Dituding Tak Netral, Polri Usut Video Polisi Ajak Warga Dukung Jokowi

Rabu, 20/03/2019 17:30 WIB
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menunjukkan lokasi dari kasus meledaknya bom di Sibolga, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/3/2019). Pihak kepolisian berhasil mengidentifikasi dua jenazah korban ledakan bom di lokasi tersebut yang diduga merupakan istri dan anak dari terduga teroris Abu Hamzah. (Antara Foto)

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menunjukkan lokasi dari kasus meledaknya bom di Sibolga, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/3/2019). Pihak kepolisian berhasil mengidentifikasi dua jenazah korban ledakan bom di lokasi tersebut yang diduga merupakan istri dan anak dari terduga teroris Abu Hamzah. (Antara Foto)

Jakarta, law-justice.co - Tudingan Polri tidak netral dalam Pemilu 2019 terus bermunculan. Setelah kontroversi buzzer untuk Jokowi dengan aplikasi Sambhar dan disusul dengan kecolongan aksi politik dalam acara Millenial Road Safety Festival, kini muncul tudingan ketiga.

Bentuknya adalah video yang diduga polisi yang mengajak masyarakat yang diberi bantuan sosial meneriakkan “Jokowi yes, yes, yes!”. Video itu viral di media sosial dan membuat polisi lagi-lagi harus disibukan dengan bantahan dan menegaskan jika mereka netral.

Video viral itu diunggah oleh akun Twitter @JackVardan. Tayangan itu diunggah pada 18 Maret 2019. Hingga Selasa siang, postingan video itu di-retweet hingga 2.576 kali, disukai 3.427 warganet serta ada sekitar 457 komentar.

“Kami akan melakukan pengecekan terhadap video tersebut termasuk akun yang menyebarkan video maupun foto, akan didalami. Yang jelas Polri dalam kontestasi pemilu ini adalah netral,” kata Karo Penmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Selasa (19/3), seperti dikutip Beritasatu.com.

Dedi menyakinkan jika netralitas polisi adalah harga mati dalam rangka mewujudkan pemilu yang aman damai dan sejuk. Polisi berjanji akan mengecek di mana video itu diambil, lokasinya di mana, tanggal berapa, dan kegiatan itu tentang apa.

“Jadi belum tentu narasi yang dibuat oleh akun yang memviralkan sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Suara juga demikian, suara dalam video itu tentunya akan didalami juga. Belum tentu suara yang didalam video itu suara yang menggambarkan kegiatan yang sebenarnya,” sambungnya.

Dedi menegaskan jika semua yang ada di medsos harus didalami secara komprehensif karena sangat banyak rekayasa. Foto dan video pun menurut Dedi sudah ada aplikasi untuk mendesain itu.

“Suara apalagi sangat mudah diedit. Bisa orangnya si A, ditempel suara si B, bisa juga,” ujar Dedi.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar