Mereshuffle Menteri Disaat Covid, Agar Semua Bisa Nikmati Kekuasaan

Minggu, 27/12/2020 08:16 WIB
Karikatur Japrak Usil soal Reshuffle Menteri. (law-justice.co)

Karikatur Japrak Usil soal Reshuffle Menteri. (law-justice.co)

Jakarta, law-justice.co - Setelah mendapatkan tekanan dari partai koalisi maupun dari kelompok oposisi, pada akhirnya Presiden Jokowi benar benar mengganti Menterinya. Desakan penggantian  atau reshuffle Menteri Jokowi muncul terutama setelah dua Menteri dari partai Gerindra dan PDIP tersangkut kasus korupsi. 

Tertangkapnya dua Menteri yang diduga korupsi ini mau tidak mau memang harus segera diganti posisinya karena akan menganggu kinerja kabine Jokowi yang tengah sibuk mengatasi merebaknya pandemi.

Desakan bagi Presiden untuk mengganti Menteri memang bukan hanya karena kasus tertangkapnya dua Menteri karena kasus korupsi tetapi juga karena ada beberapa Menteri yang kinerjanya dinilai jeblok sehingga sudah seharusnya diganti. 

Rupanya Presiden Jokowi merespons aspirasi  tersebut lalu berkenan mengganti enam menterinya sekaligus dengan wajah wajah baru yang diharapkan lebih meningkatkan kinerjanya daripada mereka yang menjabat sebelum  ini.

Menimbulkan Kontroversi

Penunjukan Menteri baru pembantu Jokowi telah menimbulkan pro dan kontra karena beberapa sosok Menteri diniai mengandung kontroversi pada dirinya.Mereka yang dinilai kontroversi seperti penunjukan Walikota Surabaya Tri Risma Harini sebagai manteri sosial menggantikan Juliari Batubara. Penunjukan Risma dianggap menyalahi ketentuan Undang Undang karena yang bersangkutan berarti rangkap jabatan sebagai Menteri dan sebagai Walikota Surabaya.

Adapun Undang Undang yang dilanggar Risma adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimana  Pasal 76 huruf h UU Pemerintahan Daerah secara tegas memuat larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk melakukan rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.

Selain itu Risma juga dinilai melanggar  UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 23 huruf a UU Kementerian Negara mengatur bahwa Menteri dilarang merangkap jabatan pejabat negara lainnya. Merujuk pada regulasi lain, yakni Pasal 122 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Menteri dan Walikota disebut sebagai pejabat negara.

Kiranya perintah undang-undang tidak bisa dikesampingkan oleh izin Presiden, apalagi hanya sebatas izin secara lisan. Pengangkatan Risma sebagai menteri tanpa menanggalkan posisinya sebagai walikota bisa dinilai cacat hukum karena menyalahi ketentuan yang ada. Risma sendiri mengungkapkan alasannya belum mau meninggalkan Surabaya karena masih ingin meresmikan sejumlah tempat yang dibangun pada masa pemerintahannya, satu diantaranya adalah jembatan Joyoboyo dan beberapa proyek lainnya.

Selain Risma, penggantian Menteri Kesehatan  yang sebelumnya dijabat oleh Terawan Agus Putranto, dengan latar belakang medis digantikan oleh Budi Gunadi Sadikin yang berlatar belakang Fisika Nuklir dan pernah berkarier sebagai bankir juga memunculkan pro kontra. Bahkan pergantian Menteri Kesehatan ini ramai diberitakan media dari mancanegara.

Diantaranya  South China Morning Post (SCMP) Dengan judul "Indonesia’s Joko Widodo replaces health minister in cabinet reshuffle as coronavirus crisis deepens", SCMP memiliki fokus awalan berita dengan mengangkat pergantian posisi menkes di tengah pandemi yang kian mengganas di Indonesia. 

Sementara itu The Straits Times Media Singapura The Straits Times menerbitkan artikel berita dengan judul, "Jokowi replaces 6 ministers to help virus-hit Indonesia recover". Hampir seperti SCMP, the Straits Times juga memberikan fokus terhadap peralihan jabatan menkes di tengah pandemi virus corona. Meski begitu, media ini memberikan gambaran sosok Budi Gunadi yang lebih kuat dengan mengatakan bahwa bankir itu adalah satu dari daftar "The Straits Times 50 Asians to Watch" pada tahun 2018. 

Selain Risma dan Menteri Kesehatan, penunjukan Menteri Agama yang baru tak luput dari kontroversi juga. Seperti diketahui, Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut telah ditunjuk sebagai  menjadi menteri Agama. Penunjukan Gus Yaqut tentu saja memunculkan kontroversi karena sebelumnya orang ini pernah bersikap dan membuat pernyataan kotroversial sehingga mengundang pro dan kontra.

Paling segar dalam ingatan, tentu kasus pelaporan oleh sebuah LBH yang dialamatkan ke Gus Yaqut buntut dari pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid pada Oktober 2018 silam. Saat itu, umat muslim terpecah menjadi dua kubu menyusul kasus pembakaran yang dilakukan sekelompok oknum anggota Banser NU di Garut, Jawa Barat.

Gus Yaqut juga sempat berseteru dengan Gus Nur alias Nur Sugi Rahardja yang dianggapnya mencemari kesakralan sebutan `Gus`. Ya, sebutan Gus memang punya arti khusus bagi kalangan Nahdiyin. Asal muasal sebutan Gus ini pula yang memicu perseteruannya dengan Gus Nur. Menurut Gus Yaqut, sosok yang dikenal sangat anti pemerintah tersebut tak punya kriteria menyandang gelar Gus. "Gus Nur itu tak tahu malu, gelari sendiri dengan sebutan Gus," pernyataan pedas Gus Yaqut.

Sosok Gus Yaqut yang dinilai kontroversial juga disebabkan karena aroma permusuhannya dengan FPI (Front Pembela Islam) yang dipimpiin oleh Habib Riziek Shihab (HRS) yang sekarang dipenjara.Sosok Gus Yaqut sangat identik sebagai rival bagi FPI, juga karena pernyataan pernyataannya yang menangkap adanya sinyal keberadaan ISIS di Indonesia. Sosoknya yang terbilang paling rajin berkomentar tentang bahaya radikalisme ini kerap menangkal eksistensi FPI dan HRS termasuk saat HRS kembali ke Indonesia.

Tak hanya itu, Gus Yaqut juga dengan terang-terangan menyindir revolusi akhlak yang didengungkan HRS bersama FPI. Gus Yaqut tak yakin sosok Habib Rizieq Shihab bersama FPI-nya punya kekuatan untuk menggerakkan revolusi di Indonesia.

Pointnya, Gus Yaqut selalu mendengungkan NKRI harga mati untuk melawan manuver-manuver yang dilakukan FPI dengan imam besarnya HRS. Tak jarang, Gus Yaqut juga terkadang memamerkan kekuatan Banser di bawah komandonya untuk menyaingi besarnya massa FPI.

Yang terbaru, Gus Yaqut juga langsung mengirim `pasukan` untuk mengawal rumah orang tua Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. Seperti diketahui, rumah orang tua Mahfud MD di Sampang Madura sempat menjadi sasaran massa yang diduga merupakan simpatisan  anggota FPI.

Itulah tiga Menteri hasil reshuffle yang mengandung kontroversi. Ke depan langkah langkah dan kebijakan tiga Menteri baru yang mengandung kontroversi ini tentu akan mendapatkan sorotan masyarakat, apakah kinerjanya bisa mengatrol pemerintahan Jokowi ataukah sebaliknya, kiranya waktu yang akan menjawabnya.

Kok Masih Bertahan ?

Indonesia Political Opinion (IPO) pernah melakukan survei terhadap 1.350 responden yang tersebar di 135 desa dari 30 provinsi di Indonesia. Salah satu hasil survei yang dilakukan sepanjang 8-25 Juni 2020 itu adalah sebanyak 72,9 persen responden sepakat perlu ada reshuffle atau perombakan kabinet.

Ada delapan nama yang mendapat lebih dari 25 persen suara responden untuk segera diganti oleh orang lain. Diantara nama nama itu, peringkat puncak diduduki oleh Yasonna Hamonangan Laoly. Yasonna sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia bukan orang baru. Dia pernah menjabat di posisi yang sama dalam kabinet Jokowi periode 2014-2019. 

Mengapa Yasonna layak untuk diganti karena Menteri yang satu ini dinilai banyak membuat masalah terkait dengan pengesahan berbagai peraturan perundang undangan yang dinilai merugikan rakyat. Namun bagi DPR dan Pemerintah, dia bisa dianggap sebagai orang yang berjasa.Dia punya jasa besar bagi pemerintah dan DPR karena selama menjadi Menkumham ada 91 undang-undang yang berhasil disahkan diantaranya Revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) serta revisi UU KPK menjadi UU Nomor 19 tahun 2019.

Dalam UU MD3, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mempunyai perluasan wewenang. Mereka bisa melaporkan pidana orang yang dianggap merendahkan kehormatan DPR atau anggota DPR. Kemudian siapapun anggota DPR yang diperiksa polisi, penegak hukum harus mendapat izin dari MKD terlebih dahulu.

Sedangkan UU KPK diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat, yakni cuma 15 hari. Salah satu pasal paling kontroversial mengatur perihal penyadapan yang dilakukan KPK. Lembaga antirasuah itu harus mendapat izin terlebih dahulu dari Dewan Pengawas KPK sebelum merealisasikan aksinya.

Revisi UU KPK seperti diketahui telah memantik terjadinya demo  besar-besaran bertajuk #ReformasiDikorupsi akhir September 2019 yang lalu.Demonstrasi ini telah menimbulkan ratusan korban luka-luka dan sejumlah orang meninggal dunia, desakan Yasonna mundur dari jabatan Menkumham mencuat saat itu. 

Menteri Yasonna juga pernah memberikan informasi keliru tentang keberadaan Harun Masiku, buronan KPK. Publik, setidaknya 64,1 persen dari responden IPO yakin, ada orang lain yang lebih cocok mengisi posisi Menkumham.“Yasonna terus menerus membuat masalah, bahkan semakin membawa Indonesia pada situasi hukum yang tidak menentu," kata peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman seperti dikutip Tirto, Rabu (29/1/2020).

Ketika terjadi reshuffle kabinet beberapa waktu yang lalu Laoly terbukti selamat alias tidak diganti. Salah satu sebabnya mungkin karena ia berasal dari partai pengusung yang dinilai berjasa pada Jokowi dan ini menunjukkan bahwa presiden Jokowi masih “tersandera” oleh kekuasaan partai sehingga membuatnya tidak leluasa menentukan siapa pembantunya.

Selain Yasonna Laoly ada nama Ida Fauziah dengan perolehan suara 47,5 persen menurut survey IPO. Saat survei dilakukan antara 8-25 Juni 2020, setidaknya ada 3 juta pekerja dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Untuk menanggulangi PHK ini, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan mengebut peluncuran Kartu Prakerja. Namun program yang seharusnya menjadi jaring pengaman sosial untuk meningkatkan kemampuan bekerja justru menjadi olok-olok.

Mulai dari materi yang sebenarnya bisa diakses gratis, proses tender yang tidak transparan, juga signifikansi pelatihan dengan kebutuhan masyarakat untuk melamar kerja di kemudian hari. Belum lagi masalah pencairan insentif yang kerap terlambat serta sertifikat yang tak kunjung keluar. Parahnya lagi, mereka yang ikut kelas juga harus membayar sejumlah uang.

Pada 30 Juni 2020 program Kartu Pra Kerja resmi dihentikan pemerintah. Kendati gelombang kedua PHK di Indonesia akibat COVID-19 masih membayangi, pemerintah masih gagap. Setelah Kartu Prakerja, tidak ada lagi inovasi untuk memberi pekerjaan atau pelatihan bagi mereka yang terdampak PHK.

Karena permasalahan tersebut, Ida Fauziah diharapkan sebagai Menteri Jokowi yang seharusnya diganti. Namun seperti kita ketahui ia lolos dari penggantian tersebut. Bisa jadi karena Jokowi masih mempunyai pertimbangan lain sehingga ia masih bertahan di kursinya.

Selain Yasonna dan Ida Fauziah, nama Menteri lain yang disebut sebut layak untuk diganti adalah Syahrul Yasin Limpo (SYL). Yasin Limpo dinilai sebagai Menteri yang kontroversial berkat inovasi yang dilakukannya.Pada awal Juni 2020 Kementerian Pertanian yang diampu Syahrul Yasin Limpo tengah menciptakan inovasi baru, yakni kalung antivirus corona yang dibuat dari ramuan eucalyptus (kayu putih) dan bahan-bahan lain. Penemuan ini bahkan membuat Kementan berusaha mendekati investor dari Jepang dan Rusia.

Kalung itu punya prospek yang bagus di tengah pandemi. Setidaknya itu yang mungkin dipikirkan SYL. Pada 4 Juli 2020 SYL sendiri yang mengumumkan akan melakukan produksi massal kalung garapan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan. Dalam 15 menit, kalung ini diklaim bisa membunuh 42 persen virus corona. Niscaya, jika dipakai setengah jam, maka 80 persen virus corona tidak kuat bertahan.“Kami yakin bulan depan sudah dicetak, diperbanyak,” ucap Syahrul dalam konferensi pers di Kementerian PUPR, Jumat (4/7/2020).

Nahas, bukan (cuma) corona, tapi publik juga tak sanggup mempercayainya. Publik tidak begitu saja percaya karena faktanya tidak ada hasil uji klinis yang menyatakan kalung ini berimplikasi pada kesembuhan pasien positif COVID-19. Selain itu izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hanya sebagai “jamu” bukan antivirus. Tentu saja penemuan kalung anti virus corona ini mengandung unsur yang menyesatkan yang diamini oleh seorang pejabat negara setingkat Menteri.

Karena “prestasinya”ini maka SYL layak untuk diganti sebagai Menteri Jokowi. Namun seperti diketahui ternyata dia lolos dari potensi untuk diganti. Tidak diketahui dengan pasti alasan Jokowi mempertahankan SYL sebagai Menteri pada hal kewenangannya juga sudah banyak diambil alih oleh Menhan yang ikut menangani masalah ketahanan pangan.

Selain nama nama yang disebut diatas ada nama lain yang seyogyanya pantas untuk diganti seperti Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian diduga terlibat dalam kasus dokumen buku merah.. Dalam buku itu, diduga ada sejumlah nama pejabat penting yang menerima uang dari Basuki, termasuk Tito. Tito tercatat menerima aliran uang sebanyak sembilan kali dengan total Rp8,1 miliar. 

Selain diduga menerima uang, Tito juga selama menjadi Kapolri tidak pernah mampu mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Selain Tito disebut sebut juga nama Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dinilai gagal mengelola keuangan negara. Pertumbuhan ekonomi tidak pernah mencapai target seperti yang dijanjikan semula sementara utang pemerintah terus bertambah jumlahnya. 

Nama lain yang pantas untuk diganti adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menteri yang satu ini tidak menunjukkan kemajuan berarti sesuai janji-janjinya  soal investasi.

Hal yang sama jugamenimpa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang sempat bikin gaduh karena masalah kurikulum pendidikan. Terkait dengan soal kurikulum ini, Nadiem sebelumnya memang mengatakan kurikulum baru akan diuji coba di sejumlah daerah pada tahun ajaran 2021/2022. Kurikulum ini bakal menginstruksikan guru untuk mengajar sesuai kemampuan siswa.

Rencana itu lalu menuai protes dari federasi guru juga pengamat pendidikan. Federasi Guru meminta Kemendikbud mengevaluasi Kurikulum 2013 terlebih dahulu sebelum memutuskan kurikulum baru. Sementara menurut pengamat pendidikan, wacana tersebut tidak tepat diterapkan di tengah pandemi virus corona.

Dari momen reshuffle yanga baru saja dilakukan oleh Presiden Jokowi terlihat bahwa Jokowi masih mengabaikan pentingnya assessment integritas para menterinya. Jokowi tidak lagi menggunakan cara-cara ideal menyusun kabinet tetapi lebih dominan pertimbangan chemistry loyalitas dan pertimbangan kekuatan politik semata.

Baik Tito Karnavian, Sri Mulyani, Luhut maupun Nadiem Makarim masih dipercaya presiden Jokowi untuk membantu pemerintahannya. Mereka semua  selamat dari ancaman reshuffle yang baru saja terjadi disaat pandemi saat ini.

Memperkuat Kursi

Penunjukan Menteri baru yang mengandung kontroversi, sampai masih bertahannya Menteri menteri yang dinilai bermasalah tidak membuat orang lupa untuk menyoroti dipilihnya Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf).

Masuknya Sandiaga Uno ke kabinet juga ibarat melengkapi rekonsiliasi Pilpres 2019. Sebab, calon presiden-wakil presiden yang sebelumnya bertarung dengan Joko Widodo-Ma`ruf Amin kini sudah sama-sama menjadi menteri.

Strategi politik Presiden Jokowi dalam konstruksi para anggota kabinet Indonesia Maju yang telah menempatkan Prabowo dan Sandiaga Uno, secara politis dianggap cukup taktis dalam usaha meminimalisir kekuatan oposisi untuk kepentingan kelancaran kekuasaannya dalam 5 tahun kedepan.

Komitmen politik Presiden Jokowi sejak awal kepemimpinannya mencoba melalukan rekayasa berbagai kebijakan politik untuk tujuan membangun negara yang kuat guna mendorong terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam konteks kepentingan ini maka upaya memperkecil kekuatan kelompok oposisi (lawan politik) yang lahir dari rasa kecewa pihak Prabowo dan Sandiaga Uno karena mengalami kekalahan dalam event Pilpres-Cawapres 2019 adalah langkah jitu sebagai salah satu wayout ke arah keberhasilan kebijakan politiknya itu.

Apa yang terjadi sekarang adalah sebuah ironi bahwa persaingan Pilpres lalu yang  begitu memanas telah berakhir dengan merapatnya kubu Prabowo sandi ke Pemerintah yang berkuasa. Pada hal saat pilpres, pertarungan begitu sengit sampai kalangan akar rumput alias rakyat jelata. Pilpres itu telah menimbulkan banyak korban jiwa bahkan sampai sekarang  masih terbelah sikapnya.

Ditengah luka yang masih menganga, mereka yang bersaing diatas dengan entengnya berbagi kekuasaan untuk saling mencari selamat dan menjaga kepentingannya.Masuknya Sandi yang menyusul Prabowo di kabinet Jokowi itu telah membuktikan tanda bahwa rivalitas Pilpres tahun 2019 yang lalu hanya bersifat politis semata. Bukan rivalitas ide atau gagasan pembangunan nasional apalagi persaingan ideology perjuangan seperti yang disangka banyak orang pada umumnya.

Bagi pemerintah Jokowi, merangkul Prabowo sekaligus Sandiaga Uno sebagai Menterinya  merupakan pesan simbolik untuk meredam kekuatan oposisi sehingga diharapkan kekuatan oposisi akan semakin melemah di Indonesia.Meskipun harus diakui dengan dirangkulnya dua tokoh bekas rivalnya terebut tidak serta merta di dukung oleh para pendukung keduanya.

Sementara bagi Sandiaga sendiri dengan bergabung ke Pemerintah diharapkan publik tidak akan melupakannya. Sebab sudah biasa terjadi di Indonesia ini kalau orang tidak lagi mempunyai jabatan publik biasanya akan cepat dilupakan orang. Dengan masuk ke pemerintahan diharapkan namanya akan tetap terjaga sampai dengan lima mendatang ketika pilpres telah tiba.

Selain itu dengan masuk ke pemerintahan bagi Sandi akan lebih menjaga kepentingan bisnisnya karena ditopang oleh pilar kekuasaan sehingga relative lebih aman ketimbang masih berada di barisan oposisi yang biasanya selalu dicari cari kesalahannya. Tetapi benarkah masuknya Sandi ke pemerintahan akan terbuka peluang politik baginya untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia atau malah sebaliknya ?

Demikianlah dari proses reshuffle kabinet yang terjadi, pesan yang bsa ditangkap adalah adanya simbiosis mutualisme antara penguasa yang semakin kuat kekuasaannya karena berhasil merangkul kekuatan oposisi. Sementara pada sisi lain juga dinilai menguntungkan bagi Sandiaga untuk menjaga popularitasnya sebagai pejabat publik yang akan selalu jadi sumber berita.

Kiranya dengan adanya reshuffle kabinet itu sampai sekarang rakyat masih menduga duga dan menilai dengan rasa curiga. Benarkah reshuffle itu memang benar benar dilakukan untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Ataukah hal itu dilakukan hanya sebagai langkah untuk bagi bagi kekuasaan belaka sampai semua pihak yang dulu bersaing di Pilpres 2019 masing masing ikut menikmati kue kekuasaan yang selama ini di impikannya ?. kalau memang demikian fenomenanya, alangkah sialnya nasib rakyat Indonesia.

(Ali Mustofa\Warta Wartawati)

Share:




Berita Terkait

Komentar