Petani Masih Miskin, SYL Malah Korupsi Biaya Skincare Cucu

Sabtu, 18/05/2024 17:08 WIB
Syahrul Yasin Limpo Mantan Menteri Pertanian di Persidangan - Sumber Foto: Kompas.Com

Syahrul Yasin Limpo Mantan Menteri Pertanian di Persidangan - Sumber Foto: Kompas.Com

Jakarta, law-justice.co - Kasus korupsi yang melibatkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi sorotan publik. Dugaan korupsi ini pertama kali diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada September 2023. Sidang kasus ini masih berlanjut, dengan berbagai pejabat Kementerian Pertanian dihadirkan sebagai saksi.

Di tengah masifnya kasus korupsi ini, nasib petani Indonesia malah berada di ujung tanduk dengan berbagai penderitaan yang mereka hadapi setiap harinya.

Pada Rabu, 8 Mei 2024, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan empat pejabat Kementerian Pertanian sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi oleh Syahrul Yasin Limpo.

Empat saksi tersebut adalah Gunawan, Hermanto, Lukman Irwanto, dan Puguh Hari Prabowo. Gunawan menjabat sebagai Direktur Perbenihan Perkebunan, Hermanto sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Lukman Irwanto sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga, dan Puguh Hari Prabowo sebagai Bendahara Pengeluaran Direktorat Jenderal Prasarana Sarana Pertanian.

Dalam kasus ini, SYL didakwa telah menerima uang sebesar Rp44,5 miliar dari hasil pemerasan terhadap anak buah dan direktorat di Kementerian Pertanian untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Pemerasan ini diduga dilakukan dengan bantuan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta, eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, Staf Khusus Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, dan ajudan Panji Harjanto.

Dana hasil korupsi ini digunakan untuk membiayai kebutuhan pribadi SYL dan keluarganya, mulai dari uang jajan istri hingga biaya umrah keluarga.

Aliran Dana Korupsi

Rincian aliran dana korupsi yang dilakukan SYL telah dirangkum oleh CNBC Indonesia Research. Beberapa di antaranya termasuk uang untuk sunatan cucu, skincare anak cucu, pembelian kacamata YSL dan istri, serta biaya dokter kecantikan anak SYL. Tidak hanya itu, masih terdapat beberapa penggunaan dana korupsi yang belum diketahui nominalnya.

Nasib Petani Indonesia

Di tengah gencarnya pemberitaan tentang korupsi di Kementerian Pertanian, kondisi petani di Indonesia tetap memprihatinkan. Meskipun sektor pertanian menjadi tulang punggung perekonomian nasional, kesejahteraan petani masih jauh dari harapan. Petani menghadapi berbagai tantangan seperti lahan sempit, upah yang minim, dan kesejahteraan yang minim.

Lahan Sempit: Mayoritas petani di Indonesia menggarap lahan yang sempit. Data menunjukkan, rata-rata kepemilikan lahan petani hanya sekitar 0,5 hektar per keluarga. Lahan yang sempit ini membuat produktivitas pertanian menjadi rendah dan pendapatan petani pun terbatas. 

Selain itu, lahan yang sempit juga menyebabkan sulitnya menerapkan teknologi pertanian yang lebih modern dan efisien.

Data menunjukkan, sebanyak 4,34 juta petani di Indonesia hanya memiliki lahan pertanian seluas 0,5-0,99 hektare (ha). Selain itu, 3,81 juta petani lainnya mengelola lahan dengan luas 1-1,99 ha, dan sekitar 1,5 juta petani memiliki lahan sebesar 2-2,99 ha. Sementara itu, jumlah petani dengan luas lahan lebih dari 3 ha tidak mencapai 1 juta jiwa.

Dikutip dari CNBC Indonesia, masalah semakin diperparah dengan terus menyusutnya luas lahan pertanian di dalam negeri. Sebagai gambaran, luas lahan baku sawah nasional yang pada tahun 2009 tercatat sebesar 8,07 juta hektar, mengalami penurunan signifikan menjadi 7,46 juta hektar pada tahun 2019.

Salah satu faktor utama penyebab penyempitan lahan pertanian adalah alih fungsi lahan. Lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanian kini beralih menjadi area pemukiman, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya, dan berbagai infrastruktur lain yang mendukung perkembangan masyarakat. Proses alih fungsi lahan ini terjadi terus menerus untuk memenuhi kebutuhan lahan yang semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi.

Upah dan Kesejahteraan Minim: Upah yang diterima petani di Indonesia juga masih sangat minim. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata upah harian buruh tani pada tahun 2023 hanya sekitar Rp50.000 hingga Rp60.000.

Upah yang rendah ini tidak sebanding dengan beban kerja yang berat dan biaya hidup yang terus meningkat. Kondisi ini diperparah dengan harga hasil pertanian yang seringkali tidak stabil, sehingga pendapatan petani menjadi tidak menentu.

Kesejahteraan petani juga menjadi sorotan. Banyak petani yang hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak memiliki akses yang memadai terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Kondisi ini mengakibatkan rendahnya kualitas hidup petani dan keluarganya.

Kebijakan yang Tidak Memihak Petani

Korupsi di tingkat pemerintahan, seperti yang terjadi di Kementerian Pertanian, memperparah penderitaan petani. Dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi pejabat.

Kebijakan pertanian yang ada seringkali tidak efektif dan tidak tepat sasaran, sehingga tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi petani. 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar