SDN Pondok Cina 1 menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Mereka tidak terima dengan putusan PTTUN Jakarta.

"Upaya hukum kasasi ini diajukan sebagai ikhtiar untuk mendorong agar lembaga peradilan kembali mengambil posisinya sebagai benteng terakhir bagi para pencari keadilan dengan mengoreksi tindakan pemerintah yang keliru dan memberikan pemulihan yang efektif kepada siswa-siswi SDN Pondok Cina 1 (effective judicial remedies) akibat dampak dari tindakan Wali Kota Depok tersebut," jelas Aprillia Lisa Tengker dari Tim Advokasi SDN Pondok Cina 1 melalui keterangan tertulis.

Tim Advokasi, terang Aprillia, menilai putusan majelis hakim pengadilan tingkat pertama dan banding adalah putusan yang dangkal, sesat pikir, dan tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) maupun ketentuan hukum yang berlaku.

Menurut dia, majelis hakim di dua tingkat peradilan tidak mampu memahami maksud dan hakikat upaya administratif.

Politik hukum dalam UU Administrasi Pemerintahan memosisikan upaya administratif sebagai upaya pertama atau premium remedium dalam menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Sementara penyelesaian sengketa di PTUN merupakan upaya terakhir atau ultimum remedium.

"Berdasarkan hal tersebut di atas, seharusnya majelis hakim tingkat pertama maupun banding tidak mempersoalkan perbedaan objek dalam gugatan maupun upaya administratif secara berlebihan," kata Aprillia.

Menurut dia, tidak terdapat perbedaan substansial antara objek upaya administratif dengan objek gugatan.

Para penggugat pada pokoknya meminta Wali Kota Depok untuk menghentikan praktik pemusnahan aset secara sewenang-wenang/penggusuran SDN Pondok Cina 1, mencabut dan membatalkan persetujuan alih fungsi SDN Pondok Cina 1 menjadi masjid yang tidak sesuai peruntukannya, dan meninjau ulang rencana merger/ regrouping SDN Pondok Cina 1.

Lebih lanjut, Aprillia mempermasalahkan alasan formil yang menjadi pegangan majelis hakim menolak gugatan para pembanding atau semula para penggugat.

"Karena `bermain-main` pada hal-hal formil, majelis hakim tingkat pertama maupun banding dalam perkara ini gagal menangkap fakta persidangan secara utuh," beber
Aprillia.

"Khususnya mengenai pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan AUPB [Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik] yang dapat dilihat dari penerbitan KTUN oleh Wali Kota Depok yang tidak didasarkan pada kajian yang komprehensif dan tidak dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan aspirasi para penggugat secara bermakna," kata Aprillia.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar