ULMWP Pastikan Tak Ada Mobilisasi Massa Pada Peristiwa Wamena

Senin, 14/10/2019 09:40 WIB
Direktur Eksekutif ULMWP, Markus Haluk (wani)

Direktur Eksekutif ULMWP, Markus Haluk (wani)

Jakarta, law-justice.co - Organisasi Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement For West Papua (ULMWP) memastikan tak ada mobilisasi massa dalam aksi demonstrasi berujung rusuh di Wamena, Papua, akhir September lalu.

Direktur Eksekutif ULMWP, Markus Haluk mengatakan apa yang terjadi merupakan bentuk pembelaan diri serta aksi spontanitas warga yang menyaksikan ada penembakan pada pelajar.

Menurut Haluk, sesuai hukum adat menyebut apabila ada anak-anak atau kaum perempuan terluka maka harus dibela.

“Dalam bahasa Wamena disebutnya,’Humi yukurugi wene inyokodek’ bahwa kaum perempuan dan anak-anak tidak tau masalah. Oleh sebab itu, mereka mesti dilindungi. Namun sebaliknya, apabila ibu-ibu dan anak-anak yang menjadi korban, ‘inyawim hiam-hiam ninane uok….’ bahwa kita akan lakukan pembelaan dan perlawanan pada sore-malam,” kata Markus seperti melansir jubi.co.id.

Ia menambahkan situasi yang terjadi di Wamena, murni aksi spontan karena menyaksikan korban berjatuhan. Setidaknya ada 15 orang Wamena ditembak mati dan lebih dari 44 orang telah menjadi korban luka tembak.

“Sebaliknya, warga pendatang berlindung dibalik senjata aparat keamanan hingga mengungsi di kantor TNI/Polri terdekat di Kota Wamena. Pada saat yang sama aparat keamanan melakukan penembakan terhadap warga sipil orang asli Papua yang sebagiannya adalah siswa sekolah,” jelas Haluk.

Ia menambahkan sekalipun marah atas jatuhnya korban, namun aksi saling tolong masih terlihat saat kerusuhan terjadi. Banyak korban yang diselamatkan oleh Suku Hubula, Yali, Lanny, Walak, dan Nduga.

“Tindakan perlindungan dan penyelamatan yang terjadi sejalan dengan pesan tetuah adat bahwa ‘Sely wim meke uma ukiaga halok mege bisap nen hanom apema buu’, atau kendatipun mereka adalah musuhmu, tetapi kalo sudah masuk di rumah harus melindungi mereka. Berikan juga rokok sebagai tanda larang/perlindungan kepadanya. Pesan leluhur ini senantiasa dipegang serta diwariskan oleh setiap orang Melanesia khususnya dari Suku Hubula Lembah Balim serta Suku-Suku sekitarnya,” kata Haluk.

Sementara itu, Ketua Komite Legislatif ULMWP, Edison Waromi menegaskan bahwa perjuangan yang dilakukan bukanlah melawan pendatang di Papua.

“Perjuangan nasional bangsa Papua melalui ULMWP juga tidak dilandasi oleh sentimen SARA (Suku, Agama, dan Ras) melainkan terus menuntut kepada pemerintah Indonesia dan para pihak yang terlibat dimasa lalu untuk memberikan Referendum sebagai solusi demokratis, adil dan beradab untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat bangsa Papua sebagaimana segenap rakyat Indonesia memperolehnya melalui proklamasi pada 17 Agustus 1945 dari kekuasaan Jepang dan Belanda,” tegas Waromi.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar