Ini Alasan Hakim PN Jaksel Kabulkan Praperadilan Eddy Hiariej

Selasa, 30/01/2024 20:40 WIB
Eddy Hiariej Guru Besar Fakultas Hukum UGM (Negara Hukum)

Eddy Hiariej Guru Besar Fakultas Hukum UGM (Negara Hukum)

Jakarta, law-justice.co - Hakim tunggal PN Jakarta Selatan Estiono mengungkap alasannya mengabulkan permohonan praperadilan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Estiono menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Eddy tidak sah.

"Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap pemohon tidak memenuhi minimum 2 alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, maka Hakim sampai kepada kesimpulan tindakan termohon yang telah menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum," jelas Estiono di ruang sidang PN Jaksel, Selasa 30 Januari 2024.

Dalam pertimbangannya, Estiono berpandangan bahwa status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup, yakni paling sedikit dua jenis alat bukti.

Estiono juga menjelaskan menurut ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa yang termasuk alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Estiono juga menilai bahwa bukti berbagai putusan yang diajukan termohon, tidak dapat menjadi rujukan dalam praperadilan a quo. Sebab, kata dia, setiap perkara memiliki karakter yang berbeda dan tidak ada kewajiban bagi hakim untuk mengikuti putusan terdahulu.

Selain itu, Estiono pun mengatakan bukti T.44 dan T.47 dengan judul berita acara Pemeriksaan saksi atas nama Thomas Azali tanggal 30 November 2023, berita acara Pemeriksaan saksi atas nama Helmut Hermawan tanggal 14 Desember 2023, ternyata pelaksanaannya setelah penetapan tersangka Eddy.

Estiono juga tidak menanggapi lebih lanjut terkait prinsip kolektif kolegial yang turut dipersoalkan oleh pemohon dalam praperadilan ini.

"Dalam pokok perkara menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum termohon membayar biaya perkara," ujarnya dilansir dari CNN Indonesia.

Sebelumnya, Eddy Hiariej bersama dua orang dekatnya yaitu Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap Rp8 miliar. Mereka disebut menerima suap dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan.

Eddy pun menggugat KPK ke PN Jakarta Selatan karena mempermasalahkan status tersangka yang disematkan KPK terhadap dirinya.

Sementara itu, Helmut telah ditahan KPK dan mengajukan praperadilan. Namun, Helmut menarik permohonan praperadilan.

Eddy dkk meminta hakim PN Jaksel menyatakan berbagai proses penegakan hukum yang dilakukan KPK adalah tidak sah, sehingga penetapan status tersangkanya juga turut tidak sah.

Di sisi lain, Biro Hukum KPK mengatakan penyelidikan dan penyidikan yang membuat Eddy Hiariej dkk menjadi tersangka telah dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Karenanya, KPK meminta hakim menyatakan seluruh tindakan terhadap perkara a quo oleh KPK adalah sah menurut hukum.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar