Respons Sejumlah Lembaga Survei soal Janggal Suara PSI di Sirekap KPU

Senin, 04/03/2024 06:58 WIB
Bendera Partai Solidaritas Indonesia. (Istimewa).

Bendera Partai Solidaritas Indonesia. (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Sejumlah petinggi lembaga survei tanah air akhirnya buka suara soal heboh perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dinilai anomali usai mencatat kenaikan signifikan pada Pemilu 2024 dalam beberapa hari terakhir.

Hingga hari Minggu (3/3), pukul 17.00 WIB, suara PSI masih bertahan di angka 3,13 persen atau sebesar 2.403.367 suara.

Jumlah itu sebelumnya sempat disorot karena naik sehari setelah hanya di angka sekitar 2,8 persen.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengamini kenaikan suara PSI sebagai anomali.

Pasalnya, jumlah tersebut berbeda jauh dengan hasil quick count yang dirilis hampir semua lembaga survei.

Apalagi, menurut Pangi, jumlah kenaikan hingga sekitar 1,2 persen tersebut tidak sedikit. Persentase itu hampir setara 2 juta suara. Dia mempertanyakan sumber perolehan suara tersebut.

"Itu setara 1,8 juta suara. Itu dari mana sumbernya. Menurut saya wajar jadi perhatian. Karena misalnya kemarin ada informasi, ada kenaikan 119 ribu suara, berarti ada apa, apa yang terjadi," kata Pangi saat dihubungi, Minggu (3/3).

Menurutnya, kenaikan suara PSI secara signifikan, dan berbeda dengan umumnya hasil quick count menjadi kali pertama selama gelaran Pemilu dan Pilpres. Menurut dia, meski tidak resmi, quick count atau hitung cepat selama ini dianggap menjadi kontrol atau pembanding hasil penghitungan suara KPU.

"Akhirnya kita bertanya, setelah reformasi, tidak pernah ada quick count yang meleset dengan real count. Kali ini terjadi," katanya.

Pangi menilai proses rekapitulasi berjenjang dalam sistem penghitungan suara hasil pemilu di Indonesia memang memungkinkan terjadinya manipulasi. Praktik tersebut bisa terjadi dalam berbagai bentuk.

Misalnya, jual beli suara atau vote trading oleh partai atau caleg yang dipastikan gagal lolos ambang batas parlemen. Atau, manipulasi juga bisa dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuatan dalam pemerintahan.

"Setiap tingkatan jenjang Rekapitulasi kita itu memungkinkan terjadinya manipulasi. Penggelembungan suara. Vote trading. Ada elit strong man yang bermain sangat berani mengubah C1 Plano," ujarnya.

Sialnya, kata Pangi, pihak yang melakukan kecurangan biasanya juga jemawa. Sebab, mereka meyakini masyarakat sipil tak akan mau repot-repot membuktikan kecurangan tersebut.

Terlebih, penyelenggara atau pengawas pemilu juga tak melakukan sikap pro aktif dan terkesan mendiamkan.

"Pertanyaannya, siapa yang mau membuktikan. Orang yang nggak dikasih gaji gimana cara membuktikannya kayak kita? Masa kita suruh membuktikan," kata Pangi.

Direktur Arus Survei Indonesia, Ali Rif`an tak mau berspekulasi soal kenaikan suara PSI. Ia menilai hal itu memungkinkan karena hasil Sirekap KPU juga baru masuk sebagian. Apalagi, suara yang masuk sementara berasal dari wilayah perkotaan yang menjadi basis suara partai pimpinan anak Presiden Jokowi itu.

Di samping itu, kenaikan juga terjadi pada PKB dan Gelora. Hanya saja, kenaikan dua partai tersebut tidak terjadi secara mendadak.

"Kalau PKB kenaikannya stabil. Itu yang kemudian direspons oleh publik. Ada apa? Khawatir saja," kata Ali saat dihubungi, Minggu (3/3).

Ali, akan tetapi, tetap menilai kenaikan suara PSI secara mendadak tetap dimungkinkan. Sebab, angka Sirekap KPU saat ini masih bergerak dinamis. Di samping pola kenaikan suara antara Sirekap dan quick count juga berbeda.

"Kalau ini [Sirekap] kita enggak yakin dia model seperti quick count data masuknya. Ini pasti gradual, nggak ada aturan masuknya," katanya.

Terkait hal ini sebelumnya Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie sebelumnya meminta semua pihak menunggu hasil akhir dari KPU terkait lonjakan suara partainya yang dianggap tak wajar. Menurutnya, saat ini rekapitulasi suara masih berlangsung.

"Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik... Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut," kata dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/3).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar