Putusan Banding Gugatan SDN Pondok Cina 1 Rugikan Anak Didik

Selasa, 23/01/2024 21:21 WIB
PTTUN DKI Jakarta (Dok.PTTUN DKI Jakarta)

PTTUN DKI Jakarta (Dok.PTTUN DKI Jakarta)

Jakarta, law-justice.co - Tim Advokasi SDN Pondok Cina 1 yang bertindak untuk dan atas nama orang tua siswa/siswi SDN Pondok Cina 1 mengajukan upaya hukum kasasi terhadap Putusan PTTUN Jakarta nomor 314/B/TF/2023/PT.TUN.JKT yang memperkuat Putusan PTUN Bandung nomor 44/G/TF/2023/PTUN.BDG.

Tim Advokasi SDN Pondok Cina 1 menyayangkan putusan-putusan tersebut karena gugatan orang tua siswa/siswi SDN Pondok Cina 1–terkait dengan pemusnahan aset secara sewenang-wenang/penggusuran SDN Pondok Cina 1 dengan dalih alih fungsi menjadi masjid–masih dinyatakan tidak dapat diterima hanya karena hal-hal yang menurut kami tidak penting.

Dalam pertimbangannya, putusan tingkat pertama maupun banding menyatakan bahwa objek dalam gugatan berbeda dengan objek dalam upaya administratif yang dilayangkan oleh Para Penggugat kepada Walikota Depok pada Januari 2023 lalu. Lebih lanjut, Para Penggugat bahkan dianggap sama sekali belum mengajukan upaya administratif, sehingga gugatannya dinyatakan prematur.

Tim Advokasi SDN Pondok Cina 1 menilai bahwa pertimbangan putusan tingkat pertama yang kemudian diperkuat pada tingkat banding adalah putusan yang dangkal, sesat pikir, dan tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM), maupun ketentuan hukum yang ada.

Terhadap putusan-putusan tersebut, Tim Advokasi SDN Pondok Cina 1 berpandangan sebagai berikut:

Pertama, Majelis Hakim tingkat pertama maupun banding tidak mampu memahami maksud dan hakikat upaya administratif. Padahal jika dibaca secara cermat, politik hukum dalam UU Administrasi Pemerintahan memosisikan upaya administratif sebagai upaya pertama (premium remedium) dalam menyelesaikan sengketa tata usaha negara, sedangkan penyelesaian sengketa di PTUN merupakan upaya terakhir (ultimum remedium). Berdasarkan hal tersebut di atas, seharusnya Majelis Hakim tingkat pertama maupun banding tidak mempersoalkan perbedaan objek dalam gugatan maupun upaya administratif secara berlebihan.

Telah menjadi pengetahuan umum dan hal yang lumrah dalam praktik, bahwa objek gugatan sering kali berbeda dengan objek dalam upaya administratif. Hal tersebut karena hakim dalam perkara TUN diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang datang kepadanya (proses dismissal), serta mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Dalam prosesnya, hakim bahkan diwajibkan memberi nasihat kepada penggugat terkait dengan gugatan yang diajukannya.

Jika kita kembali melihat objek dalam upaya administratif dalam perkara ini, tidak terdapat perbedaan substansial antara objek upaya administratif dengan objek gugatan. Para Penggugat, yang pada pokoknya meminta (i) Walikota Depok untuk menghentikan praktik pemusnahan aset secara sewenang-wenang/penggusuran SDN Pondok Cina 1; (ii) mencabut dan membatalkan persetujuan alih fungsi SDN Pondok Cina 1 menjadi masjid yang tidak sesuai peruntukannya; dan (iii) meninjau ulang rencana merger/regrouping SDN Pondok Cina 1.

Kedua, putusan tingkat pertama maupun banding dalam perkara ini merupakan bagian dari tren buruk putusan PTUN yang hanya mempertimbangkan hal-hal formil ketimbang hal-hal yang bersifat substansial, khususnya dalam gugatan-gugatan yang berdimensi kepentingan publik.

Tidak diterimanya gugatan penggugat dengan alasan formil terkait dengan upaya administratif menunjukkan bahwa putusan tingkat pertama maupun banding dirumuskan dalam cara berpikir yang dangkal tanpa mempertimbangkan hal-hal yang substansial. Hal tersebut menurut kami kurang lebih sama dengan putusan PTUN Jakarta dalam perkara gugatan pembatalan Surat Presiden (Surpres) Omnibus Law pada 2020; gugatan perbuatan melawan hukum pengangkatan dan pelantikan PJ Kepala Daerah pada 2023 di PTUN Jakarta, ataupun gugatan masyarakat adat Aywu izin kelayakan lingkungan PT Indo Asiana Lestari di PTUN Jayapura, yang mana gugatan-gugatan tersebut kandas karena hal-hal formil. Padahal, Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung telah menyadari pentingnya mengutamakan keadilan substantif dibandingkan keadilan formal sebagaimana dirumuskan dalam SEMA 1/2017.

Karena “bermain-main” pada hal-hal formil, Majelis Hakim tingkat pertama maupun banding dalam perkara ini gagal menangkap fakta persidangan secara utuh. Khususnya mengenai pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan AUPB yang dapat dilihat dari penerbitan KTUN oleh Walikota Depok yang tidak didasarkan pada kajian yang komprehensif dan tidak dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan aspirasi Para Penggugat secara bermakna.

Ketiga, tindakan Walikota Depok yang dirumuskan sebagai objek gugatan oleh Para Penggugat melanggar hak atas pendidikan. Dalam fakta persidangan, terbukti bahwa Walikota Depok telah melanggar hak atas pendidikan siswa-siswi SDN Pondok Cina 1 dengan melakukan regrouping secara sepihak, sehingga siswa-siswi SDN Pondok Cina 1 terpaksa untuk pindah ke SDN Pondok Cina 3 dan SDN Pondok Cina 5 untuk dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar, serta memindahkan Guru SDN Pondok Cina 1 ke SDN Pondok Cina 3 dan SDN Pondok Cina 5, sehingga menelantarkan siswa-siswi SDN Pondok Cina 1.

Pemindahan guru tersebut telah membuat kegiatan belajar mengajar di SDN Pondok Cina 1 menjadi terganggu dan berakibat pada menurunnya nilai serta prestasi siswa-siswi SDN Pondok Cina 1. Selain itu, Para Penggugat juga dapat membuktikan bahwa serangkaian upaya pemusnahan aset yang dilakukan oleh Walikota Depok telah berdampak pada terganggunya psikologis siswa-siswi SDN Pondok Cina 1 yang mengalami trauma dan distres, sebagaimana dibuktikan dari hasil pemeriksaan psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Upaya hukum kasasi ini diajukan sebagai ikhtiar untuk mendorong agar lembaga peradilan kembali mengambil posisinya sebagai benteng terakhir bagi para pencari keadilan dengan mengoreksi tindakan pemerintah yang keliru dan memberikan pemulihan yang efektif kepada siswa-siswi SDN Pondok Cina 1 (effective judicial remedies) akibat dampak dari tindakan Walikota Depok tersebut.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar