Advokat OAP Kritisi Proses Hukum Mahasiswa Papua yang Ditangkap

Rabu, 13/11/2019 22:00 WIB
Sugeng Teguh Santoso. (ist)

Sugeng Teguh Santoso. (ist)

Jakarta, law-justice.co - IH (17 tahun), mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Papua, ditangkap dan ditahan sejak 29 Agustus 2019, akibat peristiwa kerusuhan di Jayapura.

Hampir tiga bulan ia mendekam dipenjara bersama para terdakwa lainnya Yang sudah dewasa. Kini, IH dihadapkan sidang Pengadilan Negeri Jayapura. Ia didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke 1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1); atau Kedua, Pasal 170 ayat (1) jo. Pasal 64 ayat (1).

Berdasarkan pers rilis yangt diterima law-justice.co, Tim Advokat untuk Orang Asli Papua (OAP) mengecam perlakuan terhadap IH karena melanggar hukum dan hak asasi manusia.

IH diproses layaknya orang dewasa, pendampingannya pun ketika dimintai keterangan ditahap penyidikan diduga sarat manipulasi dan rekyasa, sehingga melanggar hukum dan hak asasi manusia.

“Kami mengecam keras proses hukum terhadap IH yang sejak awal ditangkap tidak tunduk pada ketentuan UU No. 11/2012 tentang Sitem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sebagai hukum acara dalam memproses anak yang berhadapan dengan hukum. Mestinya penyidik dan Jaksa sebagai penegak hukum memahami bahwa pemberlakuan UU SPPA terhadap anak wajib hukumnya”, kata Sugeng Teguh Santoso, Rabu (13/11/2019).

Lebih lanjut, Sugeng mengungkapkan bahwa terdapat konsekuensi hukum bagi penyidik, jaksa dan hakim apabila proses hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum tidak tunduk pada UU SPPA.

“Kami punya bukti otentik, bahwa IH masih anak dibawah umur. Kami menduga penyidik dan jaksa tidak menerapkan hukum acara peradilan anak terhadap IH, sehingga akan ada konsekuensi hukum yang dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”, tegas Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) itu.

Oleh karena itu, Tim Advokat untuk OAP mendesak Pengadilan Negeri Jayapura dengan beberapa hal, diantaranya:

1. Agar majelis hakim dapat menunjukkan independensinya dan tidak menjadi stempel dari penyidik dan penuntut umum. Putusan majelis hakim akan menjadi memori ingatan bagi Terdakwa bahwa Indonesia memberlakukan keadilan buat anak Orang Asli Papua.

2. Agar Majelis Hakim membebaskan IH dari tahanan dan menyatakan perkara tidak dapat dilanjutkan lebih lanjut karena bukan kompetensi Pengadilan Negeri Jayapura.

3. Memulihkan harkat martabat dan nama baik IH.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar