Hasil Riset Terbaru Sebut Indonesia Terancam Gagal Jadi Negara Maju

Selasa, 26/12/2023 12:25 WIB
Hilirisasi: Industrialisasi Berbasis SDA Menuju Indonesia Emas 2045.  (fotoradioidola.com)

Hilirisasi: Industrialisasi Berbasis SDA Menuju Indonesia Emas 2045. (fotoradioidola.com)

Jakarta, law-justice.co - Meski rancangan arah pembangunan telah didesain oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi negara maju pada 2045, namun sejumlah kalangan ekonom dan pakar mengingatkan adanya potensi besar Indonesia gagal menjadi negara maju pada 100 tahun kemerdekaan.

Nama-nama besar seperti Didik J Rachbini, Bambang Brodjonegoro, hingga Faisal Basri memberi peringatan itu, termasuk kalangan akademisi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI).

Sebagai informasi, tahun 2023 menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia merancang cita-cita Indonesia Emas 2045, atau keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Harapannya Indonesia menjadi negara maju sebelum 100 tahun kemerdekaan.

Tonggak itu ditandai dengan langkah Presiden Joko Widodo meluncurkan rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 pada Juni 2023, berjudul Indonesia Emas 2045: Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan.

Dokumen itu berisi berbagai langkah yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas untuk menaikkan pendapatan per kapita Indonesia setara negara maju sebesar US$30.300, dari 2022 sebesar US$4.580 per kapita.

"Hati-hati kepemimpinan di 2024, 2029, 2034 itu sangat menentukan sekali," ucap Presiden Joko Widodo pada Agustus lalu.

RPJPN 2025-2045 telah merumuskan 8 Agenda Pembangunan, 17 Arah Pembangunan yang diukur melalui 45 Indikator Utama Pembangunan. Kesemuanya menjadi langkah untuk terus mendorong Indonesia maju, dari yang saat ini masih berstatus negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income country (UMIC)

8 Agenda pembangunan itu ialah transformasi sosial; ekonomi; tata kelola; supremasi hukum, stabilitas, dan kepemimpinan Indonesia; ketahanan sosial, budaya, dan ekologi; pembangunan kewilayahan yang merata dan berkeadilan; sarana dan prasarana yang berkualitas dan ramah lingkungan, serta kesinambungan pembangunan.

Indonesia Berpotensi Gagal Jadi Negara Maju 2045

 

Rektor Universitas Paramadina Jakarta dan mantan Kepala Bappenas, Didik J Rachbini dan Bambang Brodjonegoro, memberikan peringatan itu saat rapat dengan pendapat umum dengan Badan Anggaran DPR pada 9 Februari 2023.

Menurut keduanya, level pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2014 hingga kini yang stagnan di kisaran 5%. Menurut mereka, hal ini menandakan bahwa aktivitas ekonomi tanah air tidak mengalami perkembangan pesat untuk lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah.

"Karena seolah-olah pertumbuhan ekonomi Indonesia ini sudah agak stagnan di sekitar 5%. Padahal kita belum jadi negara maju. Biasanya stagnasi pertumbuhan ekonomi terjadi ketika negara itu sudah masuk jadi negara maju. Dan ketika menuju negara maju, biasanya pertumbuhannya relatif tinggi," kata Bambang Brodjonegoro seperti melansir cnbcindonesia.com.

Disisi lain, Pakar Ekonom Senior, Faisal Basri menyebutkan bahwa akar masalah besarnya potensi gagalnya Indonesia menjadi negara maju, yakni kondisi pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia yang saat ini mengalami penurunan sangat drastis.

Kata dia, berdasarkan data yang ditunjukkannya, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia mengalami penurunan drastis sejak 2001. Pada 2001, kondisi pertumbuhan manufaktur Indonesia mencapai 29,1%, namun sayangnya angka ini terus anjlok hingga 2022 yang hanya mencapai 18,3% saja.

Menurut dia, jika dibandingkan dengan negara lain, puncak pertumbuhan manufaktur mereka jauh lebih tinggi dari Indonesia, seperti China di level 40,1%, Malaysia dan Thailand 31%. Bahkan dia menekankan saat ini kondisi pertumbuhan manufaktur mereka masih tergolong tinggi dibandingkan Indonesia yang terus menurun.

"Industri kita baru 29% sudah turun, harusnya naik lagi, dia turunnya terlalu cepat makanya disebut early sign of deindustrialization. China industrinya bakal turun, tapi sudah mencapai industri yang paripurna baru turun, Malaysia 31% baru turun, Thailand 31% sudah turun, Indonesia belum 30% sudah turun," katanya.

Terpisah, LPEM UI mengungkapkan potensi Indonesia gagal menjadi negara maju dalam White Paper bertajuk Dari LPEM bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029.

Dalam White Paper tersebut terungkap bahwa Indonesia belum memenuhi syarat cukup dan syarat perlu untuk menuju negara berpendapatan tinggi layaknya China, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, dan Brazil, ketika mereka pertama kali masuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke atas (UMIC) seperti Indonesia saat ini.

Dalam dokumen White Paper LPEM FEB UI bagian Menavigasi Jalan Indonesia Menuju 2045: Kesetaraan dan Mobilitas Ekonomi yang ditulis Teguh Dartanto dan Canyon Keanu Can, kondisi sosial ekonomi Indonesia saat ini jauh berbeda dengan kondisi sosial ekonomi negara-negara lain ketika memiliki pendapatan per-kapita yang sama dengan Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi negara-negara itu, seperti Korea Selatan sebesar 12%, Cina 10,6%, Malaysia 6,8% dan Thailand 7,5% jauh di atas Indonesia yang hanya berkisar 5% selama dua dekade terakhir.

Kemajuan ekonomi negara-negara tersebut ditopang oleh sektor manufaktur di mana kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 28% untuk Korea Selatan, 30% Malaysia, 32% Cina, dan Indonesia kini hanya 18%.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, menyatakan bahwa, permasalahan itu disebabkan pemerintah Indonesia yang selama ini tak jor-joran berinvestasi terhadap sumber daya manusianya.

Kata dia, akibatnya produktivitas terhadap barang dan jasa bernilai tambah tinggi sangat rendah yang digambarkan dari kontribusi industri manufakturnya ke PDB.

"Yang membuat sulit bahwa yang pasti kalau kita melihat lebih mendalam mengenai isu SDM. Mohon maaf memang masih jauh tertinggal dibanding negara lain. Studi-studi menunjukkan bahwa capaian pembelajaran dari PISA score Indonesia jauh tertinggal dibanding Vietnam, atau lebih mengkhawatirkan lagi kalau kita ingin setara negara-negara OECD maka kita butuh sekitar 43 tahun untuk kejar matematik dan membaca itu 73 tahun," tegas Teguh.

Kata dia, salah satu indikator penting untuk menjadi negara berpendapatan tinggi adalah persentase ekspor barang teknologi tinggi dibandingkan persentase ekspor manufaktur. Dari indikator itu pun kata Teguh, Indonesia masih jauh terbelakang dibanding negara lain yang lebih dulu masuk kategori negara berpendapatan menengah ke atas.

Indonesia pada 2021 memiliki rasio ekspor barang berteknologi tinggi terendah sebesar 7,2%, dibandingkan dengan negara-negara lain ketika pertama kali masuk dalam UMIC dimana Cina (32,12%), Thailand (26,27%), Brasil (12,59%), Malaysia (50,86%).

Kondisi ini menunjukkan bahwa ekspor manufaktur Indonesia didominasi oleh ekspor produk teknologi rendah dan juga produk manufaktur berbasis komoditas sehingga sangat rentan terhadap gejolak harga serta pangsa pasar gampang tergantikan oleh negara-negara lainnya.

"Saya rasa ini catatan-catatan yang sangat kritis, apakah mimpi itu realistis atau bukan, atau kita perlu berfikir ulang Indonesia Emas 2045 atau Indonesia Cemas 2045," kata Teguh.

Selanjutnya Kepala LPEM, Chaikal Nuryakin menambahkan, kondisi perekonomian Indonesia yang terbilang stagnan itu seperti menandakan bahwa jalan Indonesia menuju 2045 saat ini layaknya tengah membentur atap kaca di mana pun melangkah.

Dia pun mengingatkan pentingnya strategi cadangan untuk menavigasi perekonomian Indonesia jika gagal menjadi negara maju 2045.

"Kira-kira kalau tidak jadi negara maju apa yang harus kita lakukan?" ucap Chaikal dalam kesempatan yang sama.

Dalam white paper itu, LPEM pun menyarankan, termasuk kepada capres dan cawapres mendatang supaya menyiapkan opsi kedua jika Indonesia gagal menjadi negara maju pada 2045, yakni menyiapkan menyiapkan kelas menengah Indonesia yang merupakan pemilik porsi 40-80% dalam total penduduk Indonesia kuat secara ekonomi dan inovatif.

"Kelas menengah kita akan sangat besar, jadi harus disiapkan kelas menengah yang kuat dan inovatif. Kalaupun 2045 kita tidak menjadi negara maju, kita memiliki kelas menengah yang kuat dan produktif," ucap Chaikal.

Penguatan itu dapat dilakukan dengan cara peningkatan kesetaraan kesempatan dan akses pendidikan maupun kesehatan yang berkualitas, pekerjaan sektor formal, infrastruktur dasar, serta jaminan sosial menyeluruh. Ini menurutnya akan menjadi modal utama dan satu-satunya untuk mewujudkan mimpi Indonesia Emas.

LPEM pun mengingatkan supaya laju pertumbuhan ekonomi masa pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode kedua kepemimpinannya yang tidak inklusif, tidak terulang. Seperti program pemerintahannya yang terlalu fokus pada 20% kelompok terbawah, dan 10% kelompok teratas, namun melupakan kelompok kelas menengah yang porsinya 40-80% dari total penduduk.

"Ini mungkin agak pesimistis, tapi ini baik untuk mempersiapkan kelas menengah yang kuat dan inovatif. Sehingga kita bisa membuat Indonesia negara maju 20 tahun ke depan atau 2065," tegas Chaikal.

Menanggapi itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengaku sudah membaca kajian LPEM FEB UI yang mengungkapkan Indonesia berpotensi besar gagal menjadi negara maju pada 2045. Menurutnya, kajian itu bisa saja betul terjadi jika ekonomi bergerak linear atau gitu-gitu saja.

"Dengan perhitungan sederhana saja menggunakan rule of thumb angka 72 kalah kita mau dua kali lipat dari sekarang saja kalau mau tumbuh lebih 5% berapa lama dan seterusnya," kata Suharso dalam acara peluncuran buku Menuju Indonesia Emas di kantornya, Jakarta, Senin (20/11/2023).

"Saya sedikit percaya mengenai kemungkinan kita akan belum akan mencapai masuk di high economy pada 2045, kalau pertumbuhannya seperti ini," tambahnya.

Permasalahan berat untuk merealisasikan Indonesia Emas 2045, atau menjadi negara maju pada 100 tahun kemerdekaan adalah pertumbuhan ekonomi yang stagnan di level 5%, padahal untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap pada 2045 atau lebih cepat harus tumbuh di level 6% ke atas.

Menurut Suharso, permasalahan ini erat kaitannya dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau biaya modal untuk menghasilkan satu unit output ekonomi masih terlalu tinggi, yakni di level 6,25. Maka, ke depan, ia menekankan, ICOR itu harus dilaksanakan dengan mengembalikan desain pembangunan sesuai RPJPN 2025-2045.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan, Indonesia akan tetap menjadi negara maju pada 2045. Dia menilai, Indonesia telah melakukan berbagai transformasi ekonomi, sehingga target Indonesia maju 2045 akan tetap tercapai, tak seperti perkiraan LPEM FEB UI.

Menurut dia, optimisme pemerintah ini didasari dari kemampuan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang telah berhasil memasukkan Indonesia ke dalam proses keanggotaan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)

"Jadi ya Indonesia, pemerintah selalu optimis, kita kan sudah mau masuk di dalam kerangka OECD, jadi banyak hal yang sudah akan kita siapkan transformasi berikutnya," kata Airlangga saat ditemui di Sheraton Grand Jakarta, Selasa (31/10/2023).

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar