Jaksa KPK Mohon Hakim Tipikor Tolak Eksepsi Syahrul Yasin Limpo

Rabu, 20/03/2024 14:13 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Muhammad Hatta usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Jumat (13/10/2023). Syahrul Yasin Limpo merupakan tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Robinsar Nainggolan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Muhammad Hatta usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Jumat (13/10/2023). Syahrul Yasin Limpo merupakan tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memohon majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) selaku terdakwa kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi.

Jaksa menegaskan surat dakwaan telah disusun sesuai dengan ketentuan Pasal 143 KUHAP sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengadili perkara tindak pidana korupsi atas nama SYL.

"Kami mohon kepada Yang Mulia majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini untuk menolak nota keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa Syahrul Yasin Limpo untuk seluruhnya," jelasnya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu 20 Maret 2024.

Menurut jaksa, banyak argumen tim penasihat hukum SYL dalam eksepsi yang sudah masuk ke dalam pokok perkara sehingga sudah seharusnya ditolak. Selain itu, jaksa menilai tim penasihat hukum tidak sabar dan terlalu dini atau prematur dengan menyampaikan SYL tidak bersalah.

"Kesempatan menyampaikan keberatan atau eksepsi yang diberikan oleh Undang-undang melalui majelis hakim Yang Mulia telah dipergunakan oleh penasihat hukum terdakwa Syahrul Yasin Limpo dengan mengabaikan adanya pembatasan materi keberatan atau eksepsi yang sudah diatur oleh Pasal 156 ayat 1 KUHAP," jelasnya dikutip dari CNN Indonesia.

"Tim penasihat hukum Syahrul Yasin Limpo juga terburu-buru untuk mem-framing persidangan seolah-olah terdakwa bukan pelaku tindak pidana dan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan penuntut umum, melainkan seolah-olah sebagai seorang pahlawan dengan sederet penghargaan yang disampaikan. Padahal, sejatinya hal tersebut terjadi semata-mata tercukupinya alat bukti yang akan terlihat semakin jelas setelah masuk tahap pembuktian di persidangan," kata jaksa menambahkan.

SYL yang merupakan politikus Partai NasDem didakwa melakukan pemerasan hingga mencapai Rp44.546.079.044 dan menerima gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40.647.444.494 selama periode 2020-2023.

Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan dua terdakwa lainnya yaitu Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

SYL menggunakan uang diduga hasil pemerasan untuk keperluan istri; keluarga; kado undangan; Partai NasDem; acara keagamaan dan operasional menteri; charter pesawat; bantuan bencana alam atau sembako; keperluan ke luar negeri; umrah; hingga kurban.

SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ia juga didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) SYL masih dalam tahap penyidikan KPK.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar