Suap 2 Jenderal Polisi, Djoko Tjandra Dituntut 4 Tahun Penjara

Kamis, 04/03/2021 16:56 WIB
Terbukti suap dua jenderal polisi, Djoko Tjandra dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa (kompas)

Terbukti suap dua jenderal polisi, Djoko Tjandra dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa (kompas)

law-justice.co - Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung menuntut Joko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Djoko Tjandra dinilai jaksa terbukti memberi suap kepada dua jenderal polisi terkait penghapusan red notice dan menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait fatwa Mahkamah Agung (MA).

"Kami menuntut supaya majelis hakim mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tipikor," kata jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (4/3/2021).

"Menghukum terdakwa pidana penjara 4 tahun, menghukum terdakwa membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan," lanjut jaksa.

Jaksa menilai Djoko Tjandra terbukti memberi suap ke jaksa Pinangki Sirna Malasari berkaitan dengan red notice dan dua jenderal, yakni mantan Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri. Adapun uang diserahkan melalui perantara.

"Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi suatu pemberian uang atau janji yang dilakukan oleh Joko Soegiarto Tjandra sehubungan dengan fatwa MA atas upaya hukum Joko Seogiarto Tjandra, dan juga memberi uang atau janji sehubungan dengan red notice di imigrasi," ujar jaksa.

Adapun uang yang diberikan Djoko Tjandra di kasus fatwa MA senilai USD 500 ribu. Sedangkan ke dua jenderal adalah USD 470 ribu dan SGD 200 ribu.

"Terkait fatwa MA, terdakwa telah memberikan uang USD 509 ribu ke Pinangki pemberian melalui Angga Heryadi Kusuma kepada Andi Irfan Jaya dan selanjutnya diberikan ke Pinangki," kata jaksa.

"Terdakwa memberi uang ke Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo melalui Tommu Sumardi. Kepada Irjen Napoleon sebesar USD 370 ribu dan SGD 200 ribu, kepada Prasetijo sebesar USD 100 ribu. Dengan demikian unsur memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu telah sah menurut hukum," jelas jaksa.

Jaksa mengatakan Djoko Tjandra telah memberikan suap ke pegawai negeri, yaitu Pinangki dan Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo. Pemberian suap bertujuan agar ketiganya mengupayakan masalah hukum Djoko Tjandra, yakni penghapusan red notice atau DPO di Imigrasi dan upaya pengajuan fatwa MA.

"Dengan demikian supaya unsur atau penyelenggara negara berbuat sesuatu dalam jabatannya telah terpenuhi sah menurut hukum," kata jaksa.

Djoko Tjandra juga diyakini jaksa melakukan permufakatan jahat dengan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya. Hal ini karena adanya pertemuan dengan ketiganya di Kuala Lumpur, Malaysia bersama Anita Dewi Kolopaking.

"Di mana action plan terdapat biaya-biaya dan action plan telah disampaikan oleh Andi Irfan Jaya. Berdasarkan fakta hukum di atas unsur permufakatan jaya telah terbuktikan. Maka terungkap fakta rangkaian pertemuan yang dilakukan Djoko Tjandra, Pinangki, Andi Irfan Jaya, Anita Dewi Kolopaking dimaksudkan upaya gagalkan eksekusi selaku terpidana cessie Bank Bali dengan cara meminta fatwa kepada MA melalui Kejagung. Skema fatwa MA yang dijalankan akan memberikan uang sebesar USD 10 juta kepada PNS, baik di Kejagung maupun di MA," tutur jaksa.

"Maka perbuatan Djoko Tjandra telah memenuhi unsur pertama, kedua, dan ketiga yaitu telah terbukti melakukan pemberian kepada penyelenggara negara. Dan telah terbukti pula melakukan tindak pidana permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi," tambah jaksa.

Atas dasar itu, Djoko Tjandra diyakini melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 juncto Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar