Dewan Etik Persepi: Quick Count Itu Statistik Paling Sederhana

Sabtu, 20/04/2019 18:06 WIB
Lembaga survei yang ada di bawah Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persep) merilis data Quick Count (Foto: Robinsar Nainggolan)

Lembaga survei yang ada di bawah Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persep) merilis data Quick Count (Foto: Robinsar Nainggolan)

law-justice.co - Delapan anggota Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) yang merilis hasil hitung cepat atau Quick Count pemilu 2019 buka-bukaan tentang metodologi yang mereka lakukan, Sabtu (20/4/2019). Anggota dewan etik Persepi, Asep Syaifuddin menegaskan, Quick Count adalah implementasi ilmu statistik yang paling gampang.

Kedelapan lembaga survei itu adalah Charta Politika, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Indikator, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Indo Barometer, Poltracking, Konsepindo, dan Populi Center.

Mereka memilih untuk membuka data tentang metodologi, jumlah sampel, dan teknik pengambilan sampel, agar masyarakat tidak salah mengerti tentang Quick Count.

Asep Syaifuddin mengapresiasi keberanian semuan anggota Persepi untuk mempublikasikan data mereka. Ia mengatakan, transparansi tentang data merupakan salah satu ciri bahwa satu lembaga survei memiliki  integritas dan tanggung jawab kepada publik.

“Kalau tidak punya kompetensi dan kekuatan data, mereka tidak akan berani terang-terangan membuka dapur mereka,” kata Asep saat menghadiri rilis expose data hasil Quick Count pemilu 2019 di Jakarta Pusat.

Asep, yang juga seorang guru besar statistika di Institut Pertanian Bogor, menambahkan, Quick Count adalah penerapan dari ilmu statistika yang paling gampang. Berbeda dengan survei persepsi publik dan Exitpoll, Quick Count memiliki tingkat kesalahan yang lebih kecil karena merekam data yang sudah pasti dari penghitungan suara di satu Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Dengan begitu, kata Asep, yang perlu diperhatikan dalam Quick Count adalah metode pengambilan sampel. Sampel yang diambil harus bebas dan tidak bias dengan daerah yang mengunggulkan salah satu pasangan calon (Paslon).

Quick Count itu metode yang paling sederhana. Ketika mengajar probalitias, saya ajarkan dengan mengambil sampling dari satu baskom yang ada kelerengnya,” ucap dia.

Ketika metode pengambilan sampel itu benar, Asep yakin, hasil akhirnya pun bisa mendekati akurat. Data yang diambil oleh lembaga survei bukan pendapat pemilih yang datang, tapi rekap hasil hitungan di satu TPS.

“Secara statistika, syarat untuk mengambil data adalah komponennya harus unbias,” tegas asep.

Penghitungan data cepat dengan Quick Count lebih baik ketimbang sekedar menduga-duga siapa yang bakal memenangi Pilpres. Karena itu, Asep mendesak semua lembaga survei yang merilis hasil Quick Count juga mau membuka data dan metodologinya.

“Jangan sampai ilmu pengatahuan itu di dijatuhkan karena kita harus terus maju sebagai negara modern. Tidak perlu baper. Kalau tidak percaya, sialakan metodologinya dilihat,” ucap asep.

Jumlah sampel yang diambil oleh kedelapan lembaga survei yang merilis Quick Count beraneka, antara 1500 – 3000 sampel. Persebaran sampel dalam setiap provinsi pun disesuaikan dengan jumlah Daftar Pemillih Tetap (DPT). Semakin banyak DPT, semakin besar jumlah sampelnya. 

(Januardi Husin\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar