Hilang Saat Demo STM: Ratusan Pelajar Masih Dicari Orang Tua
Demo anak STM (Beritagar.id)
Jakarta, law-justice.co - Ratusan pelajar SMA dan STM yang dijaring oleh polisi setelah aksi demo menuntut pencabutan RUU KUHP dan RUU kontroversial lainnya masih dicari oleh orang tuanya.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, mencatat setidaknya 182 orang masih belum jelas, apakah di Polda atau di Polres.- diberikan bantuan hukum dan asistensi lainnya;
- dilindungi dari penyiksaan, hukuman atau perlakuan kejam, dan perlakuan yang merendahkan martabat;
- terhindar dari penangkapan, penahanan atau pemenjaraan; mendapatkan keadilan dari pengadilan remaja yang objektif dan tidak memihak, dan mendapat dukungan dari anggota keluarga
Keterlibatan pelajarDalam demonstrasi yang berlangsung selama sepekan terakhir, banyak dijumpai pelajar setingkat SMA/STM.Mamat (bukan nama sebenarnya), misalnya, berpose membentangkan bendera merah-putih dengan latar belakang polisi yang sedang berbaris di balik tameng di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Senin (30/09).Wajah Mamat dihiasi olesan odol di pipi. Mata terhimpit topi dan masker. Celana sekolah masih melekat.Mamat kemudian memasang fotonya dalam akun media sosialnya dua hari kemudian dengan tagar #tolakruukuhp #stmmelawan.BBC News Indonesia menghubungi Mamat pada Rabu (02/10) dan bertanya apa yang dia perjuangkan dalam demonstrasi saat itu.Mamat menjawab singkat, "Saya ikut (aksi). Cuma saya lupa aspirasinya."Dia melanjutkan, "Soalnya saya lagi ulangan jadi sebagian-sebagiannya ngapalin pelajaran."Sebagian warganet meyakini para pelajar murni memprotes beragam rancangan undang-undang yang disusun pemerintah dan DPR, sebagian lainnya menuding mereka hanya ikut-ikutan tanpa tahu tujuan berdemonstrasi.Tudingan itu lebih gencar diarahkan ketika Kepolisian Sektor Serpong menahan lima pelajar sebelum berangkat menggelar aksi unjuk rasa di gedung parlemen, Senin (30/09). Kelimanya disebut positif menggunakan narkoba jenis ganja, sebagaimana dilaporkan Kompas.com.Menurut Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menilai hampir seluruh pelajar SMP dan SMA yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa tidak menyadari tuntutan dan aspirasinya."Dia (pelajar) hanya seolah-olah digambarkan hanya berpartisipasi saja, kemudian juga tidak tahu apa yang akan terjadi," katanya.Hak anak menyuarakan pendapatKonvensi PBB tentang Hak Anak mengakui hak anak untuk kebebasan berserikat dan kebebasan berkumpul secara damai.Menurut Perwakilan UNICEF di Indonesia Debora Comini, "Anak-anak dan remaja di Indonesia memiliki hak untuk mengekspresikan diri dan terlibat dalam dialog tentang masalah yang mempengaruhi mereka, dan kita harus memastikan mereka mendapat dukungan yang sigap dan tepat jika mereka terlibat dengan hukum."Sejalan dengan Konvensi Hak-Hak Anak, Undang-Undang Perlindungan Anak Indonesia menjamin hak setiap anak di Indonesia untuk berbicara dan didengarkan pendapatnya, termasuk dalam masalah politik, serta melindungi mereka dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik dan kerusuhan sosial."Aksi protes ini mengingatkan kita bahwa ada kebutuhan untuk menciptakan peluang yang bermakna - baik online mau pun offline- untuk anak-anak dan remaja menyuarakan pandangan mereka dengan bebas dan damai di Indonesia," kata Comini.Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menilai hak politik anak berbeda dengan demonstrasi."Setiap anak berhak mengeluarkan pendapat. Didengarkan pendapatnya. Tapi caranya bukan mengajarkan pada anak untuk menanamkan nilai-nilai kebencian, merusak, vandalisme, melempar, bukan itu," katanya.Hak politik anak, lanjut Arist, semestinya disalurkan melalui forum-forum yang melibatkan pemangku kepentingan, seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Murembang)."Jadi menyuarakan pendapatnya bebas dari kekerasan, bebas dari pemanfaatan orang untuk anak-anak melakukan vandalisme, pengrusakan dan lain sebagainya," katanya.
Share:
Tags:
Komentar