Tiga Hakim dan Ketua PN Jaktim Kasus Haris-Fatia Dilaporkan ke KY

Jum'at, 16/06/2023 13:51 WIB
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan Direktur Lokataru Haris Azhar. Penolakan ini terkait dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Penolakan eksepsi Haris Azhar itu disampaikan Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana saat membacakan amar putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan Direktur Lokataru Haris Azhar. Penolakan ini terkait dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Penolakan eksepsi Haris Azhar itu disampaikan Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana saat membacakan amar putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Jakarta, law-justice.co - Hari ini, Jumat (26/6), Tim Advokasi untuk Demokrasi secara resmi melaporkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) dan tiga orang majelis hakim yang mengadili kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke Komisi Yudisial (KY).

Perwakilan tim sekaligus kuasa hukum Haris Azhar, Muhammad Al Ayyubi Harahap, menyebut Ketua PN Jaktim dan tiga majelis hakim diduga melakukan pelanggaran kode etik.

"Kami melaporkan menyampaikan pengaduan ke KY atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh ketua PN Jaktim dan tiga majelis hakim yang memeriksa dan menangani perkara Haris Azhar dan Fatia," kata Ayyubi di Gedung KY, Jakarta.

Ayyubi pun membeberkan lima dugaan kode etik yang dilanggar Ketua PN Jaktim dan tiga majelis hakim. Pertama, soal penutupan gerbang pengadilan. Akibat hal tersebut, kata Ayyub, beberapa kuasa hukum Haris-Fatia tidak bisa masuk ke dalam ruang sidang.

"Kami dihalang-halangi masuk sampai akhirnya kita adu mulut dulu, adu argumentasi dengan pihak pengadilan dan pihak kepolisian," ucapnya.

Selain itu, Ayyubi menyebut publik yang ingin mengikuti proses persidangan juga dilarang masuk. Dugaan pelanggaran kode etik kedua yang dilaporkan Tim Advokasi untuk Demokrasi terkait penghalangan kuasa hukum dan keluarga.

"Masuk ruang persidangannya itu menghalangi penasihat hukum atau pengacara daripada terdakwa dan keluarga terdakwa itu juga dihalangi masuk," ucapnya.

Ketiga, terkait seksisme yang dilakukan hakim dalam persidangan. Ayyubi menyebut hakim juga merendahkan penasihat hukum.

"Kami menganggap itu sebagai perilaku yang merendahkan kaum perempuan dan itu juga sebagai materi kami dalam melapor ke KY," tuturnya.

Keempat, mereka juga melaporkan kebijakan ketua PN Jaktim yang menutup pelayanan publik di dalam pengadilan selama persidangan Haris-Fatia. Menurut Ayyubi, banyak sidang perkara lain yang akhirnya mesti ditunda.

"Demi memberikan kenyamanan bagi Saudara Luhut Binsar Pandjaitan, Jetua PN Jaktim memutuskan untuk meniadakan pelayanan publik pada tanggal 8 itu, dan menunda 100 perkara itu yang kami dapat informasinya," katanya.

Kelima, pihaknya melihat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) disediakan khusus untuk Luhut dan protokolernya.

Dia menyimpulkan PN Jaktim memberikan perlakuan khusus kepada Luhut dan tiga majelis hakim yang mengadili Haris-Fatia.

"Tetapi kami selaku penasihat hukum sebagai terdakwa berjuang berdebat secara panas di dalam mengalami kekerasan oleh pihak kepolisian," ujarnya.

Haris dan Fatia kini tengah menghadapi proses hukum dugaan pencemaran nama baik terhadap Luhut.

Dalam dakwaannya, JPU menilai pernyataan keduanya dalam sebuah video yang diunggah melalui akun YouTube Haris telah mencemarkan nama baik Luhut.

Dalam perkara ini, Haris dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP Tentang Penghinaan.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar