Deretan Jenderal Myanmar Dihukum Mati usai Menyerah dari Pemberontak

Selasa, 20/02/2024 09:32 WIB
Pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing (Kompas)

Pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Sebagai informasi, bulan lalu Junta Myanmar menjatuhkan hukuman mati ke tiga jenderal militer yang menyerahkan diri bersama ratusan tentara ke kelompok pemberontak etnis di kota perbatasan China.

Tiga perwira militer dan ratusan tentara meletakkan senjata dan menyerahkan kota penting Laukkai di negara bagian Shan kepada Aliansi Tiga Persaudaraan, usai terlibat pertempuran selama beberapa bulan terakhir.

"Tiga brigadir jenderal termasuk komandan di kota Laukkai dijatuhi hukuman mati," kata seorang sumber militer seperti melansir cnnindonesia.com.

Berdasarkan hukum militer Myanmar, meninggalkan tugas tanpa izin dapat dihukum dengan hukuman mati.

Usai penyerahan, militer dan tentara Myanmar diizinkan meninggalkan kota Laukkai oleh aliansi tersebut. Penyerahan diri ini menjadi kerugian terbesar bagi militer Myanmar dalam beberapa dekade.

Selain hukuman mati, tiga brigadir jenderal lainnya juga dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena peran mereka dalam penyerahan diri di Laukkai.

Laukkai adalah kota terbesar yang direbut oleh Aliansi Tiga Persaudaraan. Aliansi ini terdiri dari Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), Tentara Arakan (AA), dan Tentara Pembebasan Nasional Ta`ang (TNLA).

Aliansi tersebut melakukan serangan mendadak di sebagian besar wilayah utara Myanmar pada Oktober 2023, dan telah merebut beberapa kota dan pusat perdagangan di sepanjang perbatasan dengan China.

Pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, juga populer pada 2009 lalu ketika mengusir MNDAA dari Laukkai kala masih menjabat sebagai komandan regional.

Milisi kemudian terbentuk di wilayah itu, yang memperkaya diri dengan memproduksi narkoba, perjudian serta seks kepada pengunjung dari seberang perbatasan China.

Kota Laukkai kemudian terkenal karena menjadi pusat operasi penipuan online, yang mempekerjakan ribuan warga China dan negara asing lainnya untuk melakukan penipuan dan scamming lewat internet.

Sebuah sumber yang dekat dengan MNDAA baru-baru ini mengatakan kepada AFP bahwa kelompok tersebut sedang berupaya untuk membentuk pemerintahan baru di kota tersebut.

 

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar