Banyaknya Kasus Gagal Bayar Perusahaan Investasi, Kemana OJK Dan BEI?

Rabu, 17/06/2020 13:04 WIB
Karyawan melintas di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta - (ANTARA)

Karyawan melintas di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta - (ANTARA)

law-justice.co - Permasalahan yang beberapa bulan ini muncul tentang kasus gagal bayar perusahaan investasi kepada para nasabah dianggap karena lemahnya pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) terhadap para perusahaan yang bermain di pasar modal.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, lemahnya peran lembaga pengawasan, sehingga banyak saham yang menurutnya tak layak investasi dan menyebabkan berbagai kasus investasi.

Selain itu, Anthony juga mengkritik skema initial public offering (IPO) yang digunakan oleh OJK dan BEI.

"Perusahaan-perusahaan ini akhirnya melantai dan berhasil meraup dana di pasar modal. Setelah itu perusahaan-perusahaan tersebut tidak perform. Harga sahamnya dimainkan. Karenanya, saham- saham ini dijadikan sarana untuk berspekulasi bagi perusahaan asuransi dan reksa dana," kata Anthony dalam siaran pers, Selasa (16/6).

Oleh karena itu, peran pengawas pasar modal sangat penting untuk memperketat pengawasan kepada perusahaan asuransi dan reksa dana agar tidak melanggar aturan saat melakukan investasi. Selain itu, perlu ada pengawasan lebih kepada saham-saham di bursa.

"Jadi peran pengawas sangat penting apakah perusahaan-perusahaan yang portofolio investasinya diatur, melanggar atau tidak. Tapi sayangnya, selama ini investasi spekulatif terkesan tidak terdeteksi," katanya.

Beberapa kasus gagal bayar seperti yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero), dimana hingga saat ini masih ada sekitar Rp 12,4 triliun dana pemegang polis belum dicairkan. Kasus ini bisa terjadi karena asuransi pelat merah ini melakukan investasi pada saham-saham yang terindikasi gorengan.

Selain itu, ada kasus PT Asabri (Persero). Asuransi khusus anggota TNI dan Polri tersebut mengalami kerugian investasi hingga Rp 4,84 triliun. Meskipun pimpinan Asabri menegaskan tidak ada penunggakan pada pembayaran kepada pemegang polis.

Selain itu, kasus juga terjadi di produk reksa dana milik PT Minna Padi Asset Management yang dibubarkan OJK dengan nilai dana kelolaan atau asset under management (AUM) hampir Rp 6 triliun. Begitu juga dengan kasus investasi dana simpanan KSP Indosurya yang nilai kerugian nasabahnya ditenggarai mencapai Rp 14,6 triliun.

 

 

(Bona Ricki Jeferson Siahaan\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar