Hukuman Rommy Dipotong, Ketua Muhammadiyah Buka Suara

Senin, 04/05/2020 09:43 WIB
Mantan Ketum PPP, Romahurmuziy (Rommy) (Foto: Detik)

Mantan Ketum PPP, Romahurmuziy (Rommy) (Foto: Detik)

Jakarta, law-justice.co - Ketua PP Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas mengapresiasi langkah KPK mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI yang hanya menjatuhkan hukuman satu tahun pidana penjara terhadap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau Rommy.

Busyro yang juga Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Mahkamah Agung (MA) tegas terhadap pelaku korupsi.

"Sekarang kita lihat bagaimana pimpinan MA. Peka, kritis atau permisif," kata Busyro Muqoddas saat dikonfirmasi, Minggu (3/5/2020).

Busyro Muqoddas berharap Ketua MA yang baru dilantik M Syarifuddin dapat tampil dengan penuh keteladanan dan keberanian. Termasuk dalam menangani perkara korupsi.

"Sikap tegas terhadap koruptor tukang penghisap darah rakyat miskin dan sumber daya alam milik rakyat yang berdaulat," tegasnya.

Dalam kesempatan ini, Busyro Muqoddas mengungkapkan keprihatinannya dengan tren putusan hakim terhadap terdakwa korupsi yang hanya rata-rata 2 tahun 7 bulan pidana penjara. Menurut Busyro rendahnya rata-rata hukuman terhadap koruptor menunjukkan adanya krisis moralitas di lembaga peradilan.

“Tren putusan hakim terhadap kasus kejahatan korupsi sebagai extraordinary crime sangat memprihatinkan. Bahkan mendongkrak kekhawatiran masyarakat terhadap masa depan reformasi peradilan yang ditandai krisis berat moralitas penegakan,” kata Busyro Muqoddas.

Kondisi ini, sambung Busyro Muqoddas, tidak terlepas lantaran MA masih berparadigma lama pada prinsip "teknis yudisial". Kondisi tersebut diperparah dengan masih berkeliarannya mafia peradilan yang bekerja dalam senyap.

"Ada faktor mafia peradilan yang bekerja dalam senyap dan bayang-bayang ancaman," ungkapnya.

Menurut Busyro Muqoddas, situasi dan kondisi tersebut sangat mengerikan. Jika terus dibiarkan, dia khawatir bakal meruntuhkan integritas lembaga Peradilan.

“Jika situasi ini dibiarkan, semakin ambyar dan remuk integritas lembaga peradilan,” tegasnya.

Diberitakan, KPK telah mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung sejak 27 April 2020 lalu.

Kasasi ini diajukan lantaran KPK menilai terdapat sejumlah persoalan dalam putusan PT DKI yang menyunat hukuman Rommy menjadi setahun pidana penjara atas perkara dugaan jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.

KPK menilai Majelis Hakim Tingkat Banding telah tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum tapi tidak sebagaimana mestinya.

Hal itu terlihat dalam pertimbangan Mejelis Banding terkait penerimaan uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Rommy. Padahal jelas-jelas uang tersebut telah berpindah tangan dan beralih dalam penguasaan Rommy.

Selain itu, Majelis Hakim PT DKI juga dinilai tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya pada saat mempertimbangkan mengenai keberatan penuntut umum terkait hukuman tambahan kepada Rommy berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

Majelis Hakim tidak memberikan pertimbangan hukum yang jelas terkait ditolaknya keberatan penuntut umum tersebut.

Tak hanya itu, KPK juga mempersoalkan sikap Majelis Hakim Tingkat Banding yang tidak memberikan pertimbangan yang cukup terkait penjatuhan pidana kepada terdakwa yang terlalu rendah.

Dengan Kasasi yang telah diajukan, KPK berharap MA dapat mempertimbangkan alasan permohonan kasasi KPK sesuai fakta hukum yang ada. MA juga diharapkan menimbang rasa keadilan masyarakat terutama karena korupsi adalah kejahatan luar biasa.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 2 tahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan terhadap Rommy, 20 Januari 2020.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Rommy, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima uang suap dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Jawa Timur (Kakanwil Kemag Jatim), Haris Hasanuddin dan mantan Kepala Kantor Kemag Kabupaten Gresik, Muafaq Wirahadi.

Suap ini diberikan lantaran Rommy telah membantu Haris dan Muafaq dalam proses seleksi jabatan di lingkungan Kemag yang diikuti keduanya.

Majelis hakim menyatakan Rommy terbukti menerima suap senilai Rp 255 juta dari Haris Hasanuddin. Dalam perkara ini, Hakim menyatakan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin terbukti menerima Rp 70 juta dari Haris melalui ajudannya Heri Purwanto.

Hakim menyatakan Rommy dan Lukman terbukti mengintervensi agar Haris lolos proses seleksi dan dilantik menjadi Kakanwil Kemag Jatim. Padahal, Haris tidak memenuhi syarat karena pernah dijatuhi sanksi disiplin pegawai negeri sipil (PNS).

Selain itu, Rommy juga terbukti menerima uang sebesar Rp 50 juta dari Muafaq Wirahadi terkait seleksi Kepala Kantor Kemag Kabupaten Gresik. Sementara uang sebesar Rp 41,4 juta dari Muafaq juga mengalir ke sepupu Rommy, Abdul Wahab.

Haris dan Muafaq sendiri telah divonis dalam kasus ini. Haris dihukum 2 tahun pidana penjara, sementara Muafaq dihukum 1 tahun 6 bulan pidana penjara.

Hukuman terhadap Rommy ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut KPK yang meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun pidana penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut Rommy dihukum pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 46,4 juta dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok. (beritasatu.com).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar