Ajukan Kuasa ke LQ Indonesia, Korban Minna Padi Bakal Gugat OJK

Selasa, 05/10/2021 17:30 WIB
Para nasabah Minna Padi mengajukan kuasa kepada LQ Indonesia Lawfirm dalam kasus gagal bayar investasi PT Minna Padi Aset Manajemen. (Foto: Dok. LQ Indonesia).

Para nasabah Minna Padi mengajukan kuasa kepada LQ Indonesia Lawfirm dalam kasus gagal bayar investasi PT Minna Padi Aset Manajemen. (Foto: Dok. LQ Indonesia).

law-justice.co - Sejumlah nasabah PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) mengajukan kuasa kepada LQ Indonesia Lawfirm atas kasus gagal bayar perusahaan tersebut. Mereka melimpahkan penanganan perkara kepada LQ untuk mengusut kasus yang diketahui telah merugikan para nasabah hingga triliunan rupiah.

Mereka sebelumnya telah menyampaikan kekecewaannya kepada Otoritas Jasa Keuangan terkait likuidasi atas 6 produk reksa dana MAPM yang belum dibayarkan sepenuhnya.

Dari kewajiban yang dibayarkan sebesar Rp 6 triliun, MPAM baru membayar sebesar Rp 1,6 triliun, sehingga nasabah berpotensi mengalami kerugian lebih dari Rp 4 triliun.

OJK sendiri telah membubarkan enam reksa dana Minna Padi dengan dana kelolaan Rp 6 triliun milik 6.000 nasabah MPAM. Enam reksa dana tersebut adalah Amanah Saham Syariah, Hastinaputra Saham, Pringgodani Saham, Pasopati Saham, Properti Plus Saham, dan Keraton II.

Kuasa Hukum nasabah Minna Padi dari LQ Indonesia Lawfirm, Saddan Sitorus, mengatakan kasus yang menimpa para nasabah sedikit berbeda dari kasus gagal bayar perusahaan keuangan lainnya, seperti Koperasi Indosurya.

Dia mengatakan Minna Padi adalah perusahaan yang memiliki izin dari OJK. Untuk itu, tidak mungkin dijerat dengan pidana perbankan karena perizinan yang sudah lengkap.

"LQ Indonesia Lawfirm melihat bahwa perbuatan pidana atau iktikad tidak baik Minna Padi dimulai ketika menawarkan produk Reksadana dengan bunga FIXED, disinilah adanya pelanggaran Peraturan OJK dimana OJK melarang adanya reksa dana atau produk pasar modal menjanjikan fixed return," kata Saddan dalam keterangan tertulis, Selasa, 5 Oktober 2021.

Lebih lanjut Saddam menjelaskan, pelanggaran peraturan OJK tidak serta merta merupakan perbuatan pidana, namun bisa merupakan pelanggaran administrasi. Hasil gelar perkara internal yang dilakukan oleh tim litigasi menerangkan bahwa meski kasus ini hanya beruap pelanggaran aturan OJK, namun tak menutup kemungkinan bisa masuk dalam rangkaian tipu daya atau modus untuk menarik uang korban.

"Selain dugaan pidana penipuan dan atau penggelapan, besar dugaan (adanya) pidana perlindungan konsumen Pasal 8 juncto pasal 62 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana 5 tahun penjara," jelasnya.

Kepala Bidang Humas LQ Indonesia Lawfirm, Sugi, mengatakan pihaknya tak akan gegabah dalam menangani kasus-kasus gagal bayar investasi.

Menurutnya, butuh ketelitian dan strategi dalam bernegosiasi agar uang para nasabah bisa kembali sepenuhnya. Setidaknya, kata dia, cara itu telah membuahkan hasil di mana empat perusahaan gagal bayar sudah mengembalikan dana klien-klien yang memberikan kuasa kepada LQ.

"Dalam kasus Minna Padi, LQ Indonesia Lawfirm akan mengugat OJK dikarenakan OJK diduga menjadi penyebab kerugian yang dialami para korban," tegasnya.

Hingga saat ini, sudah ada belasan korban Minna Padi dari berbagai daerah meminta LQ menangani kasus tersebut. Tak kurang dari Rp 23 miliar kerugian para korban yang memberikan kuasa ke LQ Indonesia Lawfirm telah berhasil dikumpulkan.

OJK sebelumnya menyatakan bahwa Minna Padi memiliki tanggung jawab penuh atas kewajiban kepada para nasabah.

"OJK sebagai pengawas melakukan pemantauan agar bisa dilakukan pemenuhan sebagaimana yang telah diperjanjikan," kata Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo, Selasa (2/3/2021).

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar