Ekonom Minta Pemerintah Waspada Dengan Lonjakan Impor Selama Pandemi

Rabu, 28/07/2021 21:25 WIB
Ekonom senior Indef Aviliani (Kumparan)

Ekonom senior Indef Aviliani (Kumparan)

Jakarta, law-justice.co - Ekonom senior Aviliani mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai impor yang melonjak di era pandemi covid-19. Jika dibiarkan, hal ini akan mengurangi permintaan produk lokal, sehingga berdampak pelaku UMKM.


"Waspadai pertumbuhan impor, kalau diperhatikan ada kenaikan impor di era pandemi. Digitalisasi naik, pembelian daring secara impor naik," ungkap Aviliani dalam Indonesia Industry Outlook 2nd Semester, Rabu (28/7/2021).

Ia mengatakan pandemi covid-19 membuat sektor digital bergerak cepat, misalnya e-commerce. Untuk itu, Aviliani mengingatkan pemerintah jangan sampai kemajuan digitalisasi ini membuat permintaan di dalam negeri menurun.

"Jangan sampai digitalisasi membuat ekonomi maju, tapi juga mengurangi permintaan barang di dalam negeri karena impor tinggi," kata Aviliani.

Menurut Aviliani, pilihannya ada dua, yakni mengerek ekspor atau mengurangi impor. Ia mencontohkan Thailand dan Korea Selatan yang berhasil mengatasi masalah kenaikan impor.

"Mereka memilih produk yang memiliki kompetensi untuk diekspor itu ditingkatkan. Tidak apa-apa impor, tapi harus lebih rendah dari ekspor," jelas Aviliani.

Sayangnya, sambung dia, Indonesia tak ada produk yang bisa diunggulkan seperti Thailand dan Korea Selatan. Dengan demikian, pemerintah kesulitan mengerek ekspor.

"Jujur kalau dilihat ekspor dari jaman dulu hanya CPO dan batu bara, belum mengarah pada nilai tambah dan global value chain. Thailand itu lebih dari 20 persen value chain dari UMKM nya," kata Aviliani.

Oleh karena itu, Aviliani menyarankan agar pemerintah memberikan insentif kepada UMKM di Indonesia yang memiliki kompetensi untuk ekspor. Insentif bisa digunakan untuk mengembangkan produksi agar lebih berkualitas untuk diekspor.

"Nanti otomatis impor tertutup dengan ekspor," ucap Aviliani.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan ekspor UMKM baru 14 persen dari total nilai ekspor. Angkanya jauh lebih rendah dari negara Asia lainnya.

"Kalau dibandingkan dengan Jepang, ekspor UMKM nya sudah 54 persen, China 70 persen," kata Teten.

Menurut Teten, kebanyakan UMKM Indonesia baru memproduksi makanan, seperti kerupuk. Sementara, UMKM di negara lain sudah banyak yang memproduksi sebuah produk kreatif di sektor teknologi.

"Kalau Indonesia masih terus kerupuk-kerupuk ya orang Indonesia sendiri, orang luar negeri tidak begitu suka kerupuk," kata Teten.

Untuk itu, pemerintah sedang berupaya mendorong pelaku UMKM Indonesia untuk lebih kreatif dalam menghasilkan produk dan bisa terhubung dengan rantai pasok industri. Sebab, sejauh ini baru 4,1 persen UMKM yang terhubung dalam rantai pasok industri.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar