BAP Saksi Beberkan SYL Bebankan Kredit Alphard ke Eselon I Kementan

Rabu, 03/04/2024 23:14 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Muhammad Hatta usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Jumat (13/10/2023). Syahrul Yasin Limpo merupakan tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Robinsar Nainggolan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Muhammad Hatta usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Jumat (13/10/2023). Syahrul Yasin Limpo merupakan tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) RI periode 2019-2021 Momon Rusmono mengungkapkan Syahrul Yasin Limpo (SYL) membebankan biaya kredit mobil Alphard ke pejabat eselon I.

Hal itu disampaikan Momon saat dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (3/4).

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Momon nomor 25 yang dibacakan jaksa, disebutkan SYL melakukan kredit mobil dinas tetapi dengan dalih penyewaan yang pembiayaannya dibebankan pada Anggaran Rumah Tangga Biro Umum dan pejabat eselon I di Kementan.

"Kemudian terkait tadi juga ada saudara mengatakan bahwa sewa mobil. Kemudian ini ada keterangan saksi dalam BAP nomor 25, mohon izin Yang Mulia untuk lebih jelas saya bacakan ya memperjelas, `Bahwa saya selaku Sekjen Kementan sejak 2019 sampai Mei 2021 memperoleh laporan dari Biro Umum Pengadaan, Maman, bahwa yang bersangkutan diperintahkan oleh Hatta atau Kemal Redindo untuk menyewa mobil Alphard selama 1 tahun, tahun 2020," ujar jaksa membacakan BAP Momon.

"Namun, saat itu Maman hanya bersedia membayar sewa mobil Alphard selama dua bulan dengan total Rp86 juta, dan saya baru mengetahui bahwa mobil Alphard itu tidak disewa melainkan dicicil kredit pada saat pemeriksaan oleh KPK," imbuhnya.

Dalam BAP itu Momon menyebut bahasa yang disampaikan untuk membayar mobil adalah sewa Alphard, padahal sebetulnya mobil tersebut dicicil kredit. Sumber uangnya dari Anggaran Rumah Tangga pimpinan di bawah Biro Umum Sekjen. Ia juga memperoleh informasi bahwa pembayaran mobil Alphard juga dibebankan kepada eselon I lainnya di Kementan.

"Benar ini keterangan saksi?" tanya jaksa KPK dalam persidangan seperti dikutip dari CNN Indonesia.

"Benar," jawab Momon.

Jaksa heran karena setiap menteri memperoleh mobil dinas. Jaksa pun mempertanyakan peruntukan mobil Alphard tersebut. Lalu ia bertanya apakah menteri tidak mendapat mobil dinas sehingga harus menyewa mobil lagi.

Momon menjelaskan mobil Alphard itu digunakan SYL untuk kegiatan operasional di Sulawesi Selatan, bukan di Jakarta.

"Kalau kendaraan dinas di Jakarta disiapkan," jawab Momon.

"Jadi, kendaraan dinas yang mana ini yang Alphard?" lanjut jaksa.

"Itu kendaraan dinas untuk keperluan operasional menteri di Sulawesi Selatan," terang Momon.

Momon menjelaskan di Kementan tidak ada pos anggaran untuk membayar cicilan mobil, yang ada hanya penyewaan mobil dinas.

"Apakah ini juga termasuk yang saudara katakan itu non-budgeter atau tidak dianggarkan?" tanya jaksa.

"Seyogianya biaya untuk sewa mobil itu ada di bagian kerumahtanggaan. Tapi, kalau untuk nyicil enggak ada," jawab Momon.

"Terus ini dari mana di laporan Pak Maman kepada saksi?" tanya jaksa menegaskan.

"Saya persisnya tidak tahu, tapi pada saat diperiksa bahwa mobil ini untuk cicil, kemungkinan tidak bisa di SPJ-kan (surat pertanggungjawaban). Tapi, kalau untuk sewa dan untuk mendukung kegiatan Pak Menteri, seyogianya bisa di SPJ-kan," ungkap Momon.

SYL didakwa melakukan pemerasan hingga mencapai Rp44 miliar dan menerima gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40 miliar selama periode 2020-2023.

Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan dua terdakwa lainnya, yaitu Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

SYL juga menggunakan uang diduga hasil pemerasan untuk keperluan istri, keluarga, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan dan operasional menteri, charter pesawat, bantuan bencana alam atau sembako, keperluan ke luar negeri, umrah hingga kurban.

SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar