Kemenkeu Nyatakan Tarif Daftar Listrik Golongan Ini Perlu Dinaikkan

Jum'at, 24/05/2024 08:47 WIB
Sebagai bentuk transformasi digital untuk layanan kelistrikan, PLN kembangkan Smart Meter dengan sistem Advanced Metering Infrastructure (AMI). Program penggantian menjadi Smart Meter AMI di lingkungan kerja PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya pada tahun 2023 dimulai hari ini, Senin (19/6/2023) di kawasan Teguk Gong, Jakarta Utara, yang merupakan pelanggan PLN UP3 Bandengan. Kehadiran AMI, penggunaan energi listrik pelanggan dapat diketahui PLN dari jarak jauh dan hasil baca meter menjadi leb

Sebagai bentuk transformasi digital untuk layanan kelistrikan, PLN kembangkan Smart Meter dengan sistem Advanced Metering Infrastructure (AMI). Program penggantian menjadi Smart Meter AMI di lingkungan kerja PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya pada tahun 2023 dimulai hari ini, Senin (19/6/2023) di kawasan Teguk Gong, Jakarta Utara, yang merupakan pelanggan PLN UP3 Bandengan. Kehadiran AMI, penggunaan energi listrik pelanggan dapat diketahui PLN dari jarak jauh dan hasil baca meter menjadi leb

Jakarta, law-justice.co - Kementerian Keuangan (Kemenkeu RI) menyatakan bahwa tarif listrik (TDL) untuk pelanggan 3.500 VA ke atas dan golongan pemerintah perlu dinaikkan.

Hal ini sebagai upaya transformasi subsidi dan kompensasi energi untuk APBN yang lebih baik.

Rencana itu diketahui dari dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025.

Dalam dokumen tersebut menyatakan pelanggan listrik dengan daya 3500 VA ke atas merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.

"Memberikan kompensasi kepada golongan tarif ini sangat bertentangan dalam dengan prinsip distribusi APBN, sehingga sudah sewajarnya tarif untuk golongan pelanggan ini dapat disesuaikan," kata Kemenkeu seperti dikutip pada Rabu (23/5).

Menurut Kemenkeu, kebijakan penyesuaian tarif untuk pelanggan rumah tangga 3.500 VA ke atas dan golongan pemerintah ini relatif mudah diimplementasikan.

Hal ini sebagaimana telah dilakukan di 2022 dengan dampak sosial dan ekonomi yang kecil dan terkendali.

Kemenkeu mencatat, realisasi subsidi listrik selama periode 2019-2023 cenderung fluktuatif dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,7 persen per tahun, dari Rp52,7 triliun pada 2019 menjadi Rp68,7 triliun pada 2023.

Jika dilihat pada 2023, realisasi subsidi listrik cukup tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya dikarenakan fungsinya sebagai shock absorber untuk menyerap dampak dari inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah.

"Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat serta mendukung aktivitas bisnis terutama untuk usaha kecil dan menengah serta peningkatan kualitas pelayanan publik dan pemerintah," imbuh Kemenkeu.

Selain itu cukup tingginya angka subsidi pada 2023 juga disebabkan komitmen pemerintah untuk mencapai target pengurangan emisi dengan mengembangkan pembangkit berbasis EBT serta mencapai target rasio elektrifikasi nasional.

Adapun realisasi subsidi energi sampai dengan kuartal I 2024 sejumlah Rp27,9 triliun. Ini mencapai 14,7 persen terhadap APBN 2024.

Realisasi tersebut meliputi subsidi BBM sebesar Rp3,3 triliun (12,8 persen terhadap APBN 2024), subsidi LPG Tabung 3 kg sebesar Rp13,2 triliun (15,1 persen terhadap APBN 2024), dan subsidi listrik mencapai Rp11,4 triliun (15,0 persen terhadap APBN 2024).

"Volatilitas harga komoditas yang saat ini terjadi berpotensi membebani APBN," kata Kemenkeu.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar