Gugus Tugas Covid19 Laporkan Kematian 11.477 Hanya ke Jokowi, Ada Apa?

Kamis, 09/07/2020 18:27 WIB
Jenazah pasien covid-19 yang hendak dimakamkan oleh petugas pemakaman (Kompas)

Jenazah pasien covid-19 yang hendak dimakamkan oleh petugas pemakaman (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Angka kematian akibat covid-19 di Indonesia sudah sejak awal diduga lebih banyak dari yang dilaporkan secara resmi oleh pemerintah. Dugaan itu semakin terbukti, sebab pada dua pekan lalu, Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan covid-19 melaporkan kasus kematian sebanyak 11.477 orang ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Namun, angka tersebut di luar angka resmi yang diumumkan pemerintah setiap harinya. Sebab, yang dilaporkan secara resmi oleh pemerintah angkanya jauh lebih kecil. Namun, publik dan pakar bertanya kenapa angka sebanyak itu tak diumumkan ke publik?

Laporan soal angka itu disampaikan oleh anggota Tim Pakar Dewi Nur Aisyah kepada Jokowi di Istana Negara pada tanggal 24 Juni 2020. Saat itu dia juga mempresentasikan perkembangan pandemi covid-19 di Indonesia.

Dalam presentasinya itu dia menjelaskan bahwa angka belasan ribu itu meliputi kematian dari Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasian Dalam Pengawasan (PDP), dan Orang Tanpa Gejala (OTG).

Apa yang dipaparkan Nur berbeda dengan apa yang disampaikan juru bicara Pemerintah untuk Penanganan covid-19 Achmad Yurianto pada sore harinya. Saat itu dia mengumumkan bahwa total kasus kematian karena covid-19 hanya 2.573 orang. Sebab, Yuri hanya menghitung kasus meninggal karena pasiennya sudah terbukti positif covid-19.

Terkait hal itu, pakar Wabah dari Universitas Indonesia (UI) pandu Riono menanggapinya.

"Kenapa itu dilaporkan ke Presiden? Pasti dianggap kematian COVID-19," katanya seperti diutip dari detikcom, Kamis (9/7/2020).

Menurut epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini, angka tesebut sudah pasti bterakit covid-19. Oleh karenanya, dia meminta agar disampaikan kepada publik.

"Perlu diumumkan. Itu adalah angka yang benar, itu orang meninggal lho," kata Pandu.

Tujuan lain dari keterbukaan pemerintah kata dia adalah agar epidemiolog di Indonesia dan masyarakat dapat memahami kondisi pandemi covid-19 di Indonesia.

"Kita ingin mendapatkan data yang betul mengenai seberapa besar orang yang terinfeksi di Indonesia," kata dia.

Di sisi lain kata dia, hal itu juga terkait kepercayaan publik internasional terhadap penanganan covid-19 di Indonesia. Pandu khawatir apabila Indonesia tidak membuka semua datanya secara transparan, maka publik internasional akan punya persepsi yang kurang baik tentang Indonesia.

"Kalau kita tidak jujur, maka orang tidak akan pernah percaya dengan Indonesia. Dampaknya ke masyarakat. Buka investasi, orang nggak ada yang mau karena ada Thailand dan Vietnam yang lebih aman. Turisme nggak ada yang mau ke sini. Orang Indonesia mau ke Arab Saudi nggak boleh karena kita dianggap tidak aman," jelasnya.

Sementara itu, anggota Tim Pakar Gugus Tugas, Dewi Nur Aisyah, mengatakan bahwa angka 11.477 orang meninggal dunia itu disampaikan ke Jokowi sebagai indikator pembuatan zonasi covid-19.

"Kami tetap mencatat jumlah meninggal dari ODP dan PDP sebagai bagian dari indikator kesehatan masyarakat untuk pemetaan zonasi risiko daerah, meskipun tentu bobotnya jauh lebih kecil dari kematian pada pasien positif COVID-19," katanya.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar