SDN Pondokcina 1 Diubah jadi Masjid, Wali Kota Depok Dipolisikan

Senin, 05/06/2023 15:20 WIB
Wali Kota Depok Mohammad Idris (infolinear)

Wali Kota Depok Mohammad Idris (infolinear)

Jakarta, law-justice.co - Pengacara Deolipa Yumara mendatangi Polda Metro Jaya untuk menanyakan perkembangan kasus SDN Pondokcina 1 Depok. Dalam kesempatan itu, dia menuturkan bisa menerima opsi restorative justice dengan Wali Kota Depok Mohammad Idris tapi dengan syarat.

Pengacara yang kondang saat jadi kuasa hukum Bharada E atau alias Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu di kasus Ferdy Sambo itu mengajukan syarat, Pemerintah Kota Depok harus memberi solusi penyelesaian yang berpihak pada para pelajar.


Namun opsi itu belum diberikan karena menunggu pemeriksaan dua belah pihak. "Setelah ada pemeriksaan dua belah pihak, ini masih pemeriksaan anak-anak. Nanti kemudian masuk kepada gelar perkara lagi," tuturnya di Polda Metro Jaya, Senin (5/6/2023)

Pada kasus ini, Deolipa melaporkan Wali Kota Depok atas dugaan penelantaran atau pembiaran terhadap anak-anak dari murid sekolah tersebut yang mengakibatkan tidak mendapat pendidikan. Mohammad Idris diduga melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 77 juncto 76A butir a.

SDN Pondokcina 1 Depok menjadi pembicaraan publik karena digusur dipindah ke tempat lain, lalu lahannya akan dipakai untuk pembangunan masjid. Rencana ini mendapat penolakan orang tua atau wali murid karena mengganggu proses belajar mengajar anak murid.

Deolipa menyatakan keberatan jika masalah ini diselesaikan dengan restorative justice. "Tapi biarkan ini proses berjalan dulu, kalau ternyata wali kota dan jajarannya di Depok masih ngeyel, masih berkeras, ya sudah kita juga kalau nggak mau restorative justice gak ada titik temu, perkara jalan terus," katanya.

Penyelidik Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya baru melakukan pemeriksaan psikologis terhadap para murid SDN Pondok Cina 1. Namun, kata Deolipa, pemeriksaan hanya 12 orang sebagai sampel.

Pihak yang memeriksa langsung adalah Divisi Kesehatan Mental Fasilitas Kesehatan Universitas Indonesia. "Sampling dari anak kelas 1 sampai kelas 6 masing-masing dites kejiwaannta, random sampling," tuturnya.

Dari hasil pemeriksaan itu, kata Deolipa, menunjukkan keadaan mental anak-anak menunjukkan distres. Penyebabnya karena trauma selama konflik SDN Pondokcina 1 Depok bergulir.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar