Sudjiwo Tedjo: Mulai 17 Oktober KPK Lumpuh, Ada yang Menari-nari

Senin, 07/10/2019 16:02 WIB
Budayawan Sudjiwo Tedjo (ideapers.com)

Budayawan Sudjiwo Tedjo (ideapers.com)

Jakarta, law-justice.co - Budayawan Sudjiwo Tedjo memberi peringatan kepada warga bahwa tak lama lagi RUU KPK akan segera disahkan oleh Presiden Joko Widodo.

Waktu yang ia maksud itu yakni pada tanggal 17 Oktober 2019. Namun, katanya seperti dilansir dari Tribunnews.com, ada pihak yang menari-nari di atas kelumpuhan tersebut dan mendapatkan banyak saweran.

Diberitakan sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan Undang-Undang KPK hasil revisi bakal tetap berlaku, 30 hari setelah ditetapkan DPR.

Meskipun Presiden Joko Widodo tidak menanda tanganinya, UU KPK hasil revisi tetap akan berlaku.

Menurut Mahfud MD, UU KPK hasil revisi saat ini sudah selesai dalam konteks yuridis.

"Dalam pengertian sudah disahkan, tinggal membuat tanda tangan. Kalau presiden misalnya tidak mau tanda tangan 30 hari sesudah disahkan itu berlaku sendiri," ungkap Mahfud MD di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/9/2019).

Kata Mahfud MD, Jokowi pun tidak bisa mencabut sebuah RUU yang sudah disahkan.

Hal itu sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 20 ayat 5 UUD 1945.

"Jadi misalkan Presiden `saya mau cabut`, nggak bisa, sudah disahkan, sudah diketok palu. Sehingga bagaimanapun Presiden harus menandatangani atau tetap masuk lembaran negara," jelas dia.

Seperti diketahui, pemerintah dan DPR menyepakati poin-poin revisi RUU KPK pada tanggal 16 September 2019.

Kemudian dibawa ke rapat paripurna untuk pengesahan pada 17 September 2019.

Maka, Mahfud MD menyebut RUU KPK akan berlaku setidaknya pada Rabu, 17 Oktober 2019.

"Sudah berlaku meskipun presiden menolak tanda tangan," katanya.

Dari sisa waktu yang ada sebelum resmi berlaku, Mahfud MD mengusulkan beberapa solusi sebagai jalan tengahnya.

Di antaranya lewat legislatif review, Judicial Review, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Jalan tengah yang paling ringan dan prosedural yakni upaya perubahan lewat mekanisme legislatif review.

Yakni, membiarkan RUU KPK disahkan menjadi Undang-Undang, lalu tak lama kemudian struktur keanggotaan DPR yang baru menyusun agenda dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk dibahas kembali.

Kalau perlu, bisa dijadikan prioritas.

"Bisa. Itu nggak akan menimbulkan keributan, itu proses legislasi biasa dan bisa diprioritaskan pada awal pemerintahan," ujar Mahfud MD.

Kalau masyarakat terlanjur kecewa dengan sikap DPR terdahulu dan tidak percaya proses legislatif review, maka publik dapat mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi.

Jalur permintaan pembatalan UU KPK lewat JR pun terbagi dua, yaitu uji formal dan uji materi.

Uji formal bisa dilakukan, jika publik merasa ada prosedur yang terlewat dalam penyusunan RUU KPK.

Seperti contoh, saat rapat paripurna pengesahan RUU KPK disebut hanya dihadiri 80 anggota dari total 560 orang anggota DPR.

"Misalnya ya kalau itu benar. Dari 560 anggota dewan, yang hadir 80 orang kan sidang tidak sah. kalau itu benar, saya tidak tahu. Atau, ada tahapan yang diloncati. Itu uji formal, prosedurnya salah itu bisa dibatalkan," tutur Mahfud.

Sekalipun prosedur pengesahan RUU KPK disebut telah sesuai, publik bisa mengajukan JR soal uji materi.

JR uji materi berisikan pasal-pasal spesifik yang diminta untuk diganti atau dibatalkan.

Misalnya terkait keberadaan Dewan Pengawas KPK, kewenangan SP3, hingga status ASN bagi pegawai KPK.

"Itu bisa diminta ke Judicial Review. Tapi JR mungkin tidak mulus karena MK tidak boleh membatalkan satu undang-undang yang tidak disukai orang, tapi tidak melanggar konstitusi," katanya.

Opsi terakhir, adalah tuntutan meminta penerbitan Perppu oleh Presiden.

Perppu jadi pilihan terakhir jika pandangan subjektif Presiden menganggap situasi hari ini sangat genting, sehingga ia terpaksa mengeluarkan Perppu.

"Ketiga, yang banyak dituntut sekarang ini, opsi yang mungkin kalau sangat-sangat terpaksa memang bisa saja presiden mengeluarkan Perppu," ungkap dia.

Nah hari ini, Sudjiwo Tedjo mengingatkan bahwa RUU KPK itu sebentar lagi akan segera disahkan.

Ia mengatakan kalau dari pengesahan itu akan ada pihak yang bersenang-senang dengan pelemahan KPK tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Sudjiwo Tedjo di akun Twitter miliknya, @sudjiwotedjo Sabtu (5/10/2019).

"Per 17 Oktober nanti KPK lumpuh

Tapi ada yang menari2 di atas kelumpuhan itu

Mereka gegap gempita ngumpulin saweran

Bebas merdeka

Buat beli baju

Buat isi amplop2

Untuk ke pesta 2024," tulisnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar