Henry Yoso Rahasiakan Identitas Kapolda: Kalau Diungkap, Bisa Dicopot

Selasa, 12/03/2024 16:38 WIB
Henry Yosodiningrat (Foto: Ist)

Henry Yosodiningrat (Foto: Ist)

Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua Tim Hukum TPN Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Henry Yosodiningrat enggan mengungkapkan identitas seorang Kapolda yang akan menjadi saksi terkait dugaan kecurangan Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) karena khawatir dicopot atau dimutasi.

"Nanti aja ya, karena semua sekarang diintimidasi, kalau dikasih tahu nanti besok kan, bisa dipanggil, lalu dicopot," kata Henry dalam keterangan tertulis, Selasa 12 Maret 2024.

Selain Kapolda, Tim Hukum Ganjar-Mahfud juga bakal mengajukan ahli-ahli untuk memperkuat dugaan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Salah satunya yakni ahli sosiologi massa.

Henry Yoso juga mengatakan hal itu dilakukan untuk mendorong agar putusan hakim mengenai benar atau salah kecurangan pemilu yang terjadi tidak tergantung dari keyakinan hakim yang didukung oleh minimal dua alat bukti saja.

Henry juga mengungkapkan, salah satu bukti kecurangan pemilu secara TSM yang dimiliki Tim Hukum Ganjar-Mahfud terkait dengan adanya mobilisasi kekuasaan, mulai dari mengerahkan aparatur negara, hingga intimidasi oleh kepolisian.

Menurutnya, tanpa hal itu tidak akan terjadi selisih suara yang cukup signifikan bagi Ganjar-Mahfud, khususnya di wilayah yang menjadi kantong suara PDIP.

Misalnya, suara Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah kalah dibandingkan paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Padahal, selama 10 tahun Ganjar menjadi Gubernur Jawa Tengah dan prestasinya mendapat pengakuan dari pemerintah pusat melalui sejumlah kementerian.

"Kami punya bukti-bukti, banyak yang enggak boleh saya buka di sini ya. Karena ini peperangan dalam tanda kutip. Nanti di MK kita buka dan sudah kita siapkan itu semua. Yang pasti bahwa akan ada Kapolda yang akan diajukan ya ini clear," jelas Henry dilansir dari CNN Indonesia.

Dia menambahkan, Tim Hukum Ganjar-Mahfud juga akan mengajukan Bawaslu atas dugaan mengabaikan laporan kecurangan dan pelanggaran tahapan pemilu 2024 yang hingga kini tidak diketahui prosesnya.

Begitu pun dengan KPU yang diduga kuat berada dalam tekanan atau diarahkan oleh kekuasaan, sehingga banyak terjadi pelaggaran dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.

"Ketua KPU setelah memberikan penjelasan langsung kabur. Teman-teman media tanya lah kok enggak ada tanya jawab, langsung main kabur. Ya udah, bohong kalau KPU bersih, KPU tidak diintimidasi, KPU tidak diarahkan, bohong itu," ujarnya.

Kantongi bukti kuat kecurangan Pemilu 2024
Henry mengatakan Tim Hukum Ganjar-Mahfud telah mengantongi bukti-bukti kuat Pemilu 2024 tidak kredibel. Selain itu, bukti-bukti hukum yang kuat terkait kecurangan dan pelanggaran Pemilu 2024 secara TSM juga telah dikantongi.

"Bukti-bukti kami kuat sekali, kami tidak persoalkan selisih angka, atau angka perolehan, tapi kami akan fokus pada kecurangan, karena kejahatan ini sudah sangat luar biasa. Kita akan yakinkan Hakim dengan bukti-bukti yang kita miliki bahwa ini betul-betul satu kejahatan yang terstruktur, sistematis dan massif," kata Henry.

Dia memaparkan, bukti-bukti yang dikantongi pihaknya antara lain intimidasi atau tekanan kepada masyarakat untuk tidak memilih atau datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Selain di Madura, Jawa Timur, tekanan terhadap masyarakat juga ditemukan di beberapa wilayah, seperti di Sragen, Jawa Tengah, di mana presentase masyarakat memilih di Sragen, sangat rendah hanya sekitar 30 persen.

"Kami sudah punya bukti bahwa ada kepala desa yang dipaksa ya oleh polisi. Kami juga punya bukti bahwa ada warga masyarakat yang mau memilih ini tapi diarahkan untuk memilih yang lain. Kami punya bukti semua, dan nanti akan ada Kapolda yang akan kami ajukan," ungkapnya.

Henry mengatakan ada puluhan ribu TPS yang angka partisipasi atau jumlah suaranya sedikit. Bahkan, dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah termasuk di Malaysia, partisipasi pemilih ada yang tidak lebih dari 50 persen.

Dia menilai PSU yang dilakukan di sejumlah daerah termasuk di Malaysia sudah menjadi bukti Pemilu 2024 tidak kredibel.

Seperti diketahui, pemungutan suara di Malaysia terpaksa diulang karena tujuh petugas pemungutan suara luar negeri melakukan penggelembungan daftar pemilih tetap dan sudah ditetapkan menjadi tersangka.

Henry menyebut pembuktian kecurangan pemilu secara TSM dapat membuat MK membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait hasil Pemilu 2024.

Hal itu, kata dia, sudah pernah dilakukan oleh beberapa negara yang memutuskan dilakukan pemilu ulang, seperti di Austria, Spanyol, Ukraina, Amerika Serikat, dan Kenya.

"Kecurangan pemilu itu bukan hal baru dan MK bisa membatalkan keputusan KPU. Di beberapa negara sudah pernah MK membatalkan keputusan KPU, kemudian memerintahkan dilakukan pemilihan umum ulang," ujar Henry.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar