Presiden, Jangan Pilih Menteri Segala Urusan dan Tukang Bisik

Sabtu, 17/08/2019 05:13 WIB
Presiden Jokowi bersama para anggota Kabinet Kerja (Topkini)

Presiden Jokowi bersama para anggota Kabinet Kerja (Topkini)

[INTRO]
Ungkapan Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya di Sidang MPR tgl 16 Agustus 2019, mendapat komentar beragam dari berbagai pihak. Presiden mengajak pentingnya persatuan, solidaritas dan kekeluargaan dalam berbangsa dan bernegara. Jokowi mengajak semua komponen bangsa untuk bersatu membangun Indonesia.
 
Penekanan pidato Presiden Jokowi tersebut terlihat jelas bahwa dia menginginkan dengan amat sangat bahwa Prabowo Subianto sebagai tokoh besar negara ini untuk ikut membantunya bersama-sama lima tahun ke depan dalam menjalankan roda pemerintahan. Kata persatuan selalu diungkapkan oleh Presiden Jokowi dan meminta semua partai ikut andil dalam kelangsungan perjalanan bangsa ini kedepan, ujar pengamat politik Dr. Safri Muiz kepada Law-Justice.co di Jakarta, Sabtu (17/8).
 
Jokowi dalam periode kedua ini dengan tegas mengatakan menggandeng semua kekuatan dan komponen bangsa untuk bekerja sama membangun Indonesia. Terutama dengan semua partai-partai politik guna menyelaraskan kebijakan-kebijakan yang akan dia putuskan bersama zaken kabinet. Sehingga Jokowi ingin meminimalisasi kegaduhan dan riak baik di parlemen, pemerintahan maupun di rakyat, baik yang pendukung beliau maupun yang bukan pendukung beliau dalam Pilpres lalu.
 
Karena itu Presiden harus hati-hati mengangkat Menteri yang kepemimpinannya jangan justru jadi "Menteri Segala Urusan" seperti periode pertama. Menteri model seperti ini yang justru sering membuat gaduh dan mempunyai agenda kepentingan sendiri untuk pribadi atau perusahaannya. Juga menteri yang bertipe suka menjadi tukang bisik yang berpotensi memberi disinformasi, tambah Safri.
 
Biduk berlau kiambang bertaut, peribahasa tersebut merupakan kesadaran atas keterbelahan pendukung pada saat pilpres yang lalu. Jokowi menyadari betul bahwa pendukung Prabowo Subianto yang begitu besar, dan kecenderungan dari kalangan terdidik bangsa ini, bila tidak di akomodir akan menjadi masalah besar bagi perjalanan pemerintahanya lima tahun yang akan datang, lanjut Safri.
 
Berkumpulnya kiambang sejenis tanaman yang tumbuh dan menyebar begitu cepat, akan terbelah bila ada perahu yang melewati. Tapi kiambang ini akan dengan cepat menyatu kembali bila perahunya telah berlalu. Jokowi menganologi seperti itu, pada saat kontestasi pilpres yang lalu. Tapi setelah selesai kontestasi mari kita menyatu kembali demi Indonesia, ujar Safri.
 
Pernyataan Presiden Jokowi ini benar-benar ungkapan bahwa persahabatannya dengan Prabowo sebagai bekas kandidat Presiden, sangat erat. Tetapi setelah pilpres selesai saling hormati dan persahabatan tetap terjaga, demi keuntuhan bangsa dan negara, dari Sabang sampai Merauke. Sehingga perjalanan ini harus dimaknai bahwa Indonesia sebagai bangsa dan negara haruslah lebih baik, tapi kenyataannya masih mengalami distorsi terutama dalam hal keadilan dan kemakmuran yang belum merata.
 
Pemerataan dalam segala bidang perlu Jokowi tunjukan pada periode kedua pemerintahannya ini. Rakyat Indonesia begitu menunggu dan berharap. Bahwa laju pemerintahan ini akan membuat kehidupan rakyat akan lebih adil dan makmur. Rakyat juga ingin bahwa pemerintahan kedua Jokowi ini benar-benar tidak terjebak oleh janji-janji pada saat kampanye pilpres saja. Tetapi mereka menunggu realisasi janji tersebut menjadi kenyataan. 
 
Dalam pidato Presiden Jokowi dengan visi "Indonesia Maju", dia mengajak semua komponen bangsa, termasuk partai-partai yang ada di Indonesia untuk mewujudkan visi beliau tersebut. Indah dan menyejukan isi pidato Jokowi harus tercermin dalam kebijakan pembangunan dan pemerintahannya, termasuk dalam memilih para menteri di kabinet dan pimpinan lembaga negara lainnya, tegas Safri.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar