Nawaitu Redaksi

Rakyat Mabuk Judi Online & Bandar Panen, Aparat Hukum Ngapain Saja?

Sabtu, 11/05/2024 00:00 WIB
Ilustrasi Operasi Judi Online (Ist)

Ilustrasi Operasi Judi Online (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Menurut data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang tahun 2022-2023 perputaran uang bisnis judi online di Nusantara tembus Rp 517 triliun. Artinya Sebanyak 3,3 juta warga Indonesia bermain judi online.

Yang lebih prihatinnya lagi, lebih dari 2 juta warga yang terjerat judi online adalah masyarakat miskin, pelajar, mahasiswa, buruh, petani, pedagang kecil hingga ibu rumah tangga. Indonesia menjadi salah satu negara terbesar pecandu judi online.

Sungguh memprihatinkan. Penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim ternyata banyak kecanduan judi online. Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto, mengungkapkan transaksi judi online di Indonesia terus meningkat setiap tahun.
 
Bahkan pada tiga bulan pertama 2024 saja, perputaran uangnya mencapai Rp 100 triliun. Berdasarkan data di PPATK, pada tahun 2023 sebanyak 3,2 juta warga negara bermain judi online. Berdasarkan survei Drone Emprit, sistem monitor dan analisis media sosial, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia.

 

 

Penyebab banyak orang, terutama masyarakat ekonomi lemah, terjerat judi online adalah karena kerusakan cara berpikir akut; berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu kerja keras. Apalagi mereka bisa ikut taruhan tanpa perlu modal besar.

Padahal kerusakan akibat mencandu permainan haram itu sudah nyata: depresi dan stress bahkan nekat bunuh diri akibat kalah berjudi; pencurian dan perampokan meningkat demi bisa bermain judi online; keluarga dan pernikahan juga hancur. Sejumlah Pengadilan Agama daerah melaporkan perceraian akibat judi online terus bertambah di tanah air. Permainan judi nyata memiskinkan dan menyengsarakan.

Dalam sistem kehidupan berbasis ideologi Kapitalisme, perjudian legal karena mendatangkan keuntungan. Menguntungkan secara materi bagi bandar dan pemain yang menang, serta mendatangkan pajak untuk negara. Padahal judi hanyalah menguras harta rakyat dan hanya memberi keuntungan kaum kapitalis pemilik bisnis perjudian tersebut.

Pemerintah Abai

 

Meski judi online ini sudah lama menjamur di tanah air dan menyengsarakan masyarakat, namun baru belakangan Pemerintah mulai serius menanganinya. Ini setelah Presiden Jokowi beberapa waktu lalu menyatakan akan membentuk satgas pemberantasan judi online. Jadi selama ini pemerintah abai dan kemana saja, kok baru sekarang seperti kebakaran jenggot.

Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melaporkan telah memutus akses atau takedown 60.582 konten terindikasi perjudian online selama periode September 2023. PPATK pun telah menghentikan sementara 3.935 rekening dengan saldo Rp 160,6 miliar. Mabes Polri membeberkan Satgas Judi Online itu telah menangkap 1.158 tersangka.

 

Namun, faktanya judi online masih terus marak di tengah masyarakat. Pemerintah melalui Menkominfo, Budi Arie Setiadi menyatakan upaya menghadapi judi slot adalah tantangan berat. Ini karena banyak pelaku atau bandar judi online bersembunyi di luar negeri. Ia mengibaratkan pemberantasan judi online seperti menghadapi hantu. Alasannya, judi online itu lintas negara. Servernya bisa ada di mana-mana.

Pernyataan Pemerintah ini jelas sulit diterima. Sebabnya, masyarakat sendiri sampai hari ini masih bisa dengan mudah mengakses berbagai situs judi, termasuk yang berkedok permainan. Begitu pula sejumlah selebritis dan aktor/aktris nasional masih terus mempromosikan judi online di berbagai platform media sosial. Belum ada satu pun dari mereka yang dijerat hukum.

Karena itu keseriusan Pemerintah memberantas judi online hingga ke akarnya jadi diragukan. Apalagi pada tahun lalu Menkominfo pernah mewacanakan untuk memungut pajak dari permainan judi online. Alasannya, agar uang dari Indonesia tak lari ke negara lain. Sebabnya, di negara ASEAN hanya Indonesia yang tidak melegalkan perjudian.

Ada indikasi kuat banyak oknum penegak hukum yang terlibat dan melindungi jaringan mafia judi online ini, sebab perputaran uangnya sangat menggiurkan dan resikonya jauh lebih kecil dibanding bisnis narkoba. Sanksi hukumannya juga jauh dibawah sanksi hukum kasus narkoba. Bahkan info yang masuk kepada wartawan, ada seorang petinggi lembaga perwakilan rakyat juga ikut menikmati bisnis haram ini.

Untuk membuat para pelaku bisnis judi ini jera dan tak mengulangi perbuatannya maka perlu dijatuhi hukuman yang berat dan tidak seperti sekarang hukumannya sangat ringan. Jika hukumannya seperti kasus Narkoba, pastilah pelakunya berpikir panjang.

Untuk itu DPR perlu merevisi aturan hukum tentang perjudian dengan membuat hukuman bagi pelakunya lebih berat, selain hukuman badan juga sanksi denda yang sangat besar.

Sebenarnya kita ini munafik, sebab sebelum judi online, judi biasa juga masih marak. Daripada uang keamanan judi masuk ke kantong oknum aparat, bisa saja judi dilegalkan tapi untuk kalangan yang mampu dan lokasinya jauh dari jangkauan penduduk. Pajak dari judi yang sangat besar itu bisa menambah pendapatan negara untuk pembangunan, seperti yang pernah dilakukan eks Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin di periode tahun 70-an.

Jika sampai era Presiden baru Prabowo, judi online ini tetap marak dan angkanya terus menaik, berarti aparat penegak hukum harus bertanggungjawab menyelesaikannya dengan law enforcement yang benar adil dan obyektif. Tidak pilih kasih seperti sekarang, hanya bandar kecil yang ditangkapi, sementara yang besar panen, terus beroperasi dan semakin leluasa memperluas jaringan bisnis judinya.

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar