Jimly Sarankan Pemerintah untuk Terima Hak Angket DPR, Ini Alasannya

Selasa, 27/02/2024 09:09 WIB
Anggota DPD RI Jimly Asshiddiqie. (Detik.com).

Anggota DPD RI Jimly Asshiddiqie. (Detik.com).

Jakarta, law-justice.co - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menyarankan kepada pemerintah sebaiknya menerima usulan penggunaan hak angket yang tengah digulirkan oleh kubu calon presiden Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Saran ini diungkapkan Jimly saat menemui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Senin kemarin, 26 Februari 2024.

Dalam pertemuan itu, Jimly mengatakan membahas beberapa hal. Salah satunya adalah soal usul penggunaan hak angket.

Dia menyarankan agar hak angket sebaiknya diterima oleh pemerintah. Sebab, kata Jimly, dalam dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum ada satu pun hak angket yang dipakai.

“Tapi, adanya hak angket ini, misalnya terjadi, saya malah apresiasi supaya dalam catatan sejarah, di era pemerintahan Jokowi ada hak angket dipakai,” kata Jimly, dikutip dari Antara.

Amandemen ke-5 UUD 1945

Selain soal hak angket, Jimly mengatakan juga mendiskusikan soal amandemen ke-5 UUD 1945 serta evaluasi sistem politik dalam pertemuan itu.

"Kami tadi diskusi soal berbagai hal, termasuk saya sih bilang momentum sekarang ini bisa nggak dipakai untuk supaya orang move on. Kita ajak publik berpikir tentang masa depan, perbaikan sistem termasuk bila disepakati itu jadi ide soal perubahan ke-5 UUD," ujar Jimly. “Prinsip dia setuju, tapi timing-nya dia masih ragu.”

Ia pun sempat mengungkapkan keresahannya soal kondisi politik saat ini. Menurut Jimly, perlu adanya evaluasi terhadap reformasi yang sudah berumur 25 tahun ini.

Jimly turut menyoroti sistem presidential threshold 20 persen yang perlu dikaji ulang. Hal itu, katanya, demi menciptakan iklim politik yang lebih adil.

“Partai yang punya status sebagai peserta Pemilu berhak mengajukan calon, nggak usah pakai threshold-threshold-an. Jadi yang capresnya jangan hanya orang Jateng, Jatim, Jabar, orang Palembang seperti saya juga bisa. Soal nggak menang ya tidak apa-apa. Jadi biar banyak, dari Papua, dari Bugis, itu antara lain yang saya bahas,” ujarnya.

Sistem presidential threshold merupakan ambang batas minimal persentase kepemilikan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR atau persentase peralihan suara bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Ganjar usulkan hak angket

Sebelumnya, calon presiden Ganjar Pranowo pertama kali mendorong partai pendukungnya untuk menggunakan hak angket. Eks Gubernur Jawa Tengah ini menilai dugaan kecurangan pada pemilihan presiden atau Pilpres 2024 mesti disikapi.

Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan sejahtera yang tergabung dalam Koalisi Perubahan pengusung calon presiden Anies Baswedan sudah menyatakan dukungan pada Kamis malam, 22 Februari 2024.

Namun usul Ganjar tersebut ditolak oleh partai politik pengusung pasangan nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, salah satunya Partai Demokrat.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY mengaku lebih tertarik mendorong terjadinya rekonsiliasi bangsa pasca-Pemilu 2024 ketimbang wacana penggunaan hak angket.

"Saya justru lebih tertarik, pasca-Pemilu 2024 setelah kita mengetahui pertempuran politik itu menyisakan orang yang kecewa, orang marah yang belum bisa mencapai targetnya, dan saat yang baik untuk kita mulai merajut kembali rekonsiliasi bangsa dan itu harus kita tunjukkan secara genuine," ujar AHY di Jakarta, Sabtu, 24 Februari 2024.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar