Ali Mustofa

Menggugat Penguasa Karena Wabah Corona, Ditunggu Tindak Lanjutnya!

Selasa, 14/04/2020 09:08 WIB
Meski 2 WNI Positif Corona, Jokowi Tak Larang WNA Masuk Indonesia. (pojoksatu.id)

Meski 2 WNI Positif Corona, Jokowi Tak Larang WNA Masuk Indonesia. (pojoksatu.id)

Jakarta, law-justice.co - Awal bulan ini enam orang yang mewakili para pelaku usaha mikro kecil –menengah (UMKM), menggugat Presiden Jokowi  Rp 10 miliar karena dinilai lalai mengangani virus corona yang sekarang makin menggila. Presiden digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (1/4/2020) dan terdaftar dengan nomor register PN JKT.PST-042020DGB.

Enggal, salah satu perwakilan penggugat mengatakan gugatan ini dilatarbelakangi kelalaian Pemerintah Pusat dalam menangani wabah virus corona. Padahal, menurut dia, sejak awal wabah ini telah menginfeksi banyak negara."Sehingga keterlambatan penanganan tersebut berdampak kita tidak siap hadapi corona. Terjadi kerugian materil dan imateril yang dialami seluruh masyarakat, khusus sektor pekerja harian termasuk kami yang begerak di bidang UMKM," katanya sebagaimana dikutip law-justice.co , Rabu (1/4).

Menanggapi gugatan ini tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengaku heran dan bertanya tanya. Menurutnya, kalau UMKM rugi karena corona, mengapa Presiden Jokowi yang harus bayar ganti ruginya. "Memang Covid-19 ini buatan manusia, atau buatan pemerintah, atau buatan siapa? Kalau dia anggap bahwa itu merugikan dagangannya, ya minta sana sama corona kalau begitu, kan corona yang merugikan dia, kalau dia menganggap bahwa gara-gara corona, kemudian dia gugat Presiden, logikanya dipakai apa? Apa logikanya?" katanya kepada wartawan, Rabu (1/4/2020).

Secara yuridis, benarkah warga negara yang merasa dirugikan karena bencana virus corona  tidak berhak menggugat pemimpinnya ?, Apakah pemerintah sekarang memang lalai menangani bencana virus corona sehingga layak diajukan gugatan kepadanya ?. Mengapa gugatan itu memunculkan pro dan kontra ?.Apa makna dari gugatan itu ditengah maraknya pandemic corona ?

Tinjauan Yuridis

Secara hukum, setiap orang berhak untuk mengeluarkan aspirasinya dalam hal ini menggugat pemerintah melalui jalur dan mekanisme hukum yang ada. Mengapa yang digugat Pemerintah ?  Karena pemerintah yang memiliki kewenangan mengatur apa-apa yang terjadi di wilayah mereka―termasuk tindakan yang dapat mencegah bencana temasuk bencana mewabahnya virus corona. UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 5 menyatakan, pemerintah pusat dan daerah jadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

UU Penanggulangan Bencana bertujuan memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana guna mewujudkan kesejahteraan umum berlandaskan Pancasila, sebagaimana amanat UUD1945.

Apa yang telah dilakukan oleh Enggal Pamukti dkk  yang menggugat pemerintah berangkat dari sebuah keresahan dan analisa mengenai kebijakan pemerintah terkait dengan penanganan corona. Dimana Pemerintah dinilai tidak mampu memberikan perlindungan kepada Enggal dkk mewakili kelompok UMKM yang merasa dirugikan atas terjadinya bencana wabah corona.

Enggal Pamukti dkk menggugat Pemerintah mempunyai dasar hukum yang kuat karena dilandasi pada kewajiban Pemerintah yang wajib melindungi masyarakat dari ancaman bencana termasuk wabah corona. Hak konstitusional masyarakat untuk mendapatkan perlindunga Pemerintah dari ancaman wabah COVID-19 atau corona ,dijamin Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Selain itu, Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) (“Kovenan Ekosob”), juga mewajibkan negara mengakui hak setiap orang atas pemenuhan kesehatan dan bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan penyakit menular (seperti halnya corona)

Ketentuan Pasal 12 Kovenan Ekosob telah  menyatakan bahwa:

  1. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental.
  2. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan ini guna mencapai perwujudan hak ini sepenuhnya, harus meliputi hal-hal yang diperlukan untuk mengupayakan:
  • Ketentuan-ketentuan untuk pengurangan tingkat kelahiran-mati dan kematian anak serta perkembangan anak yang sehat;
  • Perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri;
  • Pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan;
  • Penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.

 

Aturan  tersebut sejalan dengan  ketentuan  Pasal 152 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa:

  • Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya.
  • Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular.

Selain itu  Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 5 UU juga menyatakan bahwa  pemerintah pusat dan daerah jadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi, pertama, pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan. Kedua, perlindungan masyarakat dari dampak bencana. Ketiga, penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai standar pelayanan minimum. Keempat, pemulihan kondisi dari dampak bencana.Kelima, pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan belanja negara yang memadai. Keenam, pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai. Ketujuh, pemeliharaan arsip (dokumen) otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

Poin satu sampai lima, juga ada pada pemerintah daerah ―perbedaan pada poin sumber anggaran dari anggaran pendapatan belanja daerah.

Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut Pemerintah bersama sama dengan masyarakat bertanggungjawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit menular tentunya berlaku juga untuk penyebaran penyakit menular corona yang sekarang sedang menyatroni Indonesia.

Terkait dengan persoalan bencana virus corona ini pemerintah telah menetapkan wabah COVID-19 atau corona sebagai keadaan tertentu darurat bencana. Status ini berlaku sampai dengan 29 Mei 2020.Namun sebelum masa tanggap darurat, proses penanggulangan bencana seharusnya didahului oleh tahapan pra bencana, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (“UU Penanggulangan Bencana”).

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pra bencana dilakukan dalam dua situasi atau kondisi yang berbeda. Yang pertama adalah kondisi/ situasi ketika tidak terjadi bencana dan kedua dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana diatur dalam pasal 35 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana meliputi:

  • perencanaan penanggulangan bencana;
  • pengurangan risiko bencana;
  • pencegahan;
  • pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
  • persyaratan analisis risiko bencana;
  • pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
  • pendidikan dan pelatihan; dan
  • persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

Sedangkan penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana sebagaimana diatur dalam pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana meliputi:

  1. kesiapsiagaan;
  2. peringatan dini; dan
  3. mitigasi bencana.

Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana.

Peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dantepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat

Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana

Patut diduga, tahapan pra bencana ini tidak dijalankan oleh pemerintah secara maksimal selama menyebarnya virus corona di Indonesia. Selain itu, Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular mengatur sebagai berikut:

Upaya penanggulangan wabah meliputi:

  1. penyelidikan epidemiologis;
  2. pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina;
  3. pencegahan dan pengebalan;
  4. pemusnahan penyebab penyakit;
  5. penanganan jenazah akibat wabah;
  6. penyuluhan kepada masyarakat;
  7. upaya penanggulangan lainnya.

 Lalu, dapatkah masyarakat menggugat pemerintah atas dugaan ketidaksiapan dan kelalaian pemerintah dalam merespon ancaman wabah COVID-19 di Indonesia?

Jika ingin mengajukan upaya hukum dalam bentuk gugatan ganti rugi, maka Pasal 1365 KUH Perdata (BW) dapat dipergunakan. Ada konsep perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata yang diatur dalam Pasal 1365 BW. Disebutkan bahwa “tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Harus dibuktikan nantinya apakah pemerintah memang telah lalai melaksanakan tugasnya mengantisipasi penyebaran virus corona yang pada akhirnya merugikan masyarakat yang menjadi korbannya.

Guru Besar Hukum Perdata FHUI, Rosa Agustina dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum, menentukan 4 syarat kualifikasi melawan hukum. Pertama, bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku. Kedua, bertentangan dengan hak subjektif orang lain. Ketiga, bertentangan dengan kesusilaan. Terakhir, bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian.

Dalam kaitan dengan ini perlu diingat bahwa  Pemerintah adalah subjek yang dapat diminta bertanggung jawab mengenai kelalaiannya sebagai penguasa. Sepanjang Pasal 1365 itu terpenuhi tentu pemerintah juga harus bertanggungjawab.

Selain Pasal 1365 BW,  kita dapat juga merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) (“Perma 2/2019”).

Perma tersebut menjadi panduan bagi masyarakat untuk mengajukan gugatan terhadap badan dan/atau pejabat pemerintahan, untuk menyatakan tidak sah dan/atau batalnya tindakan pejabat pemerintahan, beserta ganti ruginya.

Tindakan pemerintahan yang dimaksud adalah perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintah.

Dalam hal ini, jika pemerintah dinilai tidak melakukan tindakan pencegahan COVID-19 dengan layak, belum serius dalam melakukan perlindungan warga negara yang dinyatakan positif COVID-19, ataupun belum maksimal dalam upaya mencegah meluasnya penyebaran COVID-19, masyarakat dapat mengajukan gugatan melawan hukum terhadap pemerintah.

Gugatan tersebut dapat diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) Perma 2/2019 berikut:

  • Perkara perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) merupakan kewenangan peradilan tata usaha negara.
  • Apabila gugatan dikabulkan, pengadilan dapat mewajibkan kepada pejabat administrasi pemerintahan untuk melakukan tindakan pemerintahan, tidak melakukan tindakan pemerintahan, dan menghentikan tindakan pemerintahan. Kewajiban tersebut dapat disertai rehabilitasi dan/atau ganti rugi.

Pada dasarnya , ada tiga opsi terbuka bagi masyarakat yang hendak mengajukan gugatan atas kerugian penyebaran virus corona. Pertama, class action atau gugatan kelompok. Gugatan yang merupakan hak suatu kelompok dari masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas kesamaan permasalahan.

Kedua, gugatan legal standing atau hak gugat organisasi lingkungan hidup sebagaimana diakui dalam Pasal 92 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Guna pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan.

Terakhir, gugatan administrasi. Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila ditemukan kondisi-kondisi berikut, pertama, badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan, atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal.Kedua, badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL), tetapi tak dilengkapi dokumen UKL-UPL. Ketiga, badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan, atau kegiatan yang tak dilengkapi dengan izin lingkungan. Tata cara pengajuan gugatan adminsitrasi ini mengacu pada hukum acara peradilan tata usaha negara.

Dalam hal gugatan yang dilakukan oleh Enggal Pamukti dkk kepada pemerintah terkait dengan penyebaran virus corona, nampaknya opsi pertama yang ditempuh yaitu gugatan clas action  dimana ia mewakili kelompok UMKM yang merasa  telah dirugikan akibat merebaknya virus corona.

Lalai dan Linglung

Kalau Enggal Pamukti dkk menggugat pemerintah karena dianggap lalai dalam menangani kasus corona kiranya sangat masuk akal dan  sesuai fakta.  Masih ingat kita ketika di awal awal virus ini menyebar dari Wuhan China, pemerintah Indonesia menanggapinya dengan santai, terkesan meremehkan dan bersikap  jumawa.Padahal, seperti yang dinyatakan WHO, pendeteksian yang lemah pada tahap awal wabah bisa menghasilkan peningkatan signifikan dalam jumlah kasus dan kematian beberapa negara.

Alih alih melakukan langkah sigap untuk mengantisipasi datangnya virus corona ke Indonesia, Pemerintah justru terkesan menciptakan opini bahwa orang Indonesia kebal dari serangan virus corona.Prediksi kalangan sarjana Harvard bahwa virus itu sampai di Indonesia, disanggah dan tak dijadikan landasan mempersiapkan kebijakan kesehatan publik yang efektif sebagai langkah antisipasinya.

Ketika hampir semua negara di dunia melaporkan kasus pertamanya,  pemerintah Indonesia malah mengeluarkan dana untuk influencer 7 M untuk iklan zero corona dan mengharapkan masyarkat berkegiatan di wilayah wilayah wisata

Para pejabat asyik  memberikan komentar yang tak relevan sambil bercanda canda. Dari mulai komentar perihal promosi wisata yang membuka wilayah negara sampai komentar seperti `makan nasi kucing, jamu resep Jokowi, duta imun, makan tauge atau berdoa` tanpa bisa menyertainya dengan penjelasan dan bukti ilmiah dari para ahlinya.

Kiranya rekaman jejak digital dibawah ini bisa menjadi bukti bukti yang valid betapa pemerintah memang lalai dalam mengatisipasi datangnya wabah corona ke Indonesia.

  1. Tanggal 27 Januari : Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan tidak ada indikasi menyebarnya virus corona di Indonesia. https://www.ayobandung.com/read/2020/01/27/77612/jokowi-pastikan-virus-corona-tak-terdeteksi-di-indonesia
  2. Tanggal 3 Februari : Anggota DPR Ribka Tjiptaning bercanda korona = komunitas rondo mempesona. https://news.detik.com/berita/d-4883599/rapat-di-dpr-ribka-tjiptaning-bercanda-korona-komunitas-rondo-mempesona
  3. Tanggal 5 Februari : Seorang WNI berusia 44 tahun yang bekerja di Singapura sebagai pembantu rumah tangga (PRT) positiv terjangkit virus corona. Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto mengatakan, soal penanganan WNI di Singapura itu biarlah menjadi tanggungjawab pihak pemerintah Singapura.https://regional.kompas.com/read/2020/02/05/20124591/menkes-terawan-1-wni-terpapar-virus-corona-biar-pemerintah-singapura-yang urus
  4. Tanggal 7 Pebruari : Mahfud-ri-satu-satunya-negara-besar-di-asia-tak-kena-corona. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200207194915-20-472750/mahfud-ri-satu-satunya-negara-besar-di-asia-tak-kena-corona
  5. Tanggal 10 Februari : canda-luhut-saat-ditanya-corona-masuk-batam-mobil. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4893152/canda-luhut-saat-ditanya-corona-masuk-batam-mobil
  6. Tanggal 11 Februari 2020 : menkes-tantang-harvard-buktikan-virus-corona-di-indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200211195637-20-473740/menkes-tantang-harvard-buktikan-virus-corona-di-indonesia
  7. Tanggal 17 Pebruari : terawan-bicara-kekuatan-doa-yang-bikin-ri-bebas-corona. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200217133044-4-138367/terawan-bicara-kekuatan-doa-yang-bikin-ri-bebas-corona
  8. Tanggal 17 Pebruari : kelakar-menhub-kita-kebal-corona-karena-doyan-nasi-kucing. https://republika.co.id/berita/q5ul4k409/kelakar-menhub-kita-kebal-corona-karena-doyan-nasi-kucing
  9. Tanggal 24 Pebruari : Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, lamanya proses perizinan di Indonesia bahkan sampai dibuat jokes. Adapun bunyi jokes tersebut menyebut jika alasan virus Korona sulit masuk ke Indonesia karena sulitnya perizinan. https://economy.okezone.com/read/2020/02/24/320/2173155/kelakar-bahlil-di-depan-hary-tanoe-virus-korona-tak-masuk-indonesia-karena-izinnya-susah
  10. Tanggal 26 Pebruari : Jurus Jokowi Atasi Dampak Corona: Bayar Influencer Rp 72 M hingga Diskon Pesawat. https://kumparan.com/kumparanbisnis/jurus-jokowi-atasi-dampak-corona-bayar-influencer-rp-72-m-hingga-diskon-pesawat-1sugN6IvoK3
  11. Tanggal 27 Pebruari :Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menyebut Indonesia yang masih aman dari virus corona adalah anugerah Tuhan."Kalau itu negatif memang itu anugerah, menurut saya berkah dari yang maha kuasa," jelasnya di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (27/2/2020). https://www.liputan6.com/news/read/4189033/indonesia-masih-bebas-corona-menkes-ini-berkah-maha-kuasa
  12. Tanggal 28 Pebruari : Amerika Tak Percaya Indonesia Bebas Virus Corona, Hingga Kondisi Turis Kena Virus Corona di Bali. https://madura.tribunnews.com/2020/02/28/amerika-tak-percaya-indonesia-bebas-virus-corona-hingga-kondisi-turis-kena-virus-corona-di-bali
  13. Tanggal 01 Maret :Menteri Kesehatan Republik Indonesia Terawan Agus Putranto menyebut, pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kurang tepat.Sebelumnya, Anies menyebut bahwa di Jakarta ada beberapa orang yang tengah dicurigai mengidap penyakit corona.“ selama satu bulan lebih, di DKI ini ada 115 orang yang ada pemantauan, dan 32 pasien yang dalam pengawasan. https://www.kompas.tv/article/69221/menkes-bantah-pernyataan-anies-soal-corona
  14. Tanggal 02 Maret :Jokowi Umumkan Dua WNI Positif Corona di Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200302111534-20-479660/jokowi-umumkan-dua-wni-positif-corona-di-indonesia
  15. Tanggal 02 Maret : Virus Corona Masuk Indonesia, Jokowi: Kita Sudah Siap. https://nasional.tempo.co/read/1314390/virus-corona-masuk-indonesia-jokowi-kita-sudah-siap
  16. Tanggal 3 Maret : Pemerintah Pusat Anggap Remeh Corona, Yang Dilakukan Anies Baswedan Sudah Top. https://politik.rmol.id/read/2020/03/03/423782/pemerintah-pusat-anggap-remeh-corona-yang-dilakukan-anies-baswedan-sudah-top
  17. Tanggal 5 Maret :Mahfud MD: Yang Lebih Membunuh Itu Flu Biasa, Bukan Virus Corona.https://indopolitika.com/mahfud-md-yang-lebih-membunuh-itu-flu-biasa-bukan-virus-corona/
  18. Tanggal 13 Maret : Surati Jokowi, WHO Minta RI Umumkan Darurat Nasional Virus Corona. https://nasional.kompas.com/read/2020/03/13/19562351/surati-jokowi-who-minta-ri-umumkan-darurat-nasional-virus-corona
  19. Tanggal 19 Maret : Arab Saudi Minta RI Tunda Penyelesaian Kontrak Layanan Haji 2020. https://www.vivanews.com/berita/nasional/41200-arab-saudi-minta-ri-tunda-penyelesaian-kontrak-layanan-haji-2020
  20. Tanggal 25 Maret : Pandemi Corona, Luhut: Persiapan Ibu Kota Baru Jalan Terus. https://bisnis.tempo.co/read/1323713/pandemi-corona-luhut-persiapan-ibu-kota-baru-jalan-terus
  21. Tanggal 1 April : TKA China masih Berdatangan, IPW: Presidennya Bingung, Aparaturnya Gagap. https://monitor.co.id/2020/04/01/tka-china-masih-berdatangan-ipw-presidennya-bingung-aparaturnya-gagap/
  22. Tanggal 8 April :Tenaga Medis Berguguran Tangani Covid-19, DPR: Bukti Pemerintah Lalai.https://indonesiainside.id/news/nasional/2020/04/08/tenaga-medis-berguguran-tangani-covid-19-dpr-bukti-pemerintah-lalai

Demikianlah beberapa  jejak digital yang terekam media yang menggambarkan adanya kelalaian dari pemerintah dalam menangani kasus corona di Indonesia.

Ternyata selain dinilai telah lalai, pemerintah juga mengesankan gagap dan  linglung dalam menerapkan kebijakan terkait dengan wabah corona.  Hal ini membuka kedok yang sebenarnya dari “wajah” kepemimpinan nasional dalam menangani permasalahan bangsa termasuk corona.

Jejak jejak digital yang menggambarkan “kelinglungan” pemerintah (baca Presiden Indonesia).Pekan pertama bulan Februari 2020, tepatnya saat membuka sidang kabinet di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo sejatinya sempat melontarkan keyakinannya bahwa virus yang telah menyebar ke beberapa negara itu tak akan masuk ke Indonesia.

Keyakinan itu sukses membuat sebagian masyarakat tenang akan virus yang asalnya masih jadi teka-teki ini. Namun hal itu tak berselang lama. Klaim pemerintah terpatahkan usai dua warga Depok, yang belakangan akhirnya jadi polemik karena pengungkapan identitasnya, dinyatakan positif terjangkit virus corona.

Setelah dua warga dinyatakan positif, yang kemudian dinamakan kasus 01 dan kasus 02, publik geger, persediaan masker di pasaran tiba-tiba lenyap, kalaupun ada harus ditebus dengan harga selangit. Masker N95, yang terkenal ampuh menyaring virus dibanderol rata-rata Rp 1,6 juta per boks. Padahal normalnya berkisar Rp 190-an ribu perboks di Pasar Pramuka, Jakarta Timur. Panic buying tak terelakkan.

Sampai disini, Presiden Joko Widodo terkesan inkonsisten dalam menangani wabah yang belum menemukan obat mujarabnya ini. Sepekan belakangan ini, pemerintah pusat menyampaikan statemen yang berbeda.

Jumat   tanggal 13 maret, Presiden Joko Widodo dengan tegas menyatakan tak perlu membentuk satuan tugas (Satgas) khusus untuk penanganan virus corona lantaran sudah memiliki satgas atau task force yang dipimpin dirinya sendiri. "Sejak awal saya sampaikan, organisasi task force ini sudah ada dan saya komandani sendiri," kata Presiden Jokowi di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.

Seiring perkembangan, jumlah pasien positif corona di Indonesia bertambah. Terhitung Minggu (15/3) pukul 11.30 WIB, jumlah positif corona mencapai 96 orang, 5 di antaranya meninggal dunia.

Presiden Jokowi kemudian memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk menentukan status bencana di daerah masing-masing. Tentunya dengan berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). "Saya minta kepada seluruh gubernur, kepada seluruh bupati, kepada seluruh wali kota untuk terus memonitor dan berkonsultasi dengan pakar medis dalam menelaah setiap situasi yang ada untuk menentukan status daerahnya," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (15/3).

Tak berselang lama, sejumlah kepala daerah pun mengeluarkan beragam instruksi, seperti di Aceh, Jambi, dan Nusa Tenggara Barat yang meliburkan kegiatan belajar mengajar untuk mengantisipsi penyebaran corona.

Langkah serupa juga dilakukan Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Tengah dengan merumahkan siswa dan mengimbau warganya untuk berkegiatan di luar rumah dan menghindari keramaian.

Opsi lockdown pun makin ramai disuarakan sejumlah pihak. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan salah satu kepala daerah yang mempertimbangkan opsi tersebut jika masyarakat tak mengindahkan imbauan untuk menghindari keramaian. Hal itu semata-mata agar penyebaran virus corona tak makin meluas.

Namun seiring bisingnya desakan lockdown, Presiden Jokowi kembali mengubah haluan. Yang semula mempersilakan kepala daerah menentukan status bencana di daerahnya masing-masing, mantan Gubernur DKI Jakarta itu melarang kepala daerah memberlakukan lockdown.

Ia beralasan, kebijakan tersebut merupakan wewenang pemerintah pusat. "Kebijakan lockdown, baik di tingkat nasional dan tingkat daerah adalah kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini tak boleh diambil oleh Pemda dan tak ada kita (pemerintah pusat) berpikiran untuk kebijakan lockdown," tegas Jokowi dalam jumpa pers di Istana Bogor, Senin (16/3).

Tarik ulur kebijakan antara pemerintah Pusat dan daerah ini karuan saja membuat kepala daerah kebingungan karena ketidakjelasan mandat yang harus dijalankannya.  Ini semua mengindikasikan adanya tindakan gagap dan linglung dalam menangani pandemic corona.

Ringkasnya Pemerintah terlalu jumawa dalam menghadapi virus corona. Ketika banyak negara sudah bersiap siap  mengambil langkah antisipasi/deteksi dini dalam mengantisipasi kemungkinan awal virus corona masuk ke negaranya, Indonesia justru membuka diri untuk menerima wisatawan dari mancanegara.Malah dapat dilihat dari berbagai kesempatan dan pernyataan beberapa pembantu Presiden (menteri) yang justru menihilkan kemungkinan virus corona berkembang di Indonesia.

Tentu saja , hal ini sangat lah disayangkan, andaikan dari awal pemerintah merespon virus corona yang terjadi di negara luar tersebut secara responsif dan antisipatif, mungkin realitas yang terjadi di Indonesia saat ini, tidaklah sama dengan apa yang menjadi kondisi faktual detik ini, setidak- tidaknya dapat diminimalisir sedini mungkin.

Sedari awal, andaikan langkah antisipasi telah dibuat/dipersiapkan, misalkan secara sederhana dengan membatasi secara ketat pintu masuk kedatangan dari negara luar, ataupun dari negara – negara yang secara vital telah terjangkit virus corona, setidaknya hal tersebut satu langkah, telah dapat meminimalisir angka suspected virus corona saat ini.

Selanjutnya terlihat juga kebijakan  untuk adanya skala prioritas pemerintah terhadap keselamatan/kesehatan warga negara atau ‘rakyatnya’. Sejak awal kasus COVID - 19 dinyatakan telah positif (ada) menjangkit 2 (dua) kasus pertama Warga Negara Indoenesia (WNI), bahkan dapat dilihat alih – alih membicarakan bagaimana langkah taktis dan strategis menanggulangi virus corona agar tidak menjadi pandemi dan menjangkit warga masyarakat lainnya, malah sidang kabinet (pertama) pemerintah merespon keadaan tersebut justru lebih menitikberatkan pada aspek ekonomi dan investasi (dalam hal ini penyelamatan ekonomi dan investasi mendapat tempat/prioritas utama dari pemerintah), sungguh sebuah ironi tentunya.

Berangkat dari fenomena tersebut sangat wajar kiranya kalau Enggal Pamukti dkk kemudian melayangkan gugatan ke pemerintah atas kelalaian dan kelinglungannya.

Bukan Yang Pertama

Dalam kontek terjadinya bencana, warga menggugat karena merasa dirugikan oleh  kebijakan pemerintah bukan kali ini saja terjadi  di Indonesia. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta juga di gugat oleh warganya karena banjir yang melanda ibukota. Ratusan korban banjir melayangkan gugatan class action kepada Pemprov DKI pada Januari lalu karena Gubernur dianggap tidak becus mengurus banjir yang melanda ibukota

Presiden  Jokowi juga pernah di gugat oleh warganya karena kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda wilayah Kalimantan dan Sumatera. Warga bahkan pernah menang melawan pemerintah dalam sidang Karhutla. Hal ini terjadi dalam kasus kebakaran hutan dan lahan, tahun lalu di Palangkaraya. Pada 22 Maret 2017, Pengadilan Negeri Palangkaraya memenangkan gugatan Arie Rompas dan kawan-kawan terkait karhutla. Putusan tersebut kemudian diperkuat Pengadilan Tinggi Palangkaraya pada 19 September 2017 dengan menolak banding Jokowi dan menterinya serta Pemda Kalimantan Tengah.

Pengadilan menyatakan Presiden Jokowi dkk melawan hukum dalam kasus karthula. Vonis itu diperkuat putusan majelis hakim kasasi yang diketuai Nurul Elmiyah dengan anggota Pri Pambudi Teguh dan I Gusti Agung Sumanatha pada 16 Juli 2019 lalu. Hukuman yang dijatuhkan kepada Jokowi dan pihak tergugat lainnya adalah menerbitkan sejumlah regulasi untuk menangani dan mencegah karhutla, yakni peraturan pelaksana dari UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pemerintah soal tim gabungan yang bertugas meninjau izin pengelolaan hutan. Pemerintah juga diwajibkan mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat polusi udara di Kalimantan Tengah.

Ternyata seorang penguasa digugat gara gara bencana juga terjadi di mancanegara.  Terkait dengan menyebarnya virus corona lebih dari 600 dokter di Prancis menuntut mantan Menteri Kesehatan Agnès Buzyn dan Perdana Menteri Édouard Philippe.Mereka menyebut tuntutan ini dengan sebutan `kebohongan negara`. Tuntutan berkaitan dengan penanganan pemerintah soal krisis epidemi virus corona.

Tiga dokter yang mempolopori aksi, Philippe Naccache, Emmanuel Sarrazin dan Ludovic Toro, harus melakukan ini di hadapan Pengadilan Kehakiman Republik, satu-satunya pengadilan yang diberi wewenang untuk menilai tindakan yang dilakukan oleh anggota pemerintah dalam menjalankan fungsi mereka.

Lefigaro, media setempat Prancis melaporkan, kekurangan masker dan alat pelindung menjadi pemicu utama.Dijelaskan lebih lanjut oleh Europost, para tenaga medis ini juga menilai bahwa pemerintah seharusnya menyimpan masker, mengadakan tes, dan bahan medis lainnya yang diperlukan saat informasi wabah di negara tetangga muncul.

Para dokter menyebut, pemerintah setempat tidak melakukan apapun menghadapi kasus ini, ditambah lagi dengan pengunduran Agnez Buzyn dari jabatannya sebagai Menteri Kesehatan pada Januari yang mengaku sebenarnya ia sudah tahu tentang virus corona yang mungkin akan mewabah di negaranya.

Di Korea, Presiden Korea Selatan, Moon Jae In, dituntut mundur dari jabatannya karena dianggap lalai dalam mengatasi wabah Corona. Tuduhan ini muncul karena wabah penyakit itu sudah menginfeksi 1500 orang disana.

Kondisi yang semakin tak terbendung pun membuat publik Korsel marah dan mendesak agar Presiden Moon Jae In mundur dari jabatannya. Dikabarkan ebih dari 400 ribu warga Korsel sudah menandatangani petisi tersebut untuk pengunduran diri presidennya. Mereka menuntut Moon untuk mundur dari jabatannya karena dianggap sudah lalai dalam menangani wabah Corona yang ada.

Petisi ini sendiri mulai muncul pada 4 Februari 2020 silam saat Korsel tengah mendapatkan sorotan dunia karena tidak memberlakukan lock down seperti halnya negara negara lain yang dilanda corona. Para penandatangan petisi mengkritik keras pemerintah yang tidak melarang WN Tiongkok masuk ke negaranya. Mereka bahkan mengklaim Moon lebih cocok disebut sebagai Presiden Tiongkok karena kebijakannya yang menguntungkan negara episentrum wabah Corona.

Sementara itu di Belanda, Menteri Perawatan Medis Belanda Bruno Bruins “ sadar diri “ lalu mengundurkan diri pada Kamis (19/3/2020), sehari setelah pingsan karena kelelahan selama debat parlemen mengenai pandemi COVID-19 atau corona. Menteri yang memimpin perjuangan pemerintah Belanda melawan virus corona ini jatuh pingsan ke lantai di parlemen pada Rabu saat menerima pertanyaan dari wakil rakyat disana. Bruins mengatakan dia pingsan setelah berminggu-minggu bekerja keras, demikian dilansir Reuters yang dikutip Antara.

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan Bruins telah berhenti karena tidak mengetahui waktu yang dibutuhkannya untuk kembali sehat seperti sedia kala. "Sifat krisis adalah sedemikian rupa sehingga menuntut seorang menteri yang dapat siap segera melakukan berbagai upaya penuh," kata Rutte saat konferensi pers yang disiarkan televise Belanda. Wakil Perdana Menteri Hugo de Jonge akan mengambil alih tugas Bruins sampai ada penggantinya.

Pilihan untuk mundur juga dilakukan oleh  Menteri Kesehatan Ekuador pada  Sabtu (21/3/2020) beberapa jam setelah otoritas setempat  mengumumkan lonjakan sebanyak 500 orang yang terkena kasus infeksi virus corona.

Beberapa jam setelah pengumuman pada hari Sabtu, sejumlah pejabat mengkonfirmasi pengunduran diri Menteri Kesehatan Catalina Andramuno, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut, dan menunjuk Juan Carlos Zevallos sebagai gantinya.

Beberapa jam setelah pengumuman pada hari Sabtu, sejumlah pejabat mengkonfirmasi pengunduran diri Menteri Kesehatan Catalina Andramuno, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut, dan menunjuk Juan Carlos Zevallos sebagai gantinya. Zevallos merupakan seorang dokter yang telah bekerja di sejumlah universitas, demikian sebagaimana dikutip oleh Antara.

Nasib tragis juga dialami oleh Perdana Menteri Kosovo yang dituntut mundur oleh rakyatnya karena pandemic corona. Negara yang tidak pernah diakui kemerdekaannya oleh Indonesia ini mengalami gejolak politik sebagai buntut mewabahnya virus corona disana.

Gejolak politik terus terjadi dan berkelanjutan karena Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti  menolak untuk menyatakan keadaan darurat atas pandemi Covid-19 di negaranya.Ggelombang ketidakpuasan publik telah berujung pada mosi tidak percaya anggota parlemen yang membuat Kurti dilengserkan dari jabatannya.

Tuntutan mundur dari jabatannya sebenarnya juga terjadi di Indonesia yang ditujukan kepada Menteri Kesahatan Terawan yang dinilai sejak awal corona masuk Indonesia,tampak tidak serius dalam melakukan pencegahan virus corona. Terawan juga gagal dalam menjamin ketersediaan alat penunjang bagi tenaga medis yang berada di garda terdepan  perang melawan corona.

Deklarator Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB), yang juga Wasekjen PP Pemuda Muhammadiyah, David Krisna Alka, mendesak Terawan mundur karena corona perlu ditangani Menkes yang lebih cekatan dan siap bekerja.“Presiden Jokowi perlu segera ganti menteri kesehatan, atau menkes mengundurkan diri,” ucap David dalam siaran pers kepada wartawan, Jumat (3/4/2020).

Tapi seperti halnya pejabat Indonesia pada umumnya, tuntutan mundur seperti itu lebih banyak dianggap sebagai angin lalu saja. Tidak ada beban moral atau rasa tidak enak karena ketidakmampuannya dalam bekerja. Toh akhirnya tuntutan mundur itu akan berlalu dengan sendirinya.

Menimbulkan pro kontra

Berdasarkan uraian sebelumnya, terlihat nyata bahwa pemerintah tidak melakukan hal hal yang seharusnya dilakukan sebagaimana amanat pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyangkut aspek kesiapsiagaan,peringatan dini; dan mitigasi bencana. Gugatan Enggal dkk secara class action itu akhirnya  didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan terdaftar dengan nomor register PN JKT.PST-042020DGB.

Aksi Enggal dkk ternyata  menimbulkan pro dan kontra, ada yang menolak tapi banyak juga yang mendukungnya. Mereka yang menolak beralasan bahwa ditengah bencana corona tak sepantasnya kalau menggugat pemerintah yang sedang bekerja keras menangani virus corona. Seharusnya mereka justru harus membantu pemerintah bukan malah menggugatnya, begitu alasannya.

Mereka yang menolak gugatan Enggal Pamukti dkk bahkan berusaha untuk mendegradasi harga diri para penggugatnya dengan menghembuskan firnah yang meng ada ada.Dikutip dari posjoksatu.id, Enggal Pamukty dibully di medsos dan difitnah punya usaha bisnis prostitusi.Fitnah itu muncul setelah screenshot akun path Enggal Pamukty menyebar. Padahal, tangkapan layar itu sudah lama.

Dalam tangkapan layar tersebut, teman Enggal bernama Aulia menuliskan kalimat candaan."Paling misi buka lokalisasi lagi, kyak yang udah udah," kata Aulia mengomentari postingan Enggal.Komentar candaan itulah yang di-screenshot, kemudian disebar di medsos dan dibumbui dengan narasi bahwa Enggal punya bisnis prostitusi.

Mereka yang setuju gugatan Enggal beralasan bahwa sangat wajar dan masuk akal kalau kemudian Enggal Pamukti dkk mewakili UMKM melakukan gugatan kepada pemerintah atas adanya kelalaian dan kelinglungan pemerintah dalam menangani bencana. Karena senyatanya akibat bencana virus corona ini pelaku usaha yang tergabung dalam UMKM mengalami kerugian yang tidak sedikit jumlahnya.

Gugatan yang dilayangkan oleh Enggal dkk dinilai  sudah tepat karena ia tidak menempuh jalan anarkis atau berunjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya. Gugatan ini sebenarnya merupakan bagian dari pembelajaran kepada pemerintah yang tidak boleh main main dalam menangani virus corona karena berimbas pada kerugian pada masyarakat yang berjuta juta jumlahnya.

Urgensi Gugatan

Faktanya sejauh ini  jarang jarang ada sekelompok warga  yang berani mengajukan gugatan meskipun hal itu adalah haknya yang dijamin oleh konstitusi negara.  Karena itu keberanian Enggal dkk harus diberikan apresiasi dan penghargaan setinggi tingginya. Enggal Pamukti telah berani mengambil resiko karena secara heroik mengajukan gugatan kepada pemerintah yang sedang berkuasa dengan segala resikonya.

Harus diakui sejak didaftarkan awal bulan ini belum jelas tindaklanjut dari gugatan yang dilayangkan oleh Enggal dkk. Sampai disini pesimisme memang muncul karena yang digugat adalah penguasa. Biasanya kalau sudah menyangkut kepentingan penguasa hukum menjadi tidak berdaya. Tapi apapun itu sekurang kurangnya Enggal dkk sudah berusaha. Tinggal kita lihat sekarang sejauhmana aparat hukum menindaklanjutinya.

Kalau kemudian ternyata (misalnya) kasus itu di endapkan karena dianggap tidak relevan atau bukan prioritas untuk diselesaikan karena alasan menyebarnya wabah corona, kiranya para penggugat akan memakluminya karena biasanya urusan rakyat memang selalu dinomorduakan penyelesaiannya. Apalagi tuntutan Enggal dkk mengandung unsur permintaan ganti rugi yang milyaran jumlahnya. Paling paling seperti jawaban  tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin yang meminta para penggugat supaya minta ganti ruginya kepada corona saja.

 

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar