Sirra Prayuna, Advokat

Analisis Hukum Menelisik Sengketa Hasil Pemilu 2024

Minggu, 18/02/2024 00:01 WIB
Massa aksi meminta Bawaslu menyatakan pemilu 2024 disebut sebagai pemilu curang. Robinsar Nainggolan

Massa aksi meminta Bawaslu menyatakan pemilu 2024 disebut sebagai pemilu curang. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Penyelenggaraan pemilu 2024 dinilai banyak pihak sebagai pemilu yang tidak demokratis sarat dengan pelanggaran dan berbagai tindak kecurangan pemilu.

Gemuruh diskursus publik tentang kecurangan diawali dari putusan MK No 90, dilanjutkan dengan penjatuhan sanksi MKMK kepada ketua MK, pendaftaran capres cawapres bermasalah hingga masuk keranah peradilan, cawe- cawe presiden,  dugaan keterlibatan aparatur sipil, TNI dan polri, penggunaan fasilitas negara, intimidasi dan kekerasan dan penurunan atribut pasangan calon tertentu,  mengarahkan persepsi pemilih dengan surve surve partisan, dugaan money politik berupa pembagian BLT dan bansos menjelang hari pemungutan suara.  

Demikian halnya pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024, banyak temuan pelanggaran dan kecurangan. Berdasarkan hasil pengawasan bawaslu, seperti pemilih tak dapat memilih, pembukaan TPS tidak tepat waktu, tidak dilakukan sumpah penyelenggara pemungutan suara, surat suara tertukar dan lain sebagainya.

Yang paling spektakuler adalah manipulasi informasi berupa ketidakcocokan suara antara form C1 plano yang di upload di gelembungkan dalam sistem IT KPU sirekap. Temuan pelanggaran dan kecurangan ini tentunya menjadi catatan penting dalam pelaksanaan pesta demokrasi 2024.

Prinsip pemilu luber, jurdil dan demokratis.

1. Dalam pemilu, negara harus memastikan agar dapat terpenuhi dan terlaksananya hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih secara bebas, mandiri, non diskriminasi dan tanpa intimidasi.

2. Pemilu diselenggarakan oleh sebuah Badan Penyelenggara pemilu yang bersifat nasional tetap dan mandiri. Nilai nilai dan prinsif penyelenggara pemilu yakni menjaga independensi, bersikap non partisan, imparsialitas, profesional, efektif dan efisien  Hal ini menjadi prinsif dasar bagi penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam UU pemilu no 7 tahun 2017.

3. Pegawasan dan penindakan atas pelanggaran dan kecurangan pemilu oleh Bawaslu  harus dilaksanakan sesuai dengan koridor hukum, profesional, transparan dan akuntatabel ( pelanggaran bersifat administrasi dan pidana pemilu), sedangkan  pelanggaran etika penyelenggara pemilu dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Peyelenggara Pemilu ( DKPP).

4. Setiap tahapan pemilu harus dipastikan dapat berjalan dengan baik tepat waktu yang ditetapkan KPU berdasarkan UU dan peraturan KPU kecuali dalam keadaan post major.

Pemungutan suara Pemilu 2024 telah selesai dilaksankan, saat ini KPU sedang melaksanakan perhitungan suara secara  manual dan rekapitulasi berjenjang. Semantara, disisi lain dalam waktu yang cepat, publik tercengang dengan hasil quick count sepektakuler yang memenangakan pasangan Prabowo Gibran. 

Dalam UU Pemilu, basis perhitungan suara yang dipergunakan untuk menetapkan hasil pemilu dan penetapan calon terpilih melalui rapat pleno rekapitulasi pemilu secara manual dan berjenjang sampai dengan batas waktu 20 maret 2024.

Ditengan proses perhitungan secara manual dan berjenjang berjalan,  pemenang pemilu hasil quick count telah melakukan selebrasi kemenangan. Selebrasi kemenangan yang dipersiapakan  sebelum panetapan hasil pemilu dan penetapan calon terpilih. Bagaimana mungkin selebrasi kemenangan berdasarkan hasil quick count sementara proses penghitungan masih berjalan dan masih jauh.

Munculnya pro kontra terhadap proses tahapan pemilu dan hasil pemilu yang dinilai sarat kecurangan tak dapat dihindarkan, karena pemilu yang semestinya menjadi sarana penguatan pelembagaan demokrasi justru mendongare nilai nilai demokrasi itu sendiri. Respon Pihak pemenang pemilu hasil quick count menyatakan, jika keberatan terhadap kecurangan dan hasil pemilu silahkan menempuh jalur hukum. 

Demikian juga halnya dengan presiden, pun juga angkat bicara atas terjadinya berbagai kecurangan. Presiden mengatakan “jika ada pelanggaran dan kecurangan pemilu, silahkan diselesaikan secara hukum”.

Presiden Mungkin lupa, bahwa Presiden bukan pihak sebagai perserta pemilu, bukan pula penyelenggara pemilu atau pengawas pemilu, justru dengan merespon proses pemilu yang tahapanya belum selasai dapat dipandang bahwa Presiden terus menerus cawe-cawe dalam pemilu dan hal ini melampaui kewenangan kekuasaanya Masing- masing pihak tentunya telah mempersiapkam berbagai langkah dan strategi dalam mencari dan menuntut keadilan penyelesaian sengketa pemilu lewat MK RI.

Mari kita periksa soal Gugatan TSM.

TSM itu merupakan terobosan hukum MK untuk menjawab banyaknya temuan pelanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi dinilai bersifat TSM (Terstruktur sistimatis dan masif.)

Pelanggaran Administratif Pemilu Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam disetiap tahapan penyelenggaraan Pemilu, dan/atau Pasangan Calon peserta pemilu.

Terstruktur artinya terstruktur mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten sampai desa. Sistematis artinya ada modul, metode, langkah strategi dan jadwal telah tersusun dan terencana rapi. Masif artinya tingkat persebaran peristiwa pelanggaran dan kecurangannya secara luas.

Jika dilihat dari pengertian TSM diatas maka tim advokasi pemilu memerlukan suatu kerja hukum yang cukup berat. Gugatan TSM adalah merupakan gugatan tahapan pemilu pemilu, baik secara kwalitatif  maupun kwantitatif yang dinilai sarat dengan kecurangan.

Bagaimana Membuktikan TSM.

Pembuktian adalah hal terpenting bagi setiap pihak yang berperkara. Prinsip dalam hukum pembuktian adalah siapa yang mendalilkan, wajib untuk membuktikan. Pembuktian tersebut, agar dapat menjadi alat bukti sah dan meyakinkan memerlukan bukti bukti pendukung lainya seperti bukti surat, saksi, ahli dan petunjuk. Antara satu alat bukti dengan bukti lainya saling bersinggungan berhubungan erat dan  saling melengkapi, sehingga akan tergambar secara utuh bagamana perbuatanya dan bagaimana dampak serta akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.

Pemohon PHPU dapat menggambarkan hubungan kausalitas secara terang benderang antara perbuatan yg dituduhkan atau peristiwa yang didalilkan dalam satu kesatuan sehingga terbangun gambaran peristiwa TSM secara nyata dan dapat mempengaruhi secara langsung dan signifikan terhadap pemilih menggunakan hak pilihnya.

Permohanan/gugatan yang bersifat TSM ini juga akan selalu dilihat dari aspek  tingkat partisipasi pemilih dalam pemungutan suara dalam satu atau beberapa daerah pemilihan ( sumber data form 1 KWk TPS dan DA 1 KWK DB1 KWK dst).

Jika dalam satu daerah pemilihan, tergambar adanya kecendrungan kuat paslon tertentu memperoleh suara diatas besar dan merata, sedangkan paslon lainnya tidak maka jika dikorelasikan dengan tuduhan, akan dipertimbangkan sebagai perbuatan yang bersifat TSM. Mari kita ilustrasi; adanya pembagian BLT atau bansos menjelang hari pemungutan suara yang diduga dinilai sebagai sarana untuk menggerakan pemilih agar memilih pasangan calon tertentu. 

Tentunya akan banyak pertanyaan lanjutan yang  muncul, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pola, sumber anggaran, berapa besar nilainya, sasaranya dan bagaimana cara pembagian. Yang perlu di buktikan apakah perbuatan tersebut menyebabkan pemilih memilih calon tertentu. Hukum sebab akibat berlaku. Bantuan BLT atau Bansos kepada masyarakat telah menggerakan pemilih atau mempengaruhi pemilih dalam memilih pasangan calon tertentu.

Hubungan sebab akibat ini menjadi penting untuk digambarkan korelasinya dan harus dibuktikan. Selanjutnya akan diperdalam, siapa, kapan, dimana dan bagaimana cara perbuatan itu dilakukan dan seberapa besar pengaruhnya. Juga akan dilihat dari sisi tingkat persebaran peristiwanya, memerlukan persebaran merata diatas 20% sehingga dengan demikian akan tergambar unsur TSM tersebut.

Putusan TSM.

Dalam amar putusan, hakim MK akan selalu mempertimbangkan permohonan pemohon, dengan dalil pelanggaran TSM yakni permohonan pembatalan keputusan KPU tentang penetapan hasil perolehan suara dalam pemilu Pilpres dan pembatalan penetapan calon terpilih Pilpres, dan atau permohonan diskualifikasi pasangan calon terpilih dan atau pemugutan suara ulang dalam satu wilayah yang dinilai terbukti telah terjadi pelanggaran yang bersifa TSM.

Melengkapi catatan bahwa MK juga akan mempertimbangkan dengan melihat selisih perolehan suara masing masing pasangan calon, jika terbukti permohonanya akan dapat merubah atau tidak hasil perolehan suara.masing masing pasangan calon. Catatan ini adalah sebuah kerja besar dalam pertarungan hukum perselisihan sengketa hasil pemilu.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar