UU Cipta Kerja Digeber, Pakar dan Akademisi Mulai Dilibatkan

Sabtu, 12/11/2022 12:40 WIB
Unjuk rasa buruh untuk pembatalan UU Ciptaker (Liputan6)

Unjuk rasa buruh untuk pembatalan UU Ciptaker (Liputan6)

Jakarta, law-justice.co - Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja melibatkan sejumlah unsur dalam membahas penyempurnaan Undang-Undang Cipta Kerja.

Dalam Forum Group Discussion yang digelar Kamis (10/11/2022), sejumlah pakar serta akademisi turut dihadirkan untuk memberikan masukan dalam perspektif hukum dan ekonomi terkait implementasi Undang-undang Cipta Kerja serta aturan turunannya.


Wakil Ketua III Satgas UU Cipta Kerja, Raden Pardede mengatakan, pertemuan ini, menjadi upaya Pemerintah dalam menyempurnakan Undang-Undang Cipta Kerja seperti yang diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Bagus sekali kalau kita bisa mendapat butir-butir penting dari Bapak-Ibu," kata Raden.

Dalam kesempatan ini, Kepala Badan Keahlian DPR RI Dr Inosentius Samsul menilai, Undang-Undang Cipta Kerja sebetulnya relevan untuk diimplementasikan.

Undang-Undang yang sebelumnya diharapkan menjadi solusi dalam penyelesaian masalah ekonomi di tengah persaingan dan tuntutan global, kini dinilai semakin relevan untuk diterapkan.

Terlebih, Indonesia tengah dihadapkan dengan krisis setelah pandemi, perubahan iklim ekstreem, serta geopolitik yang dinamis.

"Undang-undang ini kan lahir sebelum pandemi, diusulkan sebelum pandemi, konsepnya itu 2019 kemudian disampaikan ke DPR awal Februari. Artinya, di samping mau menyelesaikan persoalan ekonomi, tiba-tiba ditambah dengan pandemi," kata dia.

"Kemudian ada masalah geopolitik semakin parah. Pertanyaannya, semakin relevankah undang-undang ini? Menurut saya, justru kita bisa mengantisipasi walaupun tadinya hanya krisis ekonomi atau persoalan ekonomi disupply saja. Menurut saya semakin relevan undang-undang ini," sambungnya.

Dalam kaitannya dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini, ia menyarankan agar dilakukan pengujian formil, terhadap penggunaan metode omnibus law.

Meskipun sulit, namun menurut Inosentius ini perlu dilakukan.

Tujuannya agar tak terjadi tumpang tindih antara Undang-Undang Ciptakerja dengan Undang-Undang lainnya.

Disamping itu, perubahan atas Undang-Undang Cipta Kerja, juga perlu dilakukan kajian lebih lanjut.

Seperti dengan melibatkan kalangan pakar, ataupun masyarakat.

Ia pun menyarankan, agar revisi Undang-Undang Cipta Kerja ini bisa segera dilakukan dan tidak sampai memakan waktu selama dua tahun.

"Memang kalau ditanya apakah masalah formil itu gampang? sulit. Saya tahu itu pasti sulit, sulit banget. Metode Omnibus Law tidak mudah, jadi butuh memperbaiki aspek formil saja menurut saya butuh energi yang kuat. Karena minimal harus dilakukan untuk menyesuaikan, agar kalau undang-undang ini menggunakan metode omnibus yang bagus, hubungan antara UU Cipta Kerja dan undang-undang aslinya harus nyambung," kata dia.

"Saran saya, waktu melakukan perubahan ini kan dua tahun ya, saran saya, dua tahun itu karena keputusan MK ini ada juga hal-hal membuat kita gamang. Jadi untuk kepastian menurut saya tidak perlu harus menunggu dua tahun, kalau itu sudah siap sudah bisa diluncurkan. Karena saya kuatir kalau di 2023, kita ini udah ada urusan politik," tuturnya.

Ia menyarankan, agar perbaikan UU Cipta Kerja dilakukan dalam waktu yang lebih cepat.

Pasalnya, Indonesia akan memasuki tahun politik di 2024.

Ia khawatir, apabila Undang-Undang ini belum diubah hingga 2023 mendatang, akan berpotensi terganggu dengan urusan politik.

"Artinya bisa dibawa-bawa ke politik juga di undang-undang nih. Jadi menurut saya sepanjang itu sudah dilakukan proses untuk konsultasi publik, dan sudah banyak masukannya, saya pikir semakin cepat semakin baik," ungkapnya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum UNPAD Dr. Ahmad M Ramli yang juga Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika RI memberikan pandangan bahwa UU Cipta Kerja mempunyai tujuan yang strategis.

Mengingat, saat ini Indonesia masih menghadapi kondisi obesitas regulasi atau undang-undang yang terlalu banyak.

Di sisi lain, sinkronisasi antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya juga masih menjadi persoalan tersendiri.

"Dengan demikian, sebetulnya diperlukan satu langkah besar untuk bagaimana mengatasi soal-soal seperti ini," tuturnya.

Ia memandang, UU Cipta Kerja memiliki jangkauan yang cukup luas.

Tidak hanya seputar ketenagakerjaan, namun juga menjadi sebuah langkah progresif terkait penyederhanaan perizinan, investasi, percepatan dukungan transformasi digital, dan lain-lain.

"Yang saya mau sampaikan, bahwa metode omnibus ini tidak hanya dilakukan di Indonesia. Di negara-negara maju juga banyak yang memberlakukan. Saya pernah melakukan penelitian, bahkan ada yang sampai ratusan undang-undang disatukan," tuturnya.

Pakar Hukum STHI Jentera Aria Suyudi menambahkan, perlu adanya pemahaman publik mengenai praktik implementasi UU Cipta Kerja tersebut.

Memiliki jangkauan yang cukup luas, tak bisa dipungkiri bahwa implementasi pemahaman UU Cipta Kerja tersebut bukan hal yang mudah.

"Salah satu usulan saya adalah, bagaimana kemudian ketika Undang-Undang ini sudah diterapkan dengan bobot dan volume yang demikian ini, maka bisa dipertimbangkan untuk kemudian kita juga memiliki teknik yang konsolidasi," kata Aria.

"Memang bentuknya informal, sifatnya informal, tapi metode konsolidasi bisa diterapkan untuk kemudian menyatukan penafsiran-penafsiran ataupun bagaimana bentuk teknik yang dapat diterapkan dalam hal yang lebih konkret,"

"Teknik konsolidasi bisa diterapkan sebagai tindak lanjut dari metode omnibus dengan tujuan untuk mempermudah aksesnya," tambahnya.

Perlu diketahui, sebelumnya Pemerintah terus berupaya melakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Mahkamah Konstitusi (MK) meminta kepada Pemerintah untuk memperbaiki UU tentang Cipta Kerja selama dua tahun kedepan.

Dalam rangka penyempurnaan dan monitoring implementasi UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya, jaring aspirasi dan dialog terus dilakukan dengan mengundang sejumlah pakar.

Kali ini, Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja turut mengajak pakar serta akademisi hukum dan ekonomi melalui Forum Group Discussion.

Digelar di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta Pusat, acara ini berlangsung Kamis (10/11/2022).

Adapun acara ini, turut dihadiri oleh unsur pimpinan Satgas UU Cipta Kerja, yakni Wakil Ketua III Satgas UU Cipta Kerja, Raden Pardede, juga Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja yang juga Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arif Budimanta.

Selain itu, hadir Elen Setiadi, S.H., M.S.E sebagai Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian serta Dr. Inosentius Samsul sebagai Kepala Badan Keahlian DPR RI sebagai narasumber.

Sementara untuk pakar dan akademisi yang hadir, diantaranya ada Prof. Dr. Ahmad M Ramli sebagai Guru Besar FH Unpad juga Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Prof. Dr. Satya Arinanto sebagai Pakar Hukum FH UI, Dr. Mas Achmad Santosa sebagai Pakar Hukum FH UI, dan Aria Suyudi sebagai Pakar Hukum STHI Jentera.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar