Abeth You

Eskalasi Kekerasan Meningkat Karena Pembiaran Oleh Presiden Jokowi

Senin, 15/04/2024 18:19 WIB
Jajaran TNI AL dan Polri meminta maaf kepada masyarakat atas bentrok yang terjadi di Sorong, Papua Barat. (Dok. Polda Papua Barat)

Jajaran TNI AL dan Polri meminta maaf kepada masyarakat atas bentrok yang terjadi di Sorong, Papua Barat. (Dok. Polda Papua Barat)

Jakarta, law-justice.co - Sejumlah kekerasan di Tanah Papua, terutama ideologi Papua Merdeka dan NKRI harga mati beberapa hari terakhir makin meningkat.

Ada yang disiksa di dalam drum, ada anak di bawah umur tertembak di dalam rumah, ada juga anggota TNI yang ditembak TPNPB-OPM di tengah jalan raya, dan banyak lagi. Demikian disampaikan Administrator Keuskupan Timika, Pastor Marthen Ekowaibii Kuayo, Pr kepada Jubi via telepon pada Minggu (14/4/2024).

 

*“Jika kondisi ini dilihat dengan seksama, maka ini adalah bukti pembiaran oleh Presiden Jokowi terkait pendekatan dalam menangani Papua selama 10 tahun, karena ia menjadi kepala negara Republik Indonesia,” ujarnya.* 

 

Pembiaran oleh Pemerintahan Jokowi terhadap kekerasan di Papua antara TPNPB-OPM dan TNI-Polri, kata Pastor Marthen, mengakibatkan tindakan mengarah pada tingkat kebrutalan dan tidak menghargai prinsip humaniter.

 

Pastor Marthen menambahkan eskalasi gangguan keamanan dan kekerasan di Papua meningkat dalam beberapa waktu terakhir hingga menyebabkan banyak nyawa melayang. Entah TNI, Polri, TPNPB, maupun warga sipil yang terdiri dari ibu-ibu, anak-anak, para pemuda, dan bapak-bapak.

 

Sebagai pimpinan agama Katolik di Keuskupan Timika, ia turut prihatin dengan semua kejadian, sebab pernyataan pihak Keuskupan melalui suara kenabian tidak berbuah manis.

 

“Tentu kondisi ini sangat memprihatinkan dan membutuhkan intervensi yang cepat dan tepat dari para stakeholder terkait,” ujarnya.

 

Ia mengkhawatirkan akan banyak warga sipil Papua berjatuhan apabila Pemerintahan Jokowi menganggap konflik bersenjata di Papua hanya biasa-biasa saja.

 

“Tindakan dari kedua bela pihak (TNI-Polri dan TPNPB-OPM) mengarah pada sadisme dan dendam yang kuat.

 

Perang terjadi di ruang publik, di tengah kota, kabupaten, di pasar, di sekolah. Maka ada korban anak, mama-mama, masyarakat sipil,” katanya.

 

*Selama ini, lanjut Pastor Marthen, mungkin banyak hal yang terjadi di rimba hutan Papua, namun tidak diketahui lantaran wilayah ini tertutup untuk dunia luar.* 

 

“Beberapa kasus yang terungkap akhir-akhir ini membuka mata kita dan menyadarkan kita bahwa terjadi pelanggaran berat, tapi didiamkan saja dan dianggap biasa,” katanya.

 

Konflik terakhir di Papua menyebabkan seorang Danramil 04 Aradide Paniai ditemukan tewas bersimbah darah di ruas jalan raya Enarotali-Komopa, persis di Pasir Putih Ekadide.

 

Ia berharap semua pihak tidak melakukan tindakan apapun yang dapat mengakibatkan konflik dan kekerasan di Papua semakin meluas.

 

“Caranya, pemerintah Jokowi meminta kepada kelompok TPN-PB OPM dan juga aparat untuk menghindari adanya kekerasan sambil melakukan perundingan,” ujarnya.

 

Menentukan perundingan merupakan tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.

 

“Dalam perundingan dibutuhkan tindakan kedua belah pihak, baik yang nyata maupun yang tidak, di mana pihak-pihak yang berunding memberikan persetujuannya, difasilitasi oleh pihak ketiga atau PBB,” katanya.

 

Pastor Marthen menyayangkan nilai-milai luhur bangsa yang tercantum dalam Pancasila hanya menjadi buah bibir dan pemanis mulut para pejabat di Jakarta. Ia mengutip pernyataan Rocky Gerung bahwa ‘pejabat Jakarta (Jokowi) tidak paham Pancasila pada acara ILC yang disiarkan TvOne, Selasa (3/12/18) dengan tema ‘Maju Mundur Izin FPI’.

 

Selain itu, tambah Pastor Marthen, korupsi mulai mengarah seakan-akan satu pekerjaan halal, nilai kemanusiaan, nilai permusyawaratan, nilai gotong royong, ketuhanan hanya menjadi pelajaran yang dihafal mati di ruang kelas untuk mendapatkan nilai rapor.

 

“Akibat pemerintah Jakarta tidak paham Pancasila nilai musyawarah mufakat dan gotong royong, maka ketika diminta buka dialog oleh berbagai pihak wajar saja pemerintah tidak tanggapi,” ujarnya.

 

Ia berharap nilai-nilai luhur Pancasila diterapkan secara nyata di Tanah Papua. “Supaya tidak ada pembunuhan lagi. Perang di ruang publik harus dihentikan,” katanya.(*)

 

Penulis: Abeth You 

Editor: Syofiardi

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar