Omongkosong Kedaulatan Pangan, Harga Beras Menggila

Manajemen Amburadul, SHS Mati di Lumbung Padi

Sabtu, 18/05/2024 17:46 WIB
Pabrik Benih PT Sang Hyang Seri di Lahan Sukamandi, Subang. (PT SHS)

Pabrik Benih PT Sang Hyang Seri di Lahan Sukamandi, Subang. (PT SHS)

law-justice.co - Harga beras diproyeksikan bakal naik lagi, terutama untuk golongan medium dan premium. Kedaulatan pangan dalam ancaman, jika kemandirian pangan tak jua tercapai. Produksi beras dalam negeri masih tak kunjung signifikan, impor lantas menjadi pilihan. Semestinya, ada BUMN Pangan yang bertugas untuk keperluan tersebut. Apa daya, manajemen yang dianggap tak becus, bahkan belum bisa menghasilkan laba.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan pihaknya berencana menetapkan relaksasi HET beras. Menurutnya, kini dia tengah menggodok Peraturan Badan (Perbadan) untuk segera ditetapkan. Sejak Maret 2024, Bapanas menetapkan relaksasi HET beras untuk beras premium dan medium dengan kenaikan harga Rp 1.000/kilogram (kg) untuk tiap wilayah. Kebijakan ini berlaku hingga 23 Maret 2024.

Kemudian diperpanjang satu bulan, hingga kembali berlaku pada 24 April 2024. Berlanjut, HET beras premium kembali diperpanjang hingga 31 Mei 2024. Meski begitu, Arief belum mau membeberkan waktu peraturan soal HET beras baru tersebut ditetapkan. "Tunggu ya, tunggu ditetapkan," imbuhnya.

Sebelumnya, Arief menjelaskan kenaikan HET beras ini dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras premium di tingkat konsumen. Kenaikan HET beras ini berlaku untuk jenis beras premium dengan kenaikan harga Rp 1.000 per kg dibandingkan HET sebelumnya untuk tiap wilayah.

Misalnya, di wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan menjadi Rp 14.900 per kg, sebelumnya Rp 13.900 per kg. Kemudian wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Kepulauan Bangka Belitung menjadi Rp 15.400 per kg, sebelumnya Rp 14.400 per kg. Lalu, wilayah Bali dan Nusa Tenggara menjadi Rp 15.400 per kg, sebelumnya Rp 14.400 per kg.

Setelah itu ada wilayah Nusa Tenggara Timur menjadi Rp 15.400 per kg, sebelumnya Rp 14.400 per kg. Wilayah Sulawesi menjadi Rp 14.900 per kg, sebelumnya Rp 13.900 per kg.

Wilayah Kalimantan menjadi Rp 15.400 per kg, sebelumnya Rp 14.400 per kg. Lalu, wilayah Maluku menjadi Rp 15.800 per kg, sebelumnya Rp 14.800 per kg. Terakhir, wilayah Papua menjadi Rp 15.800 per kg, sebelumnya Rp 14.800 per kg.

Slamet, Anggota DPR dari Fraksi PKS, mengaku kecewa dengan kenaikan harga beras yang terus menerus terjadi. “Ini merupakan dampak dari buruknya tata kelola pangan selama 5 tahun ini, akan tetapi, alih-alih merekonstruksi tata pangan. Pemerintah malah terus membuat kebijakan yang jauh dari nilai-nilai kedaulatan dan kemandirian pangan,” ujarnya.

"Padahal ketahanan pangan merupakan nawacita yang dijanjikan Presiden Joko Widodo, tapi lihat kondisi hari ini makin tidak jelas,” ujarnya.

Slamet juga menyoroti peran dari Bapanas, Ia berharap Badan Pangan Nasional (Bapanas) dapat mengatur semua pihak yang bermain dalam bisnis dan distribusi pangan yang berdampak pada mundurnya pertanian Indonesia dan semakin meningkatnya volume impor pangan.

“Kehadiran Bapanas seharusnya menjadi antitesa mafia pangan, paling tidak mengimbangi atau mengurangi, namun setelah membaca roadmap kok seperti tidak nyambung,” ujar Slamet di Jakarta.

Slamet menilai program-program dari roadmap Bapanas tidak mencerminkan misi besar sebagai antitesa mafia pangan. Bapanas hanya seperti pemadam kebakaran ketika terjadi inflasi.

Selain itu, Slamet menyatakan bahwa pihak terkait harus turut bertanggung jawab dengan kondisi yang terjadi. Menurutnya dalam hal ini termasuk juga BUMN Pangan salah satunya adalah Sang Hyang Seri. Slamet juga berharap bila ID Food, Sang Hyang Seri dan Bulog juga turut serta menjadi bagian yang menyukseskan kedaulatan pangan.  “Harus dibuktikan bahwa Bapanas, Bulog ,ID Food dan Sang Hyang Seri bukan menjadi bagian dari mafia pangan tapi menjadi antitesa dari mafia pangan,” ungkapnya.

Slamet Anggota DPR dari Fraksi PKS. (Fraksi PKS)

Anggota Komisi IV DPR RI lainnya yakni Daniel Johan juga turut menyoroti harga beras jenis premium yang terus mengalami kenaikan akhir-akhir ini. Bahkan beras tersebut sempat sulit didapatkan masyarakat.dan menurutnya kenaikan harga beras adalah salah satu isu ekonomi yang sangat mempengaruhi kesejahteraan rakyat.

Kepastian harga dan ketersediaan beras adalah hak masyarakat yang harus dilindungi. Karena itu, pemerintah diminta harus segera turun tangan mengatasi persoalan beras. "Pemerintah segera turun tangan untuk memastikan ketersediaan beras dan segera lakukan operasi pasar," ujar Daniel saat dihubungi, Kamis (16/05/2024).

Selain itu Politisi PKB tersebut meminta kepada pihak terkait seperti Kementerian BUMN, Kementerian Perdagangan hingga BUMN Pangan untuk membereskan persoalan tersebut. Daniel juga meminta Bapanas dan ID Food untuk melakukan langkah-langkah konkret demi menjaga distribusi kepada masyarakat tidak terhambat. Sehingga masyarakat tidak kesulitan mendapatkan beras.

"Badan Pangan Nasional segera koordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan lintas sektoral untuk memastikan jalur distribusi logistik tidak ada hambatan," ujarnya.

Daniel menyatakan bila persoalan beras ini harus dibenahi tata niaganya karena berhubungan langsung dengan masyarakat. Menurutnya, BUMN Pangan dan Kementerian terkait harus mencari jalan keluar supaya permasalahan beras ini dapat segera diselesaikan. "Ini harus dibenahi oleh pihak terkait," ujarnya.

Kinerja Redup Sang ‘Dewi Padi’

PT Sang Hyang Seri (SHS), kini menjadi satu-satunya BUMN yang menangani perbenihan beras. BUMN yang menyandang nama Dewi Padi ini kini tergabung dalam holding ID FOOD. Dalam  rangka  meningkatkan  efisiensi,  efektivitas,  dan  penetrasi  bisnis,  serta mendukung ketersediaan, keterjangkauan, inklusivitas, dan mutu untuk benih dan bahan pangan, Pemerintah Republik Indonesia menggabung (merger) PT Pertani ke dalam PT SHS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2021 tanggal 15 September 2021 tentang Penggabungan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertani ke dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT SHS.

PT SHS merupakan anggota dari ID Food bersama dengan empat perusahaan eks BUMN, yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT Perikanan Indonesia, PT Berdikari, dan PT Garam. ID FOOD merupakan corporate brand name dari Induk Holding BUMN Pangan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Holding BUMN Pangan dibentuk dan ditetapkan oleh Pemerintah RI berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 118 Tahun 2021 tanggal 27 Desember 2021, tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam modal saham PT RNI (Persero), yang dilengkapi dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 555/KMK.06/2021 tanggal 27 Desember 2021, tentang Penetapan Nilai Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Modal Saham PT RNI (Persero). Pembentukan Holding Pangan secara resmi ditandai dengan penandatanganan akta inbreng saham pemerintah antara PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dan kelima BUMN Pangan pada tanggal 7 Januari 2022.

Kinerja keuangan dan produksi benih dari SHS tampak tak menunjukkan tanda perbaikan meski sudah merger dengan PT Pertani pada akhir Desember 2021 lalu. Laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menujukkan tata kelola perusahaan pelat merah sektor pangan itu belum mampu optimal menyediakan benih bagi petani. Padahal, benih berperan penting dalam rantai produksi beras nasional.

Merujuk laporan tahunan SHS pada 2022, tampak pendapatan korporasi turun sejak 2019, bahkan setelah merger di angka Rp888.154 juta. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya; Rp1,41 miliar (2019); Rp1,49 miliar (2020); dan Rp1,3 miliar (2021). Total liabilitas SHS pun terus terkerek naik dalam rentan periode yang sama. Mulai ada 2019, nilai liabilitas mencapai Rp2,82 miliar, Rp2,85 miliar (2020), Rp3.07 miliar (2021), dan Rp3,19 miliar (2022).

Kendati begitu, Komisaris Utama SHS, Mochammad Maksum Machfoedz, menyatakan direksi telah melaksanakan rekomendasi dan arahan dengan fokus pada strategi percepatan pengembangan bisnis dan peningkatan kinerja Perseroan. Ia mengklaim pada tahun 2022, Perseroan berhasil mencatat pendapatan sebesar Rp888,154 miliar. “Dimana pendapatan dari penjualan pupuk berkontribusi sebesar 52% dan penjualan bibit berkontribusi sebesar 14% selebihnya berasal dari penggilingan padi dan usaha lainnya masing-masing berkontribusi 19% dan 16%,” ujar Maksum dalam laporan tahunan.

Badan Pemeriksa keuangan menyoroti buruknya kinerja BUMN ini. Hal tersebut tertuang dalam LHP Kinerja atas Upaya Manajemen dalam Meningkatkan Omzet Penjualan Benih dan Beras, Menekan Harga  Pokok Produksi  Beras,  serta  Mengoptimalkan  Aset  Tanah  dan Bangunan Tahun 2020 s.d. Semester I 2022 pada PT SHS. Auditor menemukan Laba Kotor PT SHS Tidak Dapat Menutup Beban Usaha. Laba kotor adalah selisih antara penjualan dan harga pokok penjualan atas produk atau jasa sebelum dikurangi beban usaha. Besaran laba kotor perusahaan tergantung pada kemampuan perusahaan untuk menjual produknya pada efisiesi perusahaan dalam menekan biaya produksi suatu produk.

Perolehan laba kotor harusnya dapat membiayai beban usaha berupa beban administrasi umum dan beban pemasaran, agar perusahaan masih memiliki sisa pendapatan atau tidak mengalami kerugian dari kegiatan operasionalnya. Hasil analisis terhadap laba kotor PT SHS menunjukkan bahwa selama 10 tahun terakhir (sejak tahun 2013), laba kotor PT SHS selalu dibawah besaran beban usaha.

Selain itu, juga ditemukan fakta tingkat kemampuan PT SHS Dalam Melunasi Kewajiban Jatuh Tempo rata-rata dibawah 50%. Ketidakmampuan PT SHS untuk melunasi kewajiban jatuh tempo kepada pihak ketiga sudah terjadi selama sepuluh tahun terakhir, hal ini dapat diketahui dari cash ratio dan current ratio yang sangat rendah, Rasio Kas sejak tahun 2013 s.d semester I 2022 dibawah 50%. Berikut merupakan rincian cash ratio dan current ratio PT SHS sejak tahun 2013 s.d semester I 2022.

Tambahan  Dana  PMN pada  Tahun  2015 Tidak  Mampu  Memperbaiki Kinerja Keuangan PT SHS. Penilaian tingkat kesehatan BUMN meliputi aspek keuangan, operasional dan administrasi. Laporan Manajemen PT SHS dari tahun 2016 s.d tahun 2021 menyatakan bahwa PT SHS memiliki kinerja kurang sehat (BBB). Kinerja keuangan tersebut tidak mendukung tujuan pengabungan perusahaan maupun tujuan pendirian BUMN yaitu memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

Pada tahun 2015 Pemerintah Republik Indonesia memberikan tambahan PMN kepada PT SHS sebesar Rp400 miliar. Berdasarkan kajian bersama antara Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, tujuan pemberian PMN tersebut yaitu: Memperkuat struktur permodalan sehingga mempermudah produksi benih dan pembelian benih untuk ketersediaan benih sehingga selanjutnya akan membantu pemerintah merealisasikan kedaulatan pangan; Meningkatkan likuiditas perusahaan sehingga kepercayaan pemasok akan meningkat yang berdampak pada kepastian penyediaan benih; Meningkatkan kapasitas produksi benih dari 82.500 ton per tahun menjadi 92.500 ton per tahun dengan pembangunan empat pabrik di Prov Aceh, NTB, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Selatan sehingga akan meningkatkan efisiensi biaya distribusi benih; Meningkatkan mutu benih yang berkualitas.

Progres Realisasi Penggunaan Dana tambahan PMN 2015 terakhir (s.d. Triwulan I 2022) adalah sebesar Rp396,45 miliar atau 99,11 % terhadap nilai pagu PMN Rp400 miliar. Rincian penggunaan tambahan dana PMN tersebut antara lain untuk:

  1. Modal kerja Produksi dan penyediaan benih sebesar Rp250 miliar sudah 100% terserap pada tahun 2016.
  2. Investasi Pembangunan Pabrik di 4 lokasi yaitu Aceh, Palu, Kalsel, NTB sebesar Rp100 miliar yang semula direncanakan terealisasi 100% tahun 2021 menjadi tahun 2022 dikarenakan ada perubahan RAB.
  3. Revitalisasi sebesar Rp46,45 miliar atau terealisasi sebesar 92,90%, yang semula direncanakan terealisasi 100% tahun 2021.

Pemberian tambahan dana PMN pada tahun 2015 tidak memberikan daya ungkit kepada kinerja perusahaan untuk memperkuat struktur permodalan dan memperoleh  laba,  dan  sebaliknya  kinerja  keuangan  perusahaan  mengalami penurunan tiap tahunnya.

Tak optimal Jalankan Peran

Menurut pakar pertanian dari IPB, Dwi Andreas, benih yang beredar di jaringan petani sebagian besar diproduksi oleh produsen swasta. Sehingga, peran SHS tidak signifikan dalam membantu produksi beras secara nasional. “Apalagi kalau dikaitkan dengan produksi beras dari petani. Dari dulu pun sebenarnya tidak signifikan peran SHS, karena penyediaan benih itu dari berbagai sumber, termasuk dari petani yang bikin sendiri,” kata Andreas kepada Law-justice, Kamis (16/5/2024).

Dia berkata demikian karena tahu betul soal jeroan SHS, lantaran terlibat proses insentifikasi pertanian yang melibatkan SHS pada periode 2020-2021. Menurutnya, anggaran di SHS itu sedikit untuk memproduksi benih. Akibatnya memengaruhi produksi benih, baik secara kuantitas dan kualitas. “Masalahnya itu dana yang disalurkan pemerintah untuk produksi benih di SHS amat sangat rendah. Bagaimana bisa menghasilkan benih berkualitas dengan dana Rp9.000 per kg, padahal gabah saja sudah Rp5.000. Sedangkan benih yang diproduksi oleh swasta sudah di atas 15 ribu per kg,” ucap dia.

Lantas, katanya, SHS keterbatasan dalam menghasilkan benih yang berkualitas baik. Selain karena nilai anggaran rendah, menurutnya, faktor lain tidak optimalnya produksi benih SHS karena sarana dan prasarana yang sudah tidak layak. Ini pula yang memengaruhi peredaran benih SHS di lingkup petani sangat kecil dan petani juga tidak banyak memanfaatkannya.

“Sangat kedaluarsa (infrastrukturnya) untuk menghasilkan benih bermutu. Jadi agak susah juga kalau sepenuhnya disalahkan ke SHS. Benih dari pemerintah sangat kecil dibanding benih dari luar yang digunakan petani. Dan banyak juga benih yang diberi pemerintah, tidak dipakai oleh petani. Ini karena kualitas. Benih dari SHS juga biasanya tidak tepat waktu sehingga percuma bagi petani. Sekitar 50 persen bantuan benih dari pemerintah itu enggak dipakai,” kata dia.

Katanya, dari segi kuantitas, SHS sangat keteteran menyediakan kebutuhan jutaan hektare tanah pertanian yang ada di Indonesia. “Misal 10 juta hektar dan kebutuhan benih 250 juta kg atau 250 ribu ton, itu yang enggak mungkin diproduksi SHS kalau merujuk infrastruktur dan tata kelolanya,” ucapnya.

Dari sisi manajemen, kata dia, juga bermasalah. Dia merujuk pada tren penurunan kinerja SHS di periode sebelumnya hingga sekarang. Dia merasa heran anggaran mulai dari PMN hingga insentif lain untuk SHS tak berdampak nyata bagi perbaikan kinerja tata kelola dan produksi benih. “Kinerja SHS kan mencerminkan tata kelola, ya memang kinerjanya tidak begitu baik. Artinya tata kelolanya tidak baik, sewaktu merger kan Pertani yang baik kinerjanya dan SHS sebaliknya. Sewaktu merger, banyak pula persoalan di SHS. Lagi-lagi soal infrastrukturnya. Padahal SHS kan dibentuk untuk menghasilkan benih,” ucapnya.

Menurutnya, peranan SHS tidak begitu terasa dalam soal penurunan stok beras. Sebab, produksi beras dipengaruhi tiga faktor terbesar. Pertama, kesejahteraan petani, yang selama ini tidak diperhatikan pemerintah. Dia merujuk pada 2023 ketika harga gabah sudah membaik sehingga petani bergairah. “Itu kan kelihatan penurunan yang tidak banyak akibat badai el nino tahun kemarin yang hanya 1,39 persen. Karena petani semangat bertanam karena harga yang diterima petani itu lumayan tinggi. Bahkan sampai 8.500 ribu harga GKP (gabah kering panen). 

“Tahun sebelumnya hancur-hancuran karena petani kita merugi. Pda 2020-2021, rata-rata tanam untuk rugi para petani. Sehingga produksi terus menurun. Dan sepanjang ini penurunan produksi itu 1 persen per tahun. Harga gabah kering panen amat rendah dibanding biaya produksi.

Kedua, lanjutnya, karena fenomena iklim, semisal saat iklim la nina atau kemarau basah yang memengaruhi naiknya produksi beras. Sebaliknya, jika iklim el nino bakal berdampak pada turunnya produksi. Faktor lain yang memengaruhi, katanya, ialah serangan hama. Ia mengambil contoh pada 2017 yang saat itu produksi beras sedang hancur-hancurnya.

“Lalu bagaimana peranan pemerintah lewat benih sampai pupuk, itu kecil sekali. Benih itu hanya menyumbang 1,7 persen dari cost production padi ke beras. Memang betul benih yang baik bakal menentukan 60 persen proses produksi beras, untuk itu mengapa petani cari benih yang baik dari swasta,” katanya.

Celakanya, alih-alih membantu petani, justru pemerintah membuka keran impor di saat harga beras dalam negeri naik.  “Soal masalah kesejahteraan petani terkait harga gabah, itu kan enggak pernah dilakukan pemerintah. Justru pemerintah lakukan impor. Itu menekan petani. Impor 2 jutaan ton untuk 2024 itu diputuskan di akhir Desember 2023, ditambah 1,6 juta ton di Maret 2024,” katanya.

Pakar pertanian IPB Dwi Andreas. (Dok. Pribadi)

Senada, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto juga menyoroti kinerja SHS yang sudah diberikan PMN sejak lama, tetapi tak berdampak signifikan pada penyediaan benih bagi pentani. Kalau ditemukan PMN yang tidak terserap itu mesti disorot. PMN yang dia maksud terkait temuan BPK soal daftar BUMN yang tak menyerap optimal penggunaan PMN. “Mungkin yang disebut masa evaluasi dan monitoring itu enggak berjalan baik, apa realisasi sesuai dengan target. Ini yang mesti bertanggung jawab adalah BoD SHS, (juga) ada dewan komisaris,” katanya kepada Law-justice, Kamis. 

“Sebelum merger, kinerja Pertani dan SHS juga tidak baik dan kondisi keuangannya sedang sakit, mereka banyak problem mulai dari kelebihan stok yang sia-sia, penyaluran benih yang tidak sesuai target pemerintah. Hal-hal seperti ini yang harus disorot, apa ini sengaja dilakukan, kalau sengaja itu fraud. Atau di sisi lain tata kelola manajemen yang memang buruk yang harus segera diperbaiki,” imbuhnya.

Kata dia, problem tata kelola di SHS yan sejak lama terjadi berakibat pada penyediaan benih bagi petani. Hasil kinerja keuangan dan produksi maupun pengadaan sebelum merger dan setelah merger tetap saja tidak bagus. “Ini problem dalam soal kapabilitas dan kapasitas sehingga sudah diberikan PMN tidak mampu menggunakannya secara optimal. Masalah GCG jadi problem juga. Kalau lihat temuan BPK, kan ada dugaan pelanggaran juga. Petani tidak bisa memenuhi target, jadi salah satu faktornya karena benih juga dan SHS mengambil peran ini,” tuturnya.

Bicara soal kapabilitas direksi dan komisaris SHS, setidaknya ada dua nama yang memiliki relasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pertama, Komisaris Utama SHS, Mochammad Maksum Machfoedz. Dia menduduki jabatan tersebut saat merger SHS. Sebelumnya ia adalah Wakil Ketua Umum PBNU (2016-2020) yang merangkap sebagai komisaris di Pertani. Preferensi politik PBNU sendiri mengarah ke Jokowi, terlebih saat dipimpin Said Aqil Siraj yang terang-terangan mendukung Jokowi pada Pilpres 2019.

Nama kedua adalah Wignyo Prasetyo yang menjabat komisaris di SHS sejak 2017. Wigyono dikenal sebagai relawan Jokowi. Pada Pilpres 2024, Wignyo duduk sebagai Ketua Koordinator Nasional TIM 8 Relawan Jokowi Bergerak Bersama Prabowo (RJBBP) yang mendukung dukungan Jokowi terhadap Prabowo.

DPR Usul Bentuk Panja Pengawasan Pangan

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima meminta BUMN untuk lebih serius dan proaktif ikut berperan mengatasi kelangkaan pangan, utamanya beras di pasaran. Pasalnya, Aria menilai BUMN memiliki semua unsur usaha di bidang pangan dari hulu hingga hilir. Aria menyatakan semua BUMN terkait seperti Bulog, ID Food, Sang Hyang Seri harus punya peranan atasi permasalahan pangan.

"Kita tidak ingin bila BUMN ini menjadi pemadam kebakaran. Tentu ada peran Bulog, ada peran PT Pupuk, kemudian ada peran dari ID Food, Sang Hyang Seri dan juga dari peran PTPN," ujar Aria usai dikonfirmasi, Kamis (16/05/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini meminta semua BUMN melalui kolaborasi di Kementerian BUMN dan berbagai pihak, tidak lepas begitu saja menghadapi permasalahan pangan akhir-akhir ini. Sebab, peran kuat intervensi pemerintah dalam hal ini melalui BUMN, dinilai penting sebagai leading sector dalam ketahanan pangan. “Ada kecenderungan kalau state capital tidak leading maka permainan pemburu rente memanfaatkan situasi yang ada,” imbuhnya.

Aria menyebut bila Komisi VI sepakat mendesak kepada Kementerian BUMN untuk benar-benar mencermati dan mengambil langkah-langkah yang serius untuk pengamanan, terutama cadangan beras nasional. "Ini harus jadi prioritas dan perlu langkah konkrit terutama soal perberasan," tuturnya.

Aria menyebut langkah konkrit mendesak untuk segera dilakukan pemerintah agar memberikan langkah konkret dalam mengawasi keberadaan stok, distribusi, dan stabilisasi harga pangan dan bahan pokok. "Ya ini jadi tugas pemerintah dan BUMN terkait untuk melakukan mitigasi risiko terutama dalam mengantisipasi kenaikan harga dan stok," ujarnya.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima. (Parlementaria)

Selain Aria, Anggota Komisi VI Darmadi Durianto mendorong untuk dibentuk Panja Pengawasan Pangan. Usulan ini ia lontarkan lantaran pangan kerap dinilai menjadi penyumbang inflasi tertinggi, terutama menjelang hari-hari besar. Hal tersebut terbukti lantaran harga pangan pokok secara pelan namun konsisten mengalami kenaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyampaikan komoditas pangan masih menjadi penyumbang inflasi terbesar pada tahun 2023.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menilai swasembada beras yang dicanangkan oleh Pemerintah bersama BUMN sektor pangan belum mampu mencapai target yang ditetapkan. Di sisi lain, PT Bulog telah mengantongi izin untuk impor beras sebanyak 3,8 juta ton pada tahun 2023. Namun, berdasarkan laporan yang diterima, harga beras malah menanjak. “Sekarang kan impor (beras) begitu banyak, harganya malah terus naik Apa yang salah dari strategi BUMN Pangan ini,” kata Darmadi kepada Law-Justice, Rabu (15/05/2024).

"Setiap Kita turun ke lapangan ke masyarakat ibu-ibu pun mengeluh (karena) harga kebutuhan pokok tidak terkendali," sambungnya.

Sebab itu, ia mempertanyakan kolaborasi antara pemerintah dan BUMN Pangan terkait seperti Bulog, ID Food, dan Sang Hyang Seri. Untuk itu, menurutnya perlu dibentuk Panja Pengawasan Pangan supaya bisa mengurai permasalahan pangan yang terjadi di masyarakat dan ia berharap ini jadi perhatian serius. "Mungkin itu harus diteliti. Sebenarnya, saya pribadi, harus ada Panja pengawasan untuk meneliti apakah ada mafia yang bermain di sini, apakah pemerintah yang salah strategi, atau bagaimana, itu yang harus dikaji lebih mendalam," ujarnya.

Terkhusus untuk PT Sang Hyang Seri, Politisi PDIP tersebut mendukung peningkatan produksi pangan melalui penyediaan benih padi.  Namun yang menjadi pertanyaan, berdasarkan laporan kinerja keuangan yang diterimanya, perusahaan tersebut merugi hingga mencapai Rp 77 miliar. Darmadi menyatakan bila hal tersebut belum mampu mengerek produksi beras di Indonesia secara signifikan. Selain itu ini menjadi permasalahan serius bagi Sang Hyang Seri. "Ini perlu ditindaklanjuti supaya bisa dibereskan permasalahannya," tuturnya.

Darmadi menyatakan bila Sang Hyang Seri kerap kali menerima penyertaan modal negara (PMN). Akan tetapi, menurutnya, jika tidak mampu mencapai target. Darmadi menyatakan bila Komisi VI akan mengevaluasi apakah PT Sang Hyang Seri berhak atau tidak menerima PMN pada tahun mendatang. "Nah, ini pun juga menjadi pertanyaan. Soal PNM ke depannya nanti akan dibahas lebih lanjut di Komisi VI DPR," tandasnya.

 Evaluasi terhadap kinerja BUMN semisal SHS ini semestinya dilakukan dengan lebih rigid dan profesional. Baik kinerja maupun peran perusahaan ini terhadap negara dan masyarakat nyaris tiada. Ditilik dari lkaporan keuangan yang masih merugi, juga laporan kinerja yang tidak signifikan terhadap sebaran benih dan penyerapan beras. Eksistensi BUMN ini layak dipertanyakan.

Masih ditambah lagimsejumlah laku lancung yang dilakukan oleh manajemen dan direksi. Diketahui, sejumlah kasus korupsi pernah terhadi di BUMN ini, terutama sebelum dilakukan merger dengan Pertani. Pasca merger, bukannya tanpa persolan. BPK telah membukukan sejumlah temuan dalam Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).  Meskipun, belum secara gamblang mneyebut adanya kerugian negara, tetapi indikasi sudh jelas disebutkan.

Pemerintah dan pengampu kebijakan lainnya, mestinya sadar bahwa mengelola PT SHS seiring sejalan dengan menata ulang kebijakan pangan. Selama, tidak ada itikad untuk memperbaiki kemapuan kemandirian pangan, maka keinginan utuk bisa mengendalikan harga dan stok beras masih jauh panggang dari api. Penegak hukum pun, dalam melakukan penegakan hukum dalam dugaan korupsi yang terjadi di sektor pangan ini mesti memasukkan klausul menyebabkan krisis pangan. Sehingga ancaman hukuman mata bisa diaktualkan, agar menjadi efek jera.

 

Ghivary Apriman

Rohman Wibowo

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar