OJK Naikkan Lagi Target Pertumbuhan Kredit, Apa Alasannya?

Rabu, 24/07/2019 16:32 WIB
Gedung OJK. (Foto: republika.co.id)

Gedung OJK. (Foto: republika.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengubah target pertumbuhan kredit perbankan pada tahun ini menjadi 13 persen atau antara 11-13 persen. Angka patokan itu kembali berubah setelah pada Juni 2019 lalu lembaga pengatur dan pengawas industri perbankan ini sempat menurunkan target di rentang 9-11 persen secara tahunan (year on year/ yoy).

Penaikan target diputuskan secara optimistis setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sebesar 0,5 persen dan memangkas suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 0,25 persen menjadi 5,75 persen di Juli 2019.

"Terima kasih sudah menurunkan Giro Wajib Minimum dan suku bunga. Ini jadi amunisi yang bagus, agar kita optimistis dengan kredit di akhir tahun," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam jumpa pers di Jakarta seperti dilansir Antara, Rabu (24/7/2019).

Namun begitu, OJK juga memperhitungkan kemungkinan penurunan kembali suku bunga acuan Bank Sentral pada lima bulan terakhir di tahun ini sesuai sinyalemen yang disampaikan BI dalam beberapa hari terakhir.

Sebelumnya dalam paparannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pertengahan Juni 2019 lalu, Ketua DK OJK Wimboh Santoso melontarkan dampak perang dagang global telah menekan pertumbuhan permintaan ekspor dan ekspansi dunia usaha. Sehingga saat itu, OJK merevisi target pertumbuhan kredit menjadi 9-11 persen (yoy) pada tahun ini.

"Kemarin (kami) pesimistis karena belum melihat tanda-tanda pelonggaran kebijakan moneter. Sekarang optimistis bisa mencapai target pertumbuhan kredit di 12 persen plus minus satu persen," tambah dia.

Wimboh berharap penurunan suku bunga kebijakan Bank Sentral dapat segera direspons pelaku pasar, sehingga dapat berdampak pada suku bunga simpanan serta kredit perbankan. Jika pelonggaran suku bunga kebijakan Bank Sentral berhasil ditransmisikan ke suku bunga simpanan perbankan, maka tantangan likuiditas yang mendera industri perbankan selama semester I 2019, bisa berkurang di semester II 2019.

"Soal likuiditas saya harap tidak ada masalah lagi. Suku bunga kredit selama ini cenderung flat, dan trennya akan turun juga. Jadi tidak ada masalah dengan yang sebelumnya," ujar dia.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan pihaknya sejauh ini masih terus memantau dampak menurunnya ekspor dan impor Indonesia akibat perang dagang terhadap kemampuan bayar para debitur perbankan. Menurut Heru, belum ada dampak signifikan dari perang dagang dan perlambatan ekonomi global yang merembet ke kinerja bisnis perbankan.

"Sejauh ini belum ada pengaruhnya ke Rasio Kredit Bermasalah (Non Performing Loan/NPL). Mereka (perbankan) juga sudah menyiapkan rencana dan antisipasi untuk dampak dari perang dagang," ujar dia.

Adapun per Juni 2019, kredit perbankan masih bertumbuh di 9,92 persen (yoy), namun melambat bila dibandingkan Mei 2019 yang sebesar 11 persen (yoy). Pertumbuhan kredit itu ditopang penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang naik sebesar 7,42 persen (yoy) karena meningkatnya pertumbuhan deposito dan giro perbankan.

Dari kualitas kredit, terlihat rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) sebesar 2,5 persen atau terendah pada posisi akhir Semester-I dalam lima tahun terakhir.

(Nurika Manan\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar