Ucapan `Presiden Boleh Berpihak` Ancam Stabilitas, Jokowi Harus Ralat

Kamis, 25/01/2024 05:49 WIB
Presiden RI Joko Widodo (Setneg)

Presiden RI Joko Widodo (Setneg)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Lembaga Riset Lanskap Politik Indonesia, Andi Yusran menilai bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pemimpin negara boleh berkampanye dan memihak asal tidak menggunakan fasilitas negara membahayakan keutuhan NKRI.

"Karena itu bisa menjadi pembenaran bagi pejabat publik lainnya untuk ikutan cawe-cawe dan berpihak salah satu Paslon," katanya seperti melansir rmol.id, Rabu (24/1).

Kata dia, Jokowi salah memahami konteks UU No.7/2017. Jokowi hanya merujuk Pasal 281 ayat (1) yang membolehkan Presiden dan pejabat negara ikut serta dalam kampanye pemilu.

"Namun demikian ada pembatasan dalam pasal lain di UU yang sama bahwa presiden dan pejabat negara dilarang berpihak," jelasnya.

Kemudian dia menjelaskan, di dalam UU No. 7/2017 pasal 282 terdapat larangan kepada pejabat negara membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa kampanye.

Dalam konteks ini, dia menilai Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas dilarang berpihak.

Pasalnya keberpihakan presiden dalam Pilpres menjadi ancaman bagi stabilitas politik dan integrasi nasional.

"Saran saya presiden wajib meralat pernyataannya dan tidak lagi cawe-cawe dalam urusan Pilpres. Jokowi harus paham bahwa dirinya juga adalah seorang kepala negara yang wajib berdiri independen," jelasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar