Perusahaan China Bantu BPJS, Rizal Ramli: Ada Udang di Balik Batu

Minggu, 25/08/2019 11:28 WIB
Rizal Ramli, ekonom senior (Indonesiaberita.com)

Rizal Ramli, ekonom senior (Indonesiaberita.com)

Jakarta, law-justice.co - Ekonom senior Rizal Ramli mencurigai tawaran bantuan perusahaan asuransi asal China, Ping An Insurance kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait sistem informasi dan teknologi (IT).

Menurut Rizal, ada potensi bahwa data-data kesehatan masyarakat Indonesia bisa disimpan oleh negara Tirai Bambu tersebut. Terlebih peserta BPJS Kesehatan terbilang cukup banyak.

Data per 30 Juni 2019 mencatat peserta BPJS Kesehatan sebanyak 222,5 juta jiwa. Tak heran, ia mempertanyakan maksud pemerintah yang mempertimbangkan tawaran bantuan tersebut.

"Masa sih soal BPJS saja minta bantuan China. Segitu tidak kreatifnya (pemerintah) atau ada `udang di balik batu`?" tulis Rizal dalam akun Twitternya dan dilansir Detik.com, Sabtu (24/8/2019).

Sementara itu, mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu juga mempertanyakan selera Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang kerap meminta bantuan China.

Sebab, sebelum BPJS Kesehatan, Luhut juga sebelumnya meminta bantuan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) Aviation Co. Ltd agar mau meringankan beban sewa (leasing) pesawat milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

"Bagi Pak Menko Maritim, sepertinya setiap masalah yang dihadapi bangsa solusinya hanya satu, yaitu minta `bantuan` China. Sudah nyerah sehingga semua minta ke China," ujar Said.

Sebelumnya, Luhut menyebut Ping An menawarkan bantuan untuk mengevaluasi sistem IT BPJS Kesehatan. Pemerintah mempertimbangkan proposal tersebut lantaran Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi idris juga melihat banyak permasalahan yang seharusnya bisa dibenahi melalui perbaikan sistem teknologi.

Salah satu masalah tersebut yakni kepatuhan pembayaran iuran, atau kolektibilitas. Jika peserta kedapatan menunggak iuran, maka sistem tersebut harusnya bisa terkoneksi dengan data Dirjen Imigrasi dan Kepolisian Republik Indonesia. Sehingga, peserta tidak bisa memproses pengajuan paspor dan tercatat di Kepolisian sebagai orang yang memiliki kasus perdata.

Sebagai catatan, per 30 Juni 2019 lalu, kolektibilitas iuran terendah dicatat oleh kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) sebesar 94,04 persen dan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah sebesar 89,03 persen.

"Jadi, mungkin itu bisa memperbaiki kelemahan sistem (IT) tersebut," jelas Luhut.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar