Facebook Semakin Tidak Diminati, Benarkah Begitu?

Sabtu, 13/08/2022 18:15 WIB
CEO Facebook, Mark Zuckerberg (The Quint)

CEO Facebook, Mark Zuckerberg (The Quint)

Jakarta, law-justice.co - Dunia media sosial kian berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Setelah Facebook, Twitter dan YouTube, sejumlah platform media sosial terus bermunculan dan bersaing untuk merebut pasar.

Namun tak semua media sosial yang bisa bertahan hingga kini. Kita tentunya ingat dengan sejumlah platform media sosial yang berguguran, diantaranya adalah Path dan Koprol beberapa waktu lalu.

Kini gejala yang sama sepertinya juga akan terjadi pada platform media sosial paling fenomenal, yakni Facebook yang kini telah bertransformasi menjadi Meta.

Facebook kian ditinggalkan kalangan remaja karena citranya yang negatif. Sementara, Instagram tak jauh-jauh amat dari pesaing yang ingin diconteknya, Tiktok.

Hal itu didasarkan atas survei Pew Research Center tentang remaja, teknologi, dan media sosial yang digelar pada 14 April-4 Mei dan diterbitkan pada 8 Agustus. Respondennya mencakup 1.316 warga AS berusia 13 hingga 17 tahun sambil membandingkannya dengan kondisi pada 2014-2015.

Hasilnya, hanya 32 persen remaja yang menggunakan masih Facebook sama sekali. Angka ini jauh menurun ketimbang survei sebelumnya pada 2014-2015 yang mencapai angka 71 persen.

Di masa itu, Facebook jauh mengungguli para pesaingnya seperti Instagram (52), Snapchat (41 persen), Twitter (33 persen), Tumblr (14 persen).

Jules Terpak, pembuat konten Gen Z yang juga meliputi budaya digital, remaja tidak lagi menemukan makna dari Facebook.

"Sekarang ada lebih dari lima platform media sosial punya posisi kuat untuk terus di-scroll," kata dia melalui email dikutip dari TechCrunch, "Demi waktu dan kewarasan, orang harus menghilangkan platform yang mulai kekurangan nilai dan insentif".

Terpak menjelaskan para remaja kerap mengasosiasikan Facebook dengan orang tua mereka.

"Budaya yang ditanamkan oleh rata-rata pengguna Facebook sangat terputus dari hal-hal yang dianggap menarik dari sebuah platform oleh Gen Z, yang ada malah energi email spam," cetusnya.

Atmosfer negatif itu, katanya, bahkan sudah muncul di 2013 saat 77 persen remaja masih memakai Facebook.

"Saat Facebook masih sangat terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari remaja, terkadang ini cuma karena sisi kegunaan dan kewajiban ketimbang [penilaian sebagai] platform baru yang menarik yang dapat diklaim remaja sebagai milik mereka," kata laporan Pew pada 2013.

Dalam studi sembilan tahun itu, Pew menemukan bahwa remaja mengungkapkan lebih banyak antusiasme untuk platform lain, bahkan jika mereka tidak menggunakannya sesering Facebook.
Tren itu tetap konstan, ketika generasi remaja baru main media sosial; mereka hampir tak melirik Facebook.

Temuan baru Pew juga konsisten dengan pelaporan internal Facebook sendiri, menurut dokumen yang dibocorkan oleh Frances Haugen, seorang peneliti Facebook.

Bahwa, pengguna remaja di aplikasi Facebook 2021 menurun 13 persen sejak 2019. Dokumen itu juga memproyeksikan bahwa angka tersebut akan terus turun 45 persen selama dua tahun ke depan.

"Sebagian besar orang dewasa muda menganggap Facebook sebagai tempat bagi orang-orang berusia 40-an dan 50-an," kata dokumen internal Facebook 2021 yang diperoleh The Verge.

"Orang dewasa muda menganggap konten sebagai hal yang membosankan, menyesatkan, dan negatif," lanjut dokumen itu.

Meski angka penggunanya masih agak stagnan, penurunan pengguna Facebook dari kategori demografis utama ini adalah berita buruk bagi bisnis iklan Facebook, yang merupakan penyumbang terbesar pendapatannya.

Instagram mepet TikTok

Pada survei yang sama, remaja kian gemar menggulirkan app Instagram, platform Meta lainnya. Angkanya mencapai 62 persen, naik dari survei 2014-2015 yang mencapai 52 persen.

Sementara, TikTok, yang bahkan belum lahir pada survei Pew 2014-2015, saat ini digunakan oleh 67 persen remaja AS. Persaingan kedua platform itu sendiri tetap ketat, tak seperti yang dirisaukan pihak Instagram yang bahkan berniat mencontek habis platform asal China itu.

Terlepas dari persaingan itu, YouTube nyatanya jadi raja dengan angka 95 persen, jauh melampaui peserta lainnya. Namun, banyak pengguna hanya bermaksud untuk menonton video, bukan untuk terhubung dengan orang lain secara online.

 

(Rio Rizalino\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar