Nurhadi cs Tidak Kunjung Ditahan, Haris Azhar: Pimpinan KPK Lemah

Sabtu, 18/01/2020 20:30 WIB
Mantan Sekretaris MA Nurhadi saat diperiksa KPK (Foto: Antara)

Mantan Sekretaris MA Nurhadi saat diperiksa KPK (Foto: Antara)

law-justice.co - Koordinator Kantor Hukum Lokataru Haris Azhar mempertanyakan komitmen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus korupsi yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. Haris menduga, KPK di bawah kepemimpinan yang baru tidak tegas dalam mengambil keputusan untuk menahan para tersangka.

“Kami menduga kepemimpinan baru KPK yang lemah. Kerumitan sistem mengambil keputusan karena UU KPK baru juga bisa menjadi celah yang akan digunakan tersangka untuk kabur dari jerat hukum,” kata Haris dalam siaran pers yang diterima redaksi Law-justice.co, Sabtu (18/1/2020).

Haris mengatakan, KPK harus melakukan tindakan hukum yang tegas dengan memanggil paksa para tersangka kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Nurhadi diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto melalui menantunya, Rezky Herbiyono. Suap tersebut untuk mengurus perkara kepemilikan saham PT MIT. Selain itu, Nurhadi diduga menerima janji berupa sembilan cek dari Hiendra Soenjoto terkait pemenangan Perkara PK di MA.

Nurhadi juga diduga telah menerima gratifikasi sebesar 12,9 miliar rupiah selama kurun waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016 dalam rangka pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA.

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 16 Desember 2019. Penetapan tersangka didasarkan pada penyelidikan KPK yang telah berlangsung sejak 2016, hasil pengembangan kasus penangkapan Penitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Kasus tersebut berkaitan dengan kasus suap yang melibatkan Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro.

Nurhadi cs dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 “KPK telah memanggil Nurhadi cs selama tiga kali untuk dimintai keterangan. Namun hingga saat panggilan tersebut tidak dipenuhi dengan tanpa keterangan,” ujar Haris.

Setelah ditetapkan sebaga tersangka, ketiganya mengajukan upaya hukum Pra Peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Tapi tidak ada kewajiban KPK untuk diam. Sebaliknya, KPK harus meneruskan tindakan hukum setelah tiga kali pemanggilan,” ucap Haris.

“Kami mempertanyakan bagian penindakan KPK yang terkesan sengaja tidak bekerja dan bermain mata dengan tersangka. Lebih jauh, kami khawatir, hal ini adalah permainan dari tangan-tangan untouchable dan tidak terlihat, dimana KPK sengaja tidak bertindak dan Nurhadi cs bebas lewat keputusan Pra Peradilan,” tambah dia.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar