Saat Penjaga Marwah Keuangan Negara Turut Selingkuh Dalam Kasus Korupsi
Telisik Sosok Auditor BPK di Belitan Kasus Korupsi Rel DJKA
Ilustrasi: Sosok auditor BPK yang terbelit kasus dugaan korupsi di DJKA Kemenhub. (bing)
law-justice.co - Peran auditor negara di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) layaknya penjaga marwah keuangan negara mencegah terjadinya korupsi. Posisinya di hilir atau akhir dari sebuah proyek untuk memastikan tidak ada penyimpangan dan uang negara yang digarong. Apa jadinya jika, penjaga marwah justru selingkuh dalam persekongkolan korupsi?
Kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan bisa jadi merupakan salah satu kasus korupsi yang berpotensi menggoyahkan episentrum politik republik ini. Bukan saja nilai proyek ini yang tergolong jumbo, namun juga subyek yang diduga terlibat dan turut serta terlibat menyangkut sejumlah nama-nama tenar.
Dalam kasus yang ditangani oleh Pemberantasan korupsi ini, penyidik sempat memeriksa Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto untuk diperiksa sebagai saksi. Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK, Hasto menyeret 2 nama menteri era Presiden Joko Widodo terkait aliran dana korupsi Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) yang mengalir ke rumah aspirasi pemenangan Jokowi-Ma`ruf di Pilpres 2019.
Dua nama menteri yang disorot Hasto dalam kasus tersebut adalah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri BUMN Erick Thohir. Hasto membeberkan alasannya diperiksa di kasus korupsi DJKA dan hal tersebut terkait pada kontestasi Pilpres 2019 lalu. Saat itu Hasto sebagai Sekretaris Tim Pemenangan Jokowi-Maruf.
Hasto menyatakan berdasarkan keterangan Adhi Dharmo yang saat itu menjadi Kepala Sekretariat Kantor terkait dengan pengelolaan rumah aspirasi di Jalan Proklamasi. "Nah, saat itu berdasarkan kebijakan dari Ketua Tim Pemenangan Bapak Erick Thohir dikatakan, bahwa ada pihak-pihak sesama jajaran menteri yang kemudian bergotong-royong," kata Hasto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (20/08/2024).
Selain Hasto, ada juga nama politisi PDI Perjuangan yang tersenggol. Sadarestuwati pada Jumat 23 Agustus 2024. Anggota Komisi V DPR itu diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub) RI. Pemeriksaan Sadarestuwati guna memperkuat alat bukti serta melengkapi berkas perkara tersangka sekaligus Direktur PT Istana Agung Putra, Dion Renato Sugiarto (DRS) dkk.
Adapun nama Sadarestuwati turut disebut dalam salinan putusan Harno Trimadi yang telah diputus bersalah atas kasus dugaan suap proyek di DJKA Kemenhub. Nama Sadarestuwati disebut dalam List kegiatan DJKA dan Dapil Anggota Komisi V DPR RI.
Terkini, Komisi Pemberantasan Korupsi juga menetapkan tersangka dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, seorang pemeriksa di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai tersangka kasus dugaan suap di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Apakah teman-teman sudah mengetahui bahwa terkait DJKA atau jalur kereta ini sudah ada tersangka dari BPK? Belum ya? Oke jadi kami menyampaikan terkait jalur kereta, sudah ada yang jadi tersangka," Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya dikutip Sabtu (16/11/2024).
Modus Korupsi Auditor Negara, Hapus Temuan
Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terlibat kasus korupsi Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Laporan hasil pemeriksaan sejumlah proyek perbaikan dan pembangunan rel dipoles sedemikian rupa untuk kepentingan sejumlah pemenang proyek dan pejabat Kemenhub, yang membancak uang proyek. Sang auditor mendapat imbal dari hasil poles laporan audit sepanjang 2021-2023, jumlahnya hingga 5 persen dari setiap total proyek yang berkisar satuan miliar hingga ratusan miliar tersebut.
Bukan hanya satu, tapi tiga proyek di Jawa, Sumatra dan Sulawesi yang dikondisikan laporan auditnya oleh auditor BPK ini. Di proyek Jawa dan Sumatra, PT KA Properti Manajemen (KAPM) yang menggarap dua proyek dengan total Rp 50,7 miliar. Tender puluhan miliar yang dieksekusi anak usaha BUMN PT KAI itu berlangsung pada 2022 dan 2023. Direktur KAPM, Yoseph Ibrahim dan VP KAPM ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2023 hingga akhirnya menjadi terpidana dengan vonis penjara di bawah 3 tahun.
Dalam fakta persidangan, Yoseph dan Parjono mengakui memberi sejumlah uang kepada auditor BPK bernama Medi Yanto Sipahutar melalui perantara. Medi berstatus auditor madya yang di bawah anggota BPK I saat itu, yaitu Hendra Susanto. Anggaran proyek yang dipakai untuk pengkondisian mencapai 10 persen dari total nilai proyek atau Rp 2 miliar. Uang itu tidak diberikan semua kepada Medi, tetapi dibagi pula ke auditor internal di Kemenhub.
Adapun perantara yang dimaksud Yoseph dan Parjono adalah Fadliansyah. Dia berstatus PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Kemenhub, yang juga menjadi terpidana dalam kasus ini. Dari tangan Fadliansyah, Medi menerima setoran awal sebanyak Rp 300 juta pada Desember 2022. Pada waktu bersamaan, audit proyek DJKA Kemenhub sedang digarap Medi. “Uang tersebut digunakan oleh terdakwa untuk diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan,” begitu kata Fadliansyah, mengutip isi berkas perkara.
Atasan Fadliasnyah bernama Harno Trimadi, yang berstatus Direktur Prasarana Perkeretaapian juga terlibat. Melalui perintahnya, Yoseph dan Parjono diarahkan ke Fadliansyah untuk mengkondisikan PT KAPM sebagai pemenang tender. Berdasar arahan Harno pula, pejabat KAPM diminta mengeluarkan fee untuk auditor BPK.
Selain proyek yang digarap KAPM, Medi juga ditengarai menerima sejumlah uang dari kontraktor proyek rel di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Makassar. Di Jawa, proyek rel dimenangkan oleh PT Istana Putra Agung, yang dimiliki Dion Renato Sugiarto. Perusahaan Dion memenangkan lima tender, dengan nilai proyek ratusan miliar.
Mantan Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (27/4/2023). (Antara via Sindonews)
Proyek terbesar adalah pembangunan jalur ganda KA elevated yang membentang sepanjang Solo Balapan hingga Kadipiro, Jawa Tengah, yang bernilai Rp 195 miliar. Proyek itu digarap sejak 2022 atau setahun sebelum KPK menetapkan Dion Renato sebagai tersangka dan menjadi terpidana pada September 2023.
Dalam kesaksian Medi kepada KPK pada Juli 2023, dia mengaku berulang kali bertemu Dion Renato. Setiap pertemuan berujung pada kesepakatan dan pemberian uang. Medi mengaku menerima uang sebanyak Rp 725 juta, yang diberikan secara bertahap. Dari uang itu, Medi membeli rumah seharga Rp 500 juta di Medan, Sumatra Utara.
Uang yang mengalir ke Medi dari Dion seusai BPK menemukan sejumlah kelebihan pembayaran pada proyek. Jumlahnya mencapai Rp 6 miliar lebih. “Uang pembelian rumah tersebut saya peroleh dari uang terima kasih dan persahabatan dari rekanan di Kereta Api,” kata Medi dalam persidangan pada 2023.
Jumlah uang yang diterima Medi dari Dion ditaksir lebih dari Rp 700 juta. Saksi lain dalam persidangan bernama Sugiri Sangoko mengaku sempat menerima uang titipan untuk Medi dari Dion sebesar Rp237 juta. Uang titipan ini terkait dengan usaha Dion untuk memperkenalkan Sugiri kepada Medi. Adapun perusahaan Sugiri, yaitu PT Giri Bangun Sentosa memenangkan proyek rel Jalur Siding Mangilu – Tonasa, Sulawesi pada 2022 dengan total miliaran rupiah. Dari kantong Sugiri, uang juga mengalir ke Medi. Dalam pertemuan di sebuah hotel di Surabaya, Sugiri memberikan uang awal sebesar Rp 200 juta. “Sejumlah uang komitmen fee dan fasilitas lainnya adalah agar saya mendapatkan paket pekerjaan yang saya kerjakan bisa menjadi lancar,” kata Sugiri dalam persidangan.
Jumlah uang yang berikan Sugiri kepada Medi terus bertambah sampai miliaran. Untuk pemberian kali ini melalui perantara bernama M. Hikmat. Dia adalah pemilik PT Dwifarita Fajarkharisma, yang juga menjadi terpidana dalam kasus ini. Uang ini mulanya masuk ke pejabat Kemenhub berstatus PPK di Makassar, sebelum berpindah tangan sampai ke Medi. “(Saya) pernah menyerahkan uang yang saya kirimkan kepada M. Hikmat sebesar Rp.1.900.000.000,” ujar Sugiri.
Seusai diberi uang, Medi yang mengaudit proyek DJKA Kemenhub di Sulawesi mengklaim tidak ada temuan yang menjurus kerugian negara. “Pemeriksaan BPK terhadap pengembangan kereta api di BTP Sulawesi Selatan tahun 2021-2023 saat saya menjadi pengendali teknis setahu saya tidak ada temuan. Seingat saya memang ada 3 (tiga) paket yang awalnya progresnya tidak sesuai tetapi ketika kami lakukan pemeriksaan paket pekerjaan tersebut sudah selesai. Tim tidak mempermasalahkan hal tersebut,” ujar Medi.
Relasi Hikmat-Medi tak tiba-tiba ada. Mulanya, Medi mengenal Hikmat saat BPK mengaudit proyek rel di Jawa Barat. Jauh sebelum itu, Hikmat mendapat relasi dengan Medi dari Dion Renato, yang juga mendapat proyek rel ganda di jalur Kiaracondong-Cicalengka. Selama proses audit, Hikmat disebut memfasilitasi operasional Hedi dan timnya. Total ada uang Rp 550 juta yang diberi Hikmat kepada Medi atas nama operasional auditor.
Tim BPK yang disebut-sebut merujuk pada sejumlah auditor. Medi dalam kesaksiannya menyebut salah satu nama, yaitu Firman Nurcahyadi. Adapun Firman merupakan atasan Medi, yang berstatus Kepala Auditorat 1 D BPK. Medi mengatakan sejumlah pemberian dari Hikmat semasa proses audit, juga diberikan kepada Firman. “Saya juga menerima dua unit handphone Samsung Fold 3 dari M. Hikmat. Satu unit saya gunakan untuk saya dan sudah hilang, sedangkan satu unit lagi saya berikan kepada Firman,” kata Medi.
Merujuk atasan Medi, selain Firman, adalah Hendra Susanto sebagai Anggota BPK atau paling teratas dalam hierarki lingkup tugas Medi. Law-justice mencoba bertanya soal hasil audit BPK terkait sejumlah proyek DJKA Kemenhub, tapi Hendra menolak menjelaskan. “Mohon maaf, saya sudah tidak di BPK. Jadi, tidak bisa kasih pernyataan, terima kasih,” ujar Hendra.
Direktur Penyidkan KPK, Asep Guntur Rahayu, tidak berkomentar ketika ditanya keterlibatan Medi dalam pusaran kasus korupsi ini. Ihwal siapa auditor BPK yang menjadi tersangka dalam kasus ini, pun belum diungkap. Begitu pula saat ditanya keterlibatan Hendra Susanto. Adapun sebelumya KPK menyatakan telah mengantongi nama tersangka dari auditor BPK. Namun, belum dilakukan penahanan. “Nanti akan dirilis (tersangka) pada waktunya,” ujar Asep.
Korupsi Sampai ke Hilir
Pengamat antikorupsi dari Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan risiko korupsi pada proyek pengadaan barang dan jasa terjadi dari hulu ke hilir. Di hulu, risiko korupsi berawal dari perencanaan--bagaimana patgulipat antara penyedia proyek dan pelaksana proyek, termasuk penentuan siapa pemenang tender. Di level hulu pun, titik rawan korupsi terjadi saat pembelian material pengadaan, yang acak kali di-mark up.
Sedangkan, risiko korupsi di level hilir terjadi antara penyedia dan pelaksana proyek dengan pengawas. “Bahwa ketika sudah pekerjaan selesai. Sebelum disusun laporan hasil pemeriksaan, disampaikan kode-kode terhadap terperiksa bahwa ada indikasi penyimpangan. Dan di situlah dengan kewenangannya menentukan hasil audit, auditor menawarkan kepada auditee untuk mengondisikan hasil auditnya dengan imbalan uang atau fasilitas lainnya,” kata Zaenur.
Kata dia, kekuasaan untuk menetapkan hasil audit itu bersifat berjenjang. Dari setiap jenjang ini, begitu rawan praktik korupsi. Hasil audit yang direkayasa tak selalu di bawah kendali auditor madya. Begitu pula dengan siapa saja yang menikmati aliran suap. Sebab, suap yang diberikan penyedia dan pelaksana proyek berjumlah besar. Dalam keuntungan wajar saja, ada margin 15 persen dari total proyek. Jumlah itu, katanya, bisa dilebihkan jika merujuk kultur korupsi proyek yang selama ini jadi masalah laten. “Dilebihkan untuk suap, mulai dari preman, APH hingga BPK. Jumlahnya beragam, bisa sampai belasan persen,” tuturnya.
Penyebab auditor korup, menurutnya, berasal dari internal institusi BPK yang sudah bobrok. Sederet kasus mulai dari auditor hingga anggota BPK terlibat kasus bancakan menjadi bukti tak beresnya lembaga auditor negara mencegah kerugian keuangan. “Saya melihat ada kerusakan di institusi BPK. Mulai dari kasus BTS dan pengkondisian laporan audit di pemda. Ada nilai integritas yang tidak diajalankan. Dan sampai sekarang belum ada upaya serius memperbaiki,” ucap dia.
Pengamat antikorupsi dari Pukat UGM Zaenur Rohman. (Inilah)
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo mendorong kepada KPK agar serius menjalankan instruksi Presiden Prabowo dalam penegakan hukum. Dengan berbagai kasus yang saat ini sedang ditangani oleh KPK, ini tentu harus bisa diterjemahkan untuk menuntaskan kasus yang saat ini sedang ditangani. “Harusnya organ pembantunya menerjemahkan ini sebagai perintah, sebagai sumber etis kebijakan, sebagai panduan moral untuk sungguh-sungguh menegakkan hukum,” kata Rudianto ketika dikonfirmasi, Jumat (22/11/2024).
Rudianto mengingatkan arahan Presiden Prabowo yang menekankan pentingnya reformasi serta penegakan hukum di Tanah Air. Kasus yang saat ini sedang ditangani oleh KPK tersebut diharapkan bisa segera tuntas, termasuk dengan kasus DJKA yang terjadi di Kemenhub. “Nah ini yang harus diterjemahkan oleh organ penegak hukum supaya kejahatan-kejahatan yang tidak pernah tuntas, bisa segera tuntas,” ujarnya.
Politisi Partai Nasdem tersebut menekankan pada isu pemberantasan korupsi selama ini sudah banyak pengungkapan kasus rasuah namun masih saja kejahatan yang merugikan negara itu tetap terjadi. “Korupsi misalnya. Di Indonesia ada tiga penegak hukum (Polri, Kejaksaan, KPK). Di dunia hanya satu, di Indonesia punya tiga. Tapi hari ini korupsi tidak pernah tuntas,” imbuhnya.
Untuk itu, Rudianto menegaskan bahwa Komisi III DPR RI menaruh harapan kepada pimpinan KPK yang terpilih dapat bekerja dengan sungguh-sungguh, menjalankan sumpah jabatan, serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPK. “Kami yakin pimpinan KPK yang terpilih ini akan menunaikan sumpah jabatan Untuk sungguh-sungguh bekerja dengan baik dan benar. Termasuk di dalamnya meluruskan dan memurnikan kembali penegakan hukum Di bidang pemberantasan korupsi,” tutupnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR F-PDIP Gilang Dhielafararez meminta pimpinan dan Dewas KPK terpilih bisa bersinergi dengan baik. Hal tersebut penting supaya dalam menangani kasus tidak terjadi tumpang tindih di dalam internal KPK. "Menurut saya yang terpenting KPKnya harus sinergi yang baik dulu didalamnya, jadi kasus yang ditangani ini bisa dituntaskan," ujar Gilang, Jumat (22/11/2024).
Terkait dengan dugaan korupsi DJKA, Politisi PDIP tersebut tidak ingin hanya terfokus pada kasus secara khusus yang terpenting KPK bisa memberantas praktik korupsi di Indonesia. Menurutnya, KPK ini memiliki peran yang sangat vital dalam menegakkan supremasi hukum dan memberantas praktik korupsi di Indonesia.
"Oleh karena itu, pemilihan pimpinan dan Dewas KPK merupakan momentum penting yang harus dimanfaatkan secara maksimal, kalau soal kasus yang sedang ditangani semoga bisa segera dituntaskan," ujarnya.
Ia mengatakan DPR mempunyai peran penting dalam menjaga kepercayaan publik. Ia menyebut masyarakat memiliki harapan lebih terhadap lembaga anti-rasuah itu. "DPR bersama rakyat menantikan gebrakan dari KPK dalam upaya penegakan anti korupsi. Masyarakat tentunya menaruh harapan besar kepada Pimpinan KPK dan Dewas KPK terpilih ini demi Indonesia terbebas dari praktik-praktik korupsi," tegasnya.
Dugaan korupsiyang membelit auditor BPK menunjukkan betapa kronisnya tingkat korupsi di republik ini. Sudah tidak ada lagi lembaga yang steril dari praktik korupsi. Penanganan terhadap auditor BPK yang terlibat korupsi mestinya dilakukan secara istimewa dengan orientasi penghukuman maksimal. Sebab, laku para auditor lancung ini membuat kasus-kasus korupsi makin musykil untuk diungkap.
Undang-undang sebenarnya memberi ruang untuk memberikan penghukuman yang lebih berat terhadap aparat negara yang terlibat korupsi. terutama yang memiliki tugas dan kewenangan mencegah korupsi. Dalam kasus seperti yang terjadi di DJKA ini, penghukuman hanya kepada subyek yang tersebut di persidangan saja, sama saja dengan menggantangasap--nyaris tak berguna. KPK harus berani dan beritikad untuk membongkar jejaring mafia audit di BPK hingga ke pucuk pimpinan. Dalam kasus ini saja, nyaris tidak mungkin seorang auditor madya bekerja sendirian. Sebab, finalisasi hasil pemeriksaan sudah bukan lagi domainnya. Tentunya, pihak paling bertanggungjawab adalah dia yang membubuhkan tanda tangan di laporan hasil pemeriksaan.
Komentar