IKN, Bahayakan Masyarakat Adat dan Picu Bencana Ekologis (2)

Rabu, 11/01/2023 18:00 WIB
Titik Nol IKN (pikiran rakyat)

Titik Nol IKN (pikiran rakyat)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah Indonesia mengatakan Nusantara akan menampung 1,9 juta penduduk, lebih dari dua kali populasi Balikpapan, pada tahun 2045.

Relokasi ibu kota ke area 2.560 kilometer persegi itu, sama seperti perpindahan ibu kota di Brasil ke Brasilia - yang dianggap sebagai kegagalan utopia perkotaan - dan Myanmar ke “kota hantu” Naypyidaw.

Menurut Uli Arta, perubahan drastis terhadap topografi daratan dan bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia “akan menjadi lebih parah dan jauh lebih sulit untuk dimitigasi dibandingkan dengan bencana alami." 

Selain itu, Indonesia juga memiliki salah satu laju deforestasi tertinggi di dunia terkait dengan pertambangan, pertanian dan pembalakan, yang diduga akibat aktivitas perusahaan yang beroperasi di Borneo.

Bagaimanapun, pemerintah mengatakan ingin ada penyebaran dan pemerataan pembangunan ekonomi. Selama ini kegiatan ekonomi sudah lama berpusat di Jawa, pulau yang padat penduduk.

Dan Presiden Joko Widodo telah berulang kali menyatakan tentang visi kota "hijau", di area seluas empat kali ukuran Jakarta itu.

Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Bambang Susantono, juga telah mempresentasikan rencana awal mengenai janji menerapkan netral karbon pada tahun 2045, lewat apa yang ia sebut sebagai kota hutan berkelanjutan pertama di dunia.

Sibukdin, pemimpin suku Balik, khawatir pembangunan IKN akan mengusir warganya dari tempat mereka tinggal.

Seperti kelompok Adat lainnya di Kalimantan, ribuan anggota suku Balik bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sibukdin mengatakan lebih dari 90 persen dari hutan yang digunakan oleh suku Balik untuk berburu dan mencari makan telah hilang akibat kegiatan komersial sejak 1970-an.

Pemakaman suku terdekat yang dibongkar karena proyek bendungan, membuat Sibukdin "patah hati".

"Ini menghapus jejak kami," kata Sibukdin.

Pemerintah telah bersumpah untuk menghormati hak adat dan memberikan kompensasi bagi mereka yang terkena imbas pembangunan Nusantara, namun pejabat provinsi mengatakan mereka hanya akan memverifikasi semua klaim tanah, dengan bukti kepemilikan tanah.

Padahal menurut Sibukdin, tidak semua daerah suku Balik telah diakui secara formal.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar