UNHCR & IOM Diprotes, Sepekan 4 Pengungsi Afghanistan Aksi Jahit Mulut

Rabu, 08/12/2021 22:20 WIB
Protes ke UNHCR dan IOM, pengungsi Afghanistan lakukan aksi jahit mulut di Pekanbaru (Antara/Yudhie)

Protes ke UNHCR dan IOM, pengungsi Afghanistan lakukan aksi jahit mulut di Pekanbaru (Antara/Yudhie)

Pekanbaru, law-justice.co - Empat pengungsi Afghanistan di Pekanbaru menjahit mulut sebagai tanda protes atas ketidakjelasan nasib mereka setelah bertahun-tahun terlantar di Indonesia. Mereka menuntut kejelasan dari organisasi-organisasi internasional seperti UNHCR dan IOM.


"Empat pengungsi menjahit mulut beberapa hari lalu di Pekanbaru setelah puluhan hari demonstrasi karena mereka tak mendapatkan respons dari UNHCR," ujar salah satu pengungsi Afghanistan di Indonesia, Hakmat, dalam pernyataan yang diterima CNNIndonesia.com.

Dalam sejumlah foto yang dikirimkan Hakmat, keempat pengungsi Afghanistan itu terlihat menjahit mulut mereka dengan benang plastik berwarna hitam.

"Mereka mengambil langkah ini untuk mengangkat suara para pengungsi yang tak berdaya di seluruh dunia," ucap Hakmat.

Seorang imigran lain yang mendampingi keempat pengungsi itu, Fahimi, mengatakan dikutip dari CNNIndonesia, Rabu (8/12/2021), bahwa keempat orang itu menjahit mulut pada Kamis pekan lalu.

Menurut Fahimi, empat pengungsi itu sudah muak karena aksi protes yang mereka gelar di depan kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Pekanbaru sejak 12 November lalu tak kunjung direspons.

Fahimi bercerita bahwa keempat pengungsi itu sudah terdampar di Indonesia sejak 2012-2013. Satu dekade berlalu, UNHCR dan Organisasi Migran Internasional (IOM) tak kunjung menempatkan mereka di negara ketiga.

Karena frustrasi, salah satu dari keempat pengungsi itu sendiri sudah dua kali menjahit mulutnya sepanjang bulan ini. Namun kini, mereka membuka kembali jahitan itu karena kondisi tubuh memburuk.

"Dua di antaranya mereka bibirnya terinfeksi parah dan bengkak. Mereka dipaksa untuk membuka jahitannya oleh IOM dan keluarganya. Mulut mereka kembali terbuka setelah 3-4 hari," tutur Fahimi.

Fahimi menjelaskan bahwa IOM memang berbincang dengan keempat pengungsi itu melalui aplikasi Zoom. Namun secara keseluruhan, IOM tak memberikan kontribusi berarti atas keluhan para imigran.

"Mereka tak bertanggung jawab atas protes pengungsi. UNHCR juga belum menghubungi perwakilan pengungsi mengenai protes ini. Keluarga empat pengungsi ini memegang peran lebih penting untuk membuka jahitan mereka ketimbang IOM," ucap Fahimi.

Sementara itu, satu pengungsi lainnya di Pekanbaru, Nazer, bercerita bahwa IOM sebenarnya sudah menawarkan untuk bertemu dengan para imigran kemarin, Selasa (7/12/2021).

"IOM mau mengadakan pertemuan kemarin, tapi para pengungsi tak sepakat dengan jumlah perwakilan di pertemuan itu. Pertemuan itu akhirnya dibatalkan," ucap Nazer.

Nazer menuturkan bahwa setiap hari sejak November lalu, para pengungsi selalu menggelar aksi di depan kantor UNHCR. Biasanya, sekitar 90 persen dari keseluruhan imigran lajang di Pekanbaru akan ikut serta, bersama sejumlah pengungsi lain yang membawa keluarganya.
"Belum ada respons dari UNHCR. Kami sudah menggelar aksi duduk di depan kantor UNHCR dan IOM selama 25 hari sekarang, tapi tak ada yang pernah menanyakan keluhan kami," tutur Nazer.

Tak hanya di Pekanbaru, para pengungsi di Medan juga menggelar aksi serupa di depan kantor UNHCR di ibu kota Sumatra Utara tersebut.

Karena putus asa atas ketidakjelasan nasibnya, seorang pengungsi di Medan sampai-sampai melakukan aksi bakar diri di depan kantor UNHCR pekan lalu.

Dalam kisruh ini, UNHCR dan IOM memang menjadi sorotan. Pasalnya, Indonesia bukan pihak yang menandatangani konvensi pengungsi sehingga tak memiliki kewajiban untuk menampung imigran.

Para imigran yang ada di Indonesia saat ini hanya ditampung sementara untuk disalurkan ke negara ketiga.

Masalah kian pelik karena saat ini sekitar 20 negara yang seharusnya menerima pengungsi juga sedang kebanjiran imigran akibat berbagai konflik belakangan ini.

Menurut UNHCR, puluhan negara itu hanya bisa menerima sekitar 1,5 persen dari 26 juta total pengungsi di seluruh dunia. Itu pun hanya dari kalangan tertentu.

"Mereka hanya menerima pengungsi yang paling rentan. Kondisi ini berdampak negatif terhadap potensi pemukiman kembali para pengungsi di seluruh dunia, termasuk Indonesia," tutur perwakilan UNHCR dikutip dari CNNIndonesia, Rabu (8/12/2021)

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar