Dinilai Langgar Prosedur, Sejumlah Ahli Desak TWK Diulang

Selasa, 07/09/2021 17:15 WIB
Gedung KPK ditembaki sinar laser (Detik)

Gedung KPK ditembaki sinar laser (Detik)

Jakarta, law-justice.co - Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) guna alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN terus bergulir. Bahkan, ada yang mendesak ulang agar TWK digelar ulang.

Hal itu dilakukan oleh beberapa ahli, seperti Feri Amsari (pakar hukum Universitas Andalas), Usman Hamid (Amnesty International), Bivitri Susanti (dosen STH Jentera), hingga Titi Anggraini (aktivis pemilu dan demokrasi).

Mereka menilai KPK telah melanggar prosedur dalam pelaksanaan TWK pada Maret-April lalu. Permintaan itu disampaikan sejumlah ahli hukum dalam rilis analisis terkait TWK yang mereka keluarkan pada Selasa (7/9/2021).

"Melaksanakan TWK ulang yang transparan dan atau melakukan proses alih status sebagaimana pernah diberlakukan terhadap anggota TNI dan kepolisian," kata mereka dalam rilis.

Permintaan itu sekaligus menanggapi dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XIX/2021, yang menyatakan TWK konstitusional. Lalu, putusan MK sebelumnya, Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang menyatakan TWK tak boleh merugikan pegawai.

Meski dua putusan MK akhirnya menyatakan TWK sah dan konstitusional, para ahli menilai putusan tersebut belum memutus prosedur yang dianggap konstitusional. Ahli menilai, kewenangan KPK dalam melaksanakan TWK tidak menjadi pembenar atas cacat prosedur dalam proses tes, sesuai temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM.

Menurut mereka, KPK tidak bisa berlindung di balik putusan MK. Sebab, sejumlah lembaga yang memiliki otoritas telah memberi penilaian dan menemukan fakta penyalahgunaan wewenang, cacat adminitrasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam TWK.

"Meskipun TWK konstitusional namun proses pelaksanaannya tidak menjunjung nilai-nilai konstitusi (UUD 1945) terkait perlindungan hak asasi manusia dan ketentuan undang-undang lainnya, termasuk UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," kata mereka.

"Bahkan dalam temuan Komnas HAM juga telah ditemukan fakta-fakta dalam prosedur pelaksanaan TWK terjadi 11 pelanggaran hak asasi manusia yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran konstitusi," imbuhnya.

Oleh sebab itu, Feri Amsari Cs menilai meski KPK berwenang melaksanakan TWK, namun jika dalam pelaksanaannya ditemukan prosedur yang salah, konsekuensinya akan batal demi hukum.

Selain menggelar TWK ulang, Feri meminta Ketua KPK Firli Bahuri juga mengakui cacat prosedur dan pelanggaran malaadministrasi dalam pelaksanaan TWK, sesuai temuan Ombudsman dan Komnas HAM. Dia juga mendesak agar KPK mematuhi rekomendasi Komnas dan Ombudsman untuk membatalkan hasil tes tersebut.

"Pimpinan KPK mengakui kealpaan dalam proses penyelenggaraan TWK yang tidak sesuai dengan nilai-nilai UUD 1945, UU Administrasi Pemerintahan, UU Hak Asasi Manusia dan nilai-nilai tentang kejujuran, transparansi dan menjunjung kemanusiaan," ungkapnya.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar